"Abang gak salah milih calon, 'kan? Masa milih orang yang modelan kayak tante girang gini," protes Lyta melirik sinis pada Odelia.
Sontak saja perkataan Lyta membuat Odelia melotot tak percaya mendengarnya, apalagi saat dia disamakan dengan tante girang. Ya kali, dia yang cantiknya sebelas dua belas dengan Maudy Ayunda malah samakan dengan tante girang. Sedangkan Tsamara yang mendengar itu, langsung menegur anaknya karena berkata tak sopan seperti itu."Kak, ngomongnya gak sopan banget. Orang cantik kayak gini malah disamakan dengan tante girang," tegur Tsamara membuat Lyta mendengkus kesal.Tsamara mengelus pundak Odelia, kemudian menatap Odelia dengan tatapan menyesal dan merasa bersalah pada gadis pujaan hati anaknya."Maafin Lyta, ya? Dia emang kayak gitu, mulutnya gak ada filter. Nanti si Lyta Tante update lagi biar ada filternya. Maklum, yah, si Lyta ram-nya cuma 1GB," gurau Tsamara seraya memohon maaf pada Odelia. Dia benar-benar tak enak hGadis yang usianya dua puluh tahun itu menggigit kecil bibir bawahnya lantaran begitu gugup karena akan bertemu dengan Angga. Odelia malu bertemu dengan Angga, kala mengingat apa saja yang dia lakukan pada Angga. Marah bahkan tak peduli pada Angga karena menganggap gadis bersama Angga adalah kekasihnya. Saking cemburunya, Odelia bahkan sampai memarahi Angga dan tak ingin bertemu dengan Angga.Odelia melirik paper bag yang dia bawa dari rumah, berisi kotak bekal milik Angga yang kemarin diberikan padanya, tentu saja kotak itu tak kosong, Odelia menyimpan bekal untuk Angga di sana.Kemudian tangan gadis itu bergerak, mengetuk pintu ruangan Angga dan hanya sekali ketuk, suara Angga sudah terdengar menyuruh masuk. Walau takut, Odelia memberanikan diri untuk masuk ke ruangan Angga, dengan menekan kenop pintu.Di ruangan Angga, gadis itu mendapatkan Angga yang tengah sibuk dengan berbagai macam kertas di mejanya. Tapi tak lama, karena atensi Angga langsung teralih padanya
"Maaf, Pak, saya telat," ucap Odelia sambil tersenyum manis pada dosen di depannya ini.Ini adalah hari pertama Odelia masuk semester 5 setelah kemarin mengadakan kuliah umum dan sudah ada saja dosen yang masuk. Gadis itu tersenyum manis pada dosen di depannya, memperlihatkan senyum terbaik miliknya. Tak ada yang tak terpesona dengan senyumnya, bahkan banyak dosen laki-laki yang terpana melihat senyumnya walau mereka sudah beristri. Senyum adalah salah satu senjata Odelia jika dia terlambat masuk. "Kamu telat 1 menit 35 detik," ucap dosen itu tanpa melihat Odelia, bahkan nada bicaranya sangat datar. "Kan cuma semenit, Pak." Gadis itu masih memamerkan senyum terbaiknya walau Pak Angga—dosen mata kuliah Statistika itu tak melihatnya. Dalam hati Odelia mengumpat karena dosen itu yang tak menatapnya, dia memutar otak agar perhatian pak Angga terpusat padanya, bukan pada lembar absen. "Saya duduk yah, Pak," kata Odelia tak tahu diri m
Odelia tak henti-hentinya mengumpat bahkan menggerutu. Itu semua akibat pak Angga yang mengusirnya di kelas padahal dia yang hanya telat 1 menit 35 detik saja. Sungguh tak ada kata toleransi di hidup dosen itu."Sialan, tuh dosen," umpat Odelia yang kesekian kalinya hingga membuat sahabat karibnya memutar bola mata malas mendengar umpatan Odelia."Ya udah, sih, terima aja nasib lo."Odelia melirik sinis pada Ify yang dengan mudahnya mengatakan padanya untuk menerima nasib. Apa-apaan ini? Dari semester 1 sampai 4, senyum adalah senjata yang dia gunakan untuk membuat dosen mengizinkannya masuk kelas jika terlambat. Namun pak Angga, satu-satunya dosen yang tidak terpikat padahal kata orang-orang senyumnya itu bagai magnet yang dapat menarik perhatian semua orang."Gue gak terima dipermalukan di depan kelas, mana tuh dosen bilang kalau senyum gue jelek kayak muka gue dan parahnya dia sama sekali gak terpanah sama senyum gue," cerocos Odelia."Ambil hikmahnya aja, gak semua cowok yang terp
Odelia menguap berkali-kali lantaran datang ke kampus pukul 6 pagi di saat belum ada siapa-siapa di kampus selain satpam kampus juga cleaning servis.Saat ini, gadis itu tengah berada di parkiran khusus dosen. Kalau ditanya untuk apa, sudah pasti jawabannya untuk menunggu Angga dan membalaskan dendamnya. Jual mahal sekali dosen itu, menolaknya mentah-mentah, bahkan sama sekali tak tertarik dengan senyum menawannya. Hei, ini tak bisa dibiarkan, harga dirinya diinjak-injak oleh dosen killer itu.Waktu telah menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit, satu per satu dosen datang silih berganti, tetapi Odelia sama sekali belum melihat kedatangan dosen killer yang satu itu. Kenapa lama sekali? Odelia benar-benar bosan menunggu, bahkan dia mengantuk menunggu kedatangan Angga."Tuh dosen jangan-jangan hari ini gak ada kelas, makanya gak datang-datang," gumam Odelia.Odelia berdecak kesal, sepertinya sia-sia saja dia duduk di sini sejak pukul 6 pagi, tapi orang yang dia tunggu-tunggu malah tak datang.
"Nyapu yang benar," tegur Sena membuat Odelia menggeram kesal.Waktu telah menunjukkan pukul 6 pagi, tapi pekerjaannya masih belum selesai. Seandainya kemarin dia tak pulang tengah malam, dia tak akan mendapatkan hukuman membersihkan rumah seminggu.Baru pagi ini dia menjalankan hukuman, tapi Odelia sudah merasakan lelah."Mama, cepak," keluh Odelia. Dia sudah menyapu lantai dua, yang terdapat ruang keluarga, perpustakaan pribadi, juga mushala. Kamarnya pun sudah dia bersihkan, kecuali kamar kedua orang tuanya.Gadis itu bahkan bangun pukul 5, lebih awal dari biasanya. Selepas menunaikan ibadah sholat subuh, dia langsung menjalankan hukumannya, membersihkan rumah. Dan sampai pukul 6 pagi pun, pekerjaannya belum selesai. Sisa lantai satu, dia akan membersihkan dua kamar tamu, ruang tamu, ruang kerja papanya, ruang tengah, juga dapur. Oh, astaga, dia juga akan membersihkan dua kamar mandi yang berada di dekat dapur. Gadis itu bahkan baru selesai membersihkan ruang tamu dan ruang tengah.
Odelia tersenyum lebar merasa bangga karena telah mendapatkan nomor ponsel Angga. Layar ponsel sejak tadi menyala, yang kini tengah terbuka room chat. Gadis itu ingin mengirimkan pesan pada Angga, tapi bingung ingin mengirimkan pesan seperti apa pada Angga. Dia tak bisa langsung ke intinya, yang ada Angga tak akan mau meladeni pesannya.Bertanya perihal materi besok? Yang ada nanti dosen killer itu tak akan membalas pesannya, itu yang sempat Ify katakan padanya jika ingin mengirim pesan pada Angga.Odelia :Pak AnggaPak AnggaPak AnggaPak AnggaPak AnggaSementara di seberang sana, Angga yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya memeriksa tugas mahasiswa, mengernyit mendengar notifikasi di ponselnya yang bertubi-tubi. Siapa yang mengirimkan dia pesan malam-malam seperti ini? Kalau itu mahasiswinya, Angga akan memarahinya.Kening pria itu masih mengernyit saat melihat pesan masuk dengan nomor yang sama sebanyak lima kali dan isinya sama semua.Angga pun penasaran, mulai membuka profi
Ketika ruangannya diketuk, Angga segera menegakkan badannya. Dosen itu tahu siapa yang kini mengetuk pintu ruangannya, karena dia baru saja memanggil orang itu. Sebelum Angga menyuruh orang di luar itu masuk, dia merapikan penampilan yang cukup berantakan, juga merapikan mejanya yang penuh dengan kertas-kertas resume mahasiswa-mahasiswinya yang sama sekali belum dia periksa sejak empat hari yang lalu.Pria itu tak bisa melakukan apapun jika tak mengetahui di mana keberadaan Odelia. Ya, sudah empat hari dia tak melihat Odelia, bertanya dengan teman-teman sekelas Odelia pun dia gengsi dan satu-satunya orang yang bisa dia tanyakan adalah Ify—sahabat Odelia—dan Ify saat ini sedang berada di luar. Angga tahu mereka bersahabat dari cerita dosen-dosen di kampus.Angga berdeham lalu menyuruh Ify untuk masuk."Masuk.""Permisi, Pak."Sedangkan Ify, dia benar-benar tak tahu kenapa bisa dia dipanggil oleh pak Angga. Kalau dia Odelia, dapat dipastikan anak itu akan senang karena Angga memanggilny
Odelia mengerling jail, menggoda Angga. Senyum jail gadis itu sama sekali tak luntur sejak Angga masuk hingga Angga duduk di ruang rawatnya. Sedangkan Angga, dia tak berkutik apalagi mengeluarkan suara lantaran di ruangan ini juga ada kedua orang tua Odelia."Pak, kangen banget yah sama saya sampai-sampai gak nanya saya ada di mana? Ditelpon juga gak diangkat-angkat."Angga tak menjawab pertanyaan menggoda dari Odelia, itu semua karena orang tua Odelia. Dia tadi sudah berkenalan dengan orang tua Odelia, dan ternyata ayah gadis itu mengenalnya karena bekerja di perusahaan ayahnya."Lia, jangan digodain pak Angga-nya," tegur Sena.Sontak gelak tawa Odelia pun terdengar dan kali ini benar-benar menyebalkan, Angga rasanya ingin meraup wajah Odelia dengan kedua telapak tangannya yang besar."Maafin Odelia, yah, Pak. Dia emang kayak gitu, pintar godain orang," ucap Sena merasa bersalah.Angga tersenyum kikuk. Tadi saat dia sampai di rumah Odelia, yang dia dapatkan rumah itu kosong, lampu ru