Bab 10: Si Bunga Raya
“Apa lagi yang harus aku lakukan?” Batin Aje.
Ia telah kehabisan uang, juga telah kehilangan obat untuk Tiara. Pikiran sang driver ojek ini terus berkecamuk di sepanjang perjalanannya pulang.
Menyusuri jalan Putri Tujuh dan banyak persimpangan setelahnya Aje semakin melambatkan laju motornya. Ia berharap ada rekan sesama pengojek yang sedang mangkal di tiap persimpangan itu.
Barangkali ia bisa meminjam sedikit uang dari mereka untuk membeli obat kembali. Akan tetapi, nihil!
Tidak ada satu pun rekan yang ia dapati. Mereka mungkin sedang menarik penumpang di kawasan lain. Kemungkinan terbesar lainnya, mereka telah pulang untuk istirahat dan mematikan aplikasi driver di ponsel mereka.
Baru saja Aje akan kembali memasuki jalan raya, ia berpapasan dengan Hekal. Ia segera ‘ngeh’ karena Hekal yang lebih dulu mengklakson, disusul kemudian dengan
Bab 11:Cerita di Meja Makan Karin menghentikan mobilnya di depan rumah, persis di depan pintu pagar. Niatnya memasukkan mobil langsung ke garasi ia batalkan, sebab mobil milik suaminya juga tengah terparkir di halaman depan.Sebelum keluar dari mobil, Karin mengambil ponselnya yang tadi ia letakkan di konsol tengah. Pada saat inilah, ia menyadari ada sebuah miscall. Keningnya mengernyit saat mendapati sebuah nama yang muncul di layar ponselnya itu.“Olive?” Tanya Karin dalam hati.“Ada apa dia menelepon aku?”“Ah, nanti saja aku balas telepon dia.”Karin pun turun dari mobil dan segera memasuki rumah. “Assalamu’alaikum,” ucapnya bersamaan dengan melewati ambang pintu rumah yang setengah terbuka.“Wa’alaikumsalam,” dijawab oleh Bik Asih, pembantunya.Sampai di ruang tengah
Bab 12:Daaa..! Dengan pikiran yang kalut dan hati yang dirundung kesedihan itulah, Aje berbaring sembari terus memeluk Tiara. Putrinya itu juga tertidur demikian pulasnya di atas tubuh sang ayah yang tetap tak berbaju.Sejak terakhir kali Aje memberi Tiara minum dengan susu formula, tidak pernah sekali pun dia merengek atau mengerang. Mungkin ia sedang melunasi utang tidurnya yang sejak dua hari lalu tersita oleh sakit dan demamnya itu.Aje tersentak pukul satu dini hari ketika merasakan ada sesuatu yang hangat mengalir dan membasahi perutnya. Ia pun tersadar, Tiara ngompol.Sebentar Aje memeriksa suhu tubuhnya. Ia menyentuh leher dan ketiak Tiara dengan punggung tapak tangannya.“Syukurlah, demam Tiara sudah turun sekarang.”Aje pun bangkit sambil tetap membawa Tiara dalam pelukannya. Sampai di pojok ruang tengah, ia mengambil pampers dari lemari kecil dan memakaikannya pada
Bab 13:Kesiangan “Haahh?? Jam berapa ini??!” Pekik Hekal dalam hati.Serentak saja ia melompat bangkit dari kasur.“Gawat! Aku kesiangan!”Dengan panik Hekal menolehkan kepalanya kanan dan kiri. Pandangan matanya menikam-nikam di empat bidang dinding kamarnya, mencari jam dinding.“Oh, aku lupa. Aku tak punya jam dinding!”Hekal mengambil ponsel, menyipitkan mata untuk melihat.., ternyata baterainya habis! Ia colokkan segera ke soket listrik dan lalu menyalakannya. Ponsel menyala, loading sebentar, hingga kemudian tertampil informasi waktu di layarnya.Pukul sembilan, lewat dua menit!“Gawat! Benar-benar gawat!”Dengan serba terburu-buru Hekal berjalan ke kamar mandi. Cuci muka, sikat gigi, dan tak perlu mandi. Ia sudah terlambat masuk kerja sebanyak satu jam dua menit. Ditambah dengan perjalanannya nanti menuju sebuah
Bab 14:Terhapus! Cangkir kopi yang dipegang Verous berhenti tepat di depan bibir. Sedetik ia mematung tegak di kursinya. Aroma kopi kapucino menguar di depan hidung Verous dengan uap panas yang tampak serupa asap tipis nan meliuk-liuk di depan wajahnya yang melongo.Karin yang belum mendapat jawaban dari pertanyaanya sesaat tadi menghentikan gerakannya di depan pemanggang roti. Ia membalikkan badan, lalu melebarkan sedikit kedua matanya.“Bagaimana? Kita jadi pergi ke rumah Mama, kan?”Verous tergeragap. “Ehmm, bagaimana ya, Din. Sebenarnya hari ini Kanda punya janji dengan teman Kanda.”Karin balikkan badannya kembali dan meneruskan akifitasnya menyiapkan sarapan pagi.“Kita sudah lama lho tidak menjenguk Mama.”“Iya, Kanda tahu itu.”“Kanda punya janji apa dengan teman Kanda itu?”“Anu, ini.., mau ke
Bab 15:Siapa Menemukan Siapa Olive terperanjat ketika tangan ibunya mengambil sesuatu dari atas meja di samping ranjang.“Ngomong-ngomong, ini KTP siapa, Olive?”Olive tersentak.“Oh, itu, Ma. Punya si driver ojol.”“Ojol? Ojek online?”“Iya, Ma.”Ibunda Olive mendekatkan KTP milik Hekal ke depan wajah. Dengan matanya yang telah rabun ia berusaha membaca data diri yang ada di lembar identitas itu.“Hekal Pratama?”“Iya, Ma.”“Siapa dia?”“Driver Ayo-Jek.”“Iya, ojol. Maksud Mama, apakah dia ini teman kamu? Kenalan, atau..,”“Bukan siapa-siapa, Ma. Aku juga tidak kenal.”“Bukan siapa-siapa, kok KTP-nya bisa sama kamu?”“Hemm,” Olive menggaruk sebentar kepalanya yang tidak gatal.
Bab 16:Jaket Hijau Rupanya, Aje bisa tertidur juga. Tidak lama memang, mungkin hanya satu atau dua jam. Hingga selanjutnya, ia bangun pada pukul enam pagi. Lebih tepatnya, dibangunkan.Tiara putrinya yang bangun lebih dulu, serta-merta tengkurap, lalu merayap menaiki tubuh Aje. Tiara mendekatkan wajahnya ke wajah sang ayah, lantas menepuk-nepuk keningnya.“Daaa..!” Suaranya yang garing menggelitik gendang teling Aje. Aje berpura-pura tidur dan terus saja memejamkan mata. Tiara melanjutkan aksinya dengan mencolok-colok mata Aje, menusuk-nusuk hidung dan mencubiti bibir ayahnya dengan geram. “Daaa..!”Aje paham, itu artinya; “Ayah, bangun!”Baiklah, Aje akan bangun. Sembari menepuk halus pada bagian pantat Tiara, Aje pun memekik untuk mengejutkan anaknya itu.“Baaa..!”Tiara terkejut, tapi sekejap kemudian i
Bab 17:Telepon di Persinggahan “Ah, teruuuuss..,”“Ssshh.., sedikiiiiit lagi!”“Aaaah, akhirnya..,”Akhirnya, Aje menghentikan motornya tepat di depan sebuah halte bus. Hampir bersamaan dengan itu, dari dalam halte keluar seorang wanita dengan busana kasual yang ‘eye catching’.Celana jins biru pudar dipadu sepatu sneaker warna putih dan kaos V-neck berwarna pink. Satu lagi, ikat rambutnya juga berwarna pink.Riasan di wajahnya sedikit mencolok untuk ukuran hari Minggu di mana kebanyakan orang tidak mempunyai agenda yang penting. Dan keseluruhan bentuk parasnya mengingatkan Aje pada seorang tokoh dalam film India yang meninggal dunia dalam keadaan masih perawan tingting.Perawan tingting? “Sok tahu sekali aku ini.” Aje menurunkan tuas stander motor. Sebentar ia membuka jok untuk melepaskan kunci pengait helm yang ia tamba
Bab 18:Balita di Lampu Merah Karin memasuki mobil, menyusul Verous yang sudah bersiap di balik kemudi.“Yuk, berangkat.”Verous mengangguk dan memundurkan mobil keluar dari halaman. Bik Asih pembantu mereka segera menutup pintu pagar setelah Verous dan Karin menghilang bersama mobil mereka di ujung jalan.Tak lama kemudian mobil yang dikemudikan Verous mulai memasuki jalan raya, dan Karin yang duduk di samping mulai melamun. Pikirannya melayang-layang, jauh entah ke mana.“Oh, iya,” pikir Karin tiba-tiba.“Tadi malam Olive menelepon aku.”“Ada apa ya?”Karin kemudian mengambil ponselnya dari dalam tas jinjing. Cepat ia membuka layar ponsel untuk melakukan panggilan pada Olive. Akan tetapi, sampai beberapa kali menelepon ia tak kunjung mendapat sahutan.“Ya sudahlah,” batin Karin, mengakhiri panggilan telepon