AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!

AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!

Oleh:  Puspita852  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 Peringkat
46Bab
20.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Widya masih bisa bertahan, walaupun rumah tangganya sering direcoki para iparnya. Namun, dia tak bisa lagi bertahan ketika sang suami mulai dekat dengan wanita yang datang dari masa lalunya. Widya menyerah, setelah mengetahui sang suami menikah lagi. Tak mudah menjalani kehidupan setelah menjadi janda. Namun, kebahagiaan selalu datang setelah bisa melewati cobaan hidup.

Lihat lebih banyak
AKU BUKAN BUDAKMU, MAS! Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Markamah Markonah
sehat selalu thor
2023-07-23 11:36:12
0
default avatar
Ayu
Suka, wanita harus tegas jgn teralu bucin sm laki2
2023-06-30 17:15:37
0
user avatar
Naka Turi
semangat...yuk mampir di ceritaku ya, "aku bukan tulang punggung"
2023-05-29 15:48:03
0
46 Bab
satu
Baju yang sudah terlipat rapi itu kini kembali berserakan setelah Mas Anam menendangnya. "Apa-apaan sih, Mas!" seruku tak terima. Entah apa lagi yang diadukan Mbak Sri pada suamiku, hingga membuatnya murka."Apa yang kamu lakukan pada Mbak Sri? Hah?" tanyanya sambil membentak. Hal yang akhir-akhir ini sering dia lakukan. Mas Anam akan marah-marah tak jelas setelah mendapat aduan dari kakaknya. "Seperti yang dia adukan padamu, apalagi? Buat apa bertanya lagi? Emang kamu pernah mendengar penjelasan dariku?" sahutku sambil melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda."Oh, sudah berani membantah sekarang, ya!" Mas Anam berbicara dengan satu tangan mencengkeram rahang ini. Sakit, tetapi ada yang lebih sakit lagi, sebongkah daging yang ada di dalam dada. Hati.Dengan jarak dekat seperti ini, aku menatap lekat ke dalam manik matanya, berusaha menyelami dan mencari apa yang ada di dalam sana. Masihkah ada cinta untukku. Namun, yang terlihat hanya amarah yang semakin membara. Perlahan aku mem
Baca selengkapnya
dua
Keputusanku sudah bulat. Aku kenal Mas Anam, dia sebenarnya lelaki baik, tetapi tak bisa berkutik dan sangat manut dengan kakaknya itu. Tak masalah sebenarnya, karena aku sadar jika ikatan darah itu sangatlah kental. Sayang, Mas Anam belum bisa berpikir bijak. Dia seakan lupa jika saat ini dia sudah mempunyai tanggung jawab atas keluarganya sendiri."Wid, tolong ... kali ini saja, kumohon. Ini sudah malam, Widya! Kemana kami harus cari kontrakan?" pekiknya putus asa. Sungguh aku jadi merasa tak enak hati, seolah diri ini adalah istri yang tidak punya akhlak, yang tak patuh pada suami dan jahat pada saudara ipar. Huh, menyebalkan. Ah, andai kelakuan iparku tak seperti itu. Aku berdecak untuk yang kesekian kalinya. Dan pada akhirnya aku luluh juga melihat tampang Mas Anam yang begitu memohon."Baiklah, malam ini aja," ucapku kemudian dan sontak itu membuatnya memeluk tubuh ini.Suamiku ini sebenarnya lelaki yang manis, pekerja keras juga baik, mangkanya aku mau ketika dia melamar, tapi
Baca selengkapnya
tiga
"Anam! Kenapa kamu diam saja melihat kelakuan istrimu! Dia itu benar-benar gak punya sopan santun!" bentak Mbak Sri pada Mas Anam.Mas Anam berdecak, terlihat sekali kalau dia sedang bingung. Aku yakin itu, berat lah jadi dia saat ini. Niatnya ingin menuruti kakaknya, tapi dia gak enak sama aku. Rasain kamu, Mas. makanya jadi lelaki itu harus tegas."Pokoknya aku mau tinggal di sini! Titik!" Mbak Sri menggertak, dia pikir aku takut. Bahkan dia sama sekali tidak memperhatikan wajah adiknya yang sudah terlihat pucat."Kok gitu?" tanyaku pura-pura tidak mengerti. Masih berusaha bersikap santai seperti biasa."Ya iyalah ... secara aku ini kakaknya Anam, dan dia yang punya rumah ini, jadi kami juga berhak tinggal di sini!" tukasnya lantang. Seolah dia tahu segalanya.Aku tak tahan untuk tidak tersenyum melihat kepercayaan diri iparku itu."Sarapan dulu, Mas. Ingat maag kamu, dan kita butuh tenaga untuk tetap waras." Aku sama sekali tidak terpancing dengan amarah Mbak Sri. Aku malah menunju
Baca selengkapnya
empat
Mungkin apa, Mas? Katakan saja. Mungkin apa?" cecarku sedikit memaksa.Bukannya menjawab Mas Anam malah membawaku dalam pelukannya. Ah, lelaki memang susah ditebak. Cukup lama kami berpelukan, seolah mencari rasa yang akhir-akhir ini terasa samar.Kami saling mencintai, kami saling mendukung dan kami saling membutuhkan, itulah yang terjadi. Dulu.Dalam pelukan eratnya, aku bisa merasakan detak jantung yang berpacu cukup cepat. Kasihan sekali suamiku, saat ini mungkin dia sedang dilema. Mana yang harus diutamakan olehnya, saudara atau istri. Mungkin."Anam!"Teriakan dengan suara cempreng itu benar-benar mengganggu. Hilang sudah suasana romantis yang sudah lama tidak terjadi ini.Mas Anam menahan tubuh ini ketika aku hendak mengurai pelukan. Bukannya melepaskan, lelaki itu malah semakin mempererat dekapannya. Tumben? Apa dia sedang rindu denganku. Aku mengalah, berusaha untuk menikmati momen ini, merasa kalau saat ini dia sedang berpihak padaku, bagaimana pun juga dia adalah suamiku,
Baca selengkapnya
lima
"Enak saja! Kamu juga sakit hati kan kalau dikatakan sebagai wanita mandul! Pasti nangis-nangis ngadu sama Anam. Mangkanya Anam sekarang berani sama aku!" ujarnya tetap dengan nada tinggi.Mas Anam melongo mendengar penuturan kakaknya, lelaki itu memandangku sekilas, lalu berdiri tegap kemudian menyeret koper yang berisi pakaian saudaranya dan membawanya keluar."Loh? Nam! Apa yang kamu lakukan?! Kamu lebih memilih Widya yang tinggal di sini?!" teriaknya sambil melangkah menyusul mas Anam keluar."Iya, Mbak." Mas Anam nampak emosi, rahangnya mengeras menahan amarah. "Karena ini rumahnya Widya. Bukan rumahku," lanjutnya dengan tegas. Saking kagetnya, Mbak Sri sampai mundur beberapa langkah.Akhirnya, apa yang selama ini tak pernah terucap, terungkap sudah. Sungguh sesuatu yang sangat mengejutkan bagi Mbak Sri tentunya.**"Kenapa kamu gak bilang kalau Mbak Sri sering berkata seperti itu?" tanya Mas Anam sambil merangkul tubuh ini dari belakang saat kami berbaring di tempat tidur."Berk
Baca selengkapnya
enam
Ada sesuatu yang mengganjal ketika wanita itu menyebutkan namanya. Sepertinya cukup familiar di telingaku."Widya," sahutku yang masih diliputi rasa penasaran."Kami mau menjenguk Lilis, katanya lagi kurang sehat ya?" tanya Mas Anam memecah keheningan yang tercipta untuk sesaat."Oh, dia sedang istirahat, barusan aku menyuapinya, Mas. Masuk saja, paling juga belum tidur," sahutnya."Terima kasih ya, Er. Sudah merepotkanmu," ucap Mas Anam tulus."Nyantai aja lah, Mas. Kayak sama siapa saja," sahutnya sambil mengedipkan satu matanya. Oh Tuhan, drama apalagi ini?Lilis sedang berbaring sambil memainkan ponselnya, ketika kami masuk ke kamarnya. Saking seriusnya sampai-sampai dia tak menyadari kedatangan kami."Lis ....""Eh, Mas?" Gadis itu nampak terkejut. "Baru datang?" imbuhnya bertanya."Iya, gimana? Apanya yang sakit?" tanya Mas Anam penuh perhatian."Badanku meriang, Mas. Kepalaku pusing," sahut gadis itu manja. Aku tersenyum melihatnya. Beruntung sekali yang mempunyai seorang kakak
Baca selengkapnya
tujuh
Mendengar penuturan Lilis, membuat napas ini tersengal. Seketika emosi menguasai hati dan pikiran. Ingin rasanya berteriak namun lidahku terasa keluh, benar-benar tak mengira akan mendengar hal yang sangat menyakitkan dari gadis manis itu.Aku mengambil napas dalam, sebelum memutuskan untuk mengetuk pintu. Aku sudah muak dengan semua ini.Perlahan aku melangkah mendekat, melihat kedatanganku semuanya terdiam, termasuk Mas Anam. Aku meneruskan langkahku sampai ke ranjang tempat Lilis berbaring."Cepat sembuh ya, Lis. Ini buat periksa ke dokter," ucapku sambil menyelipkan beberapa lembar uang berwarna merah di tangannya."Ayo, Mas. Kita balik, biar Lilis bisa istirahat," ajakku pada Mas Anam yang masih terpaku melihat sikapku."Aku masih kangen dengan Mas Anam! Jadi dia tak boleh kemana-mana!" cegah Lilis setengah berteriak."Ya udah, kalau gitu aku pulang sendiri ya, Mas. Kasihan Lilis masih kangen dengan kakaknya yang ganteng dan baik hati ini," ujarku."Gini aja. Lis, mas mau nganter
Baca selengkapnya
delapan
Tanpa menyahut lagi, Mas Anam melangkah ke kamar mandi. Sementara aku yang masih kesal hanya bisa memukul bantal sebagai pelampiasan.Setelah menumpahkan emosi pada benda empuk itu, perasaan ini sedikit merasa puas, walaupun napasku masih ngos-ngosan. Tak hanya merasa lega, aku juga merasa capek sekali, keringat juga sudah membasahi kening ini. Ah, lumayan olahraga.Sebelum emosi datang lagi, aku memilih untuk beranjak dari kamar menuju dapur untuk menyeduh kopi, menghirup aromanya yang menurutku bisa memenangkan pikiran yang sedang kalut."Aku mau balik ke rumah Lilis. Mungkin pulangnya malam, jadi kamu gak usah nungguin," ucap Mas Anam tiba-tiba. Aku menoleh sekilas, lelakiku itu memang terlihat tampan, apalagi sehabis mandi seperti saat ini. Alis yang tebal, hidung yang mancung serta mempunyai rahang yang kokoh ditambah tatapan matanya yang tajam. Sungguh pesona bagi wanita.Aku tak menjawab, kembali asyik menikmati aroma kopi yang dibawa oleh kepulan asapnya."Wid?" Terdengar lan
Baca selengkapnya
sembilan
Pintu sedang dibuka dari luar ketika aku hendak meraih ganggangnya. Mas Anam menelan ludah saat mata kami beradu. Rupanya dia tidak pulang sendiri, ada Mbak Sri, Lilis juga Erna, ikut bersamanya."Ada apa ini?" tanyaku terkejut bercampur heran. Jujur aku kaget dengan kedatangan mereka. Bahkan berbagai pikiran buruk sudah berseliweran di kepala."Mau mampir saja, Wid. Ada yang kangen soalnya, biasalah CLBK. Hahaha," sahut Mbak Sri. Entah apanya yang lucu sehingga dia bisa tertawa bahagia seperti itu.Aku langsung bisa menangkap ke arah mana Mbak Sri berbicara. Kini dia semakin berani bahkan terang-terangan berkata demikian di depanku dan Mas Anam.Aku melirik kepada lelakiku, berharap dia menyangkal. Namun, dia hanya tersenyum kikuk, sambil mengusap tengkuk. Aku berdecak melihatnya yang tak bisa berkutik dihadapan kakaknya. Apa benar cinta mereka belum kelar?"Oh gitu? Ya udah silahkan ngobrol-ngobrol. Aku mau berangkat kerja dulu," sahutku sambil menutup pintu lalu menguncinya. Tak su
Baca selengkapnya
sepuluh
"Kamu—""Lekas pergi, Mbak. Sebelum aku semakin hilang kendali," tegasnya.Kini tinggal kami berdua. Aku memilih acuh, rasanya malas untuk mulai berkata."Maafkan aku, Wid," ucapnya sambil membuka pintu. Sementara tangan yang satunya tetap menggenggam tanganku, pelan dia menarik diri ini masuk.Setelah pintu kembali tertutup lelaki itu segera menarik tubuhku, mengurungnya dalam dekapan."Untuk apa minta maaf? Yang penting kan saudaramu bahagia," sahutku sambil berusaha mengurai pelukannya.Mendengar ucapanku Mas Anam berdecak lalu menghela napas kemudian semakin mempererat dekapannya."Udah ah! Aku udah telat, nanti Baba Ong marah lagi. Awas!" seruku sambil berusaha mendorong dadanya."Hari ini bolos aja," titahnya sambil terus saja mendekap diri ini."Enak aja, ogah!" sahutku yang terus berusaha melepaskan diri."Ini perintah suamimu, Wid." Suaranya terdengar lembut, tetapi tetap saja kalimat itu menjengkelkan."Enak ya jadi suami, tinggal perintah ini, perintah itu. Kalau gak nurut,
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status