Share

7

" Idih mana sih, kok lama banget."

Sudah hampir 10 menit aku menunggu di gang depan komplek. Berdiri dipinggir jalan dengan sinar matahari yang semakin menyengat dikulit. Sudah jam 8 lebih 5 menit, aku pikir aku yang sudah terlambat tapi nyatanya manusia satu itu belum juga muncul diantara pengendara motor yang lain.

Sudah aku chat dia berkali-kali tapi belum kunjung dibalas padahal sejauh ini terpantau hp nya tengah online.

" Apa gw dikerjain ya? Lagian mauan sih gw! Kenal aja kaga, bisa bisanya langsung setuju diajak jalan. Mana acaranya nggak jelas lagi. "

Ponsel yang ada di tanganku tiba-tiba bergetar pertanda ada sebuah pesan masuk.

Kak Bara: Kamu dimana?

Arinda : Didepan gang lah

Kak Bara: Pake baju warna apa?

Arinda : Biru muda

Satu menit setelah pesan dariku yang tidak dibalas seseorang yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang.

" Lama!"

Ucapku tepat dihadapannya dan langsung duduk di jok belakang motor.

" Berangkat?"

" Heem..."

Roda sepeda motor itu mulai bergerak menuju tempat tujuan. 10 menit lengang, tidak ada pembicaraan diantara kami berdua. Hanya ada suara kendaraan yang menyalip kendaraan kami. Entah sengaja atau memang dia biasa membawanya dengan kecepatan yang sedang membuat ku terasa begitu bosan selama perjalanan. Pasalnya, setiap kali aku berboncengan dengan Bagas rasanya dia seperti sedang mengajakku menemui tuhan.

" Maaf ya, motor Kaka jelek. "

" Gapapa"

Aku tidak mengenakan helm waktu itu jadi aku bisa mendengar cukup jelas apa yang dia katakan. Ditambah lagi dengan kecepatan nya yang tidak begitu tinggi membuat ku dengan leluasa segera merespon ucapan darinya. Ini adalah kali pertama bagiku pergi bersama seorang lelaki yang bahkan belum aku kenal sepenuhnya.

" Kamu izinya apa?"

" Seminar. Kan emang seminar kan?"

" Ahahaha,"

" Ya emang bener kan? Kemarin bilangnya mau seminar "

Lelaki satu ini hanya ber hemm saja. Firasatku mulai tidak enak ketika dia membelokkan motonya ke area wisata yang tak jauh dari rumahku.

" Loh kok kesini?"

" Kamu udah pernah kesini emang?"

" Belum "

" Ya udah ayo. Kita buat cerita supaya bisa dikenang nantinya "

" Idih apaan sih gak jelas banget, katanya mau seminar kok malah ke tempat wisata gini. "

Kak Bara tiba-tiba mengehentikan motornya ditengah jalan sebelum kami sampai ditempat tujuan. Ia turun dari motor dan memandangi keadaan sekitar. Aku juga ikut turun dan melihat tempat wisata yang baru saja resmi dibuka tak lama ini. Aku tahu tempat ini tapi tak sedikitpun tertarik untuk pergi kesini.

" Jadi gini sebenernya, temen Kaka tuh mau wisuda Minggu depan. Tapi, dia sama temen-temennya belum nemu tempat yang bagus buat bikin foto album kenangannya. Makanya dia minta Kaka buat nyaranin tempat yang bagus buat background foto albumnya. "

" Ooh, kenapa gak jujur aja sih. Kenapa pake boong segala?"

" Kalau gak kaya gitu kamu mungkin gak bakalan mau ikut."

Aku mengangkat salah satu alisku setelah mendengar kalimat darinya. Kak Bara kembali naik ke motor dan aku pun ikut menyusul dia.

" Oh iya, temenya Kaka itu duta lingkungan hidup jadi sebisa mungkin nanti kamu tanya-tanya sama dia."

" Iya iya."

***

" Benar kata kamu kejadian ini akan dikenang suatu hari nanti. Dan kabar buruknya aku sendiri yang kembali mengenang kejadian itu. Kejadian yang membuat ku mulai menaruh harapan kepada seorang laki-laki untuk pertama kalinya. "

Gadis berusia dua puluh tahun itu memandang keluar jendela kamarnya. Berusaha memperbaiki perasaan nya yang tidak karuan karena membuka kembali kisah masa lalu yang telah ia kubur bertahun tahun yang lalu.

" Aku pernah meminta untuk tidak melibatkan ku lagi dalam urusan seperti ini kepada tuhan. Tuhan sudah mengabulkan, tapi aku yang menolak menerima. Untuk kali ini aku nyatakan dunia tidak bersalah sama sekali. "

Gadis berusia dua puluh tahun itu tersenyum getir sembari terus memandang keluar jendela, kearah langit yang mulai menguning oleh sinar matahari nya.

" Dan untuk diriku sendiri, aku berharap kamu tidak akan pernah mengambil keputusan seperti ini untuk kedua kalinya."

***

" Apa kabar? "

" Baik-baik "

Kak Bara menemui seorang laki-laki dengan perawakan tinggi besar memakai kemeja serta celana bahan seperti orang kantoran, Tak lupa tas beserta kamera ditangan. Mereka berdua kini tengah berjabat tangan dan saling bertegur sapa layaknya orang yang sudah lama tidak pernah bertemu.

" Ini siapa? Adik?"

Aku melirik ke arah kak Bara yang ternyata juga melirik ke arah ku. Aku penasaran dengan apa yang akan dia jawab kepada temannya itu.

" Emmm, adik kelas. "

" Oooh"

" Halo, nama saya Agung."

" Arindaa"

Aku membalas jabat tangan dari lelaki tersebut.

" Nama yang bagus. "

Mereka berdua kini mulai berjalan beriringan didepan, aku memilih untuk berjalan sendirian dibelakang sembari melihat spot foto yang dipenuhi oleh orang-orang. Sebenarnya tempat tersebut merupakan hutan Pinus yang berlereng diatas bukit. Tapi dengan sedikit sentuhan tangan manusia tempat itu berubah seratus delapan puluh derajat. Yang dulunya hanya berisi pohon Pinus kini terdapat rumah rumahan, ayunan, bahkan ada galeri seni kecil-kecilan untuk para pengunjung yang mau menyalurkan karyanya disitu. Disediakan pula bangku untuk para pengunjung yang sekedar ingin duduk duduk mencari udara sejuk. Banyak juga remaja remaja tanggung seusiaku yang datang bersama gerombolan teman-teman nya menggunakan baju yang hampir mirip. Bahkan tak sedikit warung warung kecil yang berderet rapih di pintu masuk tempat wisata.

" Mau kemana?"

" Eh? Orang itu kemana?"

" Itu, kamu sibuk liat sekitar jadi gak sempet liat dia pergi deh."

Aku melihat Kak Agung yang tengah memotret para cewek-cewek yang mengenakan pakaian dengan warna senada yang tampak begitu bahagia. Ada yang membawa kacamata, topi, bahkan sepeda ontel untuk memeriahkan momen yang akan mereka abadikan.

" Mau coba kesana?"

" Harus lompat dong."

" Sini pegang tangan Kaka. "

" Eh?"

Tangan kak Bara langsung terulur untuk membantuku menuruni jalanan yang masih berkontur tanah, sehingga membuat kondisinya cukup licin untuk dilalui. Aku hampir terpeleset ketika menuruninya, untunglah tangan kak Bara begitu erat memegangi kedua tanganku.

Kami berdua mulai berkeliling melewati tempat tempat yang sekiranya bagus untuk berfoto. Bahkan sesekali kak Bara melempari ku buah Cemara yang berserakan dibawah pohon. Entah apa yang terjadi kepadaku hari itu, tapi rasanya ada kebahagiaan dan ketakutan yang muncul secara bersamaan.

" Kita duduk dulu disana. Kamu laper nggak?"

" Ngga kok "

Hening beberapa saat diantara kami berdua. Aku sengaja duduk dibangku yang terpisah dengan kak Bara, sejujurnya ada rasa malu yang muncul di dalam diriku, aku merasa sedang melakukan sebuah kesalahan kepada diriku sendiri dan keluarga ku. Entahlah, mungkin karena dia sudah menipuku dengan berkata akan mengajak ku ke seminar, jadi aku merasa sedikit was-was karena kenyataannya tidak sesuai dengan ucapannya. Karena aku tidak pernah membohongi keluarga ku sebelumnya, dan kali ini aku merasa begitu bersalah.

" Mau pulang sekarang?"

Kak Bara membuyarkan lamunanku

" Terserah sih"

" Ayo pulang sekarang aja mumpung belum sore. Kaka juga ada urusan. "

Aku mengangguk tanda setuju. Setelah berpamitan dengan kak Agung, kak Bara langsung mengantar ku pulang ke rumah. Dia sempat mengajakku berkeliling menuju jalan yang terlihat begitu indah yang tak jauh dari tempat wisata tadi. Ia bercerita sepanjang perjalanan, karena tak ada satupun pengendara yang melintas. Aku merasa cemas karena semakin jauh jalan raya menjadi semakin sepi.

" Puter balik aja"

" Kenapa emang?"

" Ngga papa, puter balik aja sekarang. "

Kak Bara akhirnya menuruti perkataan ku dan segera kembali ke jalan yang ramai. Kamu memilih diam dalam perjalanan pulang, perasaan ku tidak jelas dan aku ingin segera pulang.

" Rumah kamu yang mana sih?"

" Itu, yang catnya warna putih."

" Oooh. Kaka pulang dulu ya. Makasih udah mau nemenin Kaka hari ini."

" Iya sama sama."

Kak Bara langsung mengambil arah berlawanan untuk kembali ke rumah nya. Aku segera berjalan menuju rumahku dengan tergesa-gesa.

" Pacarnya ya neng?"

Tanya pak satpam yang sedari tadi memandangi kami berdua.

" Oh, bukan pak. Mari..."

Bibirnya tersenyum tapi matanya masih menaruh rasa curiga kepadaku. Tapi peduli apa lah, toh aku tidak berbuat salah kepadanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status