POV Dimas
Aku terjebak oleh permainan licik Lita, anak dari pemilik PT. Keramik Jaya. Aku pikir, membuat jatuh cinta salah seorang anak dari Ardi Dinata adalah hal sepele yang akan membuatku naik jabatan di kantor. Namun, selidik demi selidik, ternyata tujuan dari Pak Farid Suntoso adalah ingin membalas sakit hati anaknya.
Keanehan mulai aku rasakan saat mencoba mengikuti langkah kaki dua wanita yang bernama Ana dan Sinta. Seiring pertemuanku dengannya, kenapa selalu terjadi hal yang tidak diinginkan? Hal-hal aneh yang meneror mereka berdua.
Rupanya Lita Zafirah memiliki dendam tersendiri dengan Ana. Awalnya aku juga masih berupaya menepis dan tidak curiga. Namun, saat aku mengundurkan diri dari PT. Keramik Jaya, saat itulah aku mengetahui bahwa peneror-peneror itu sebenarnya adalah rekayasa.
"Pagi, Bu Lita," sapaku pagi-pagi sekali. Di kantor belum ada orang yang datang satu pun. Aku pun berada di kantor hanya dengan Bu Lita.
W
Bab 21POV Dimas"Kamu mau angkat teleponnya? Silahkan!" Ana terlihat mendelik dan sungkan saat aku mempersilahkan ia untuk mengangkat teleponnya."Nggak ah, aku bukan siapa-siapa Pak Dimas," cetus Ana. Kemudian, ia pun mengalihkan pandangannya ke depan. Suara dering telepon pun terhenti. Syukurlah Bu Lita memutuskan untuk berhenti menghubungiku.Aku letakkan kembali ponselnya dan memfokuskan diri untuk melihat ke arah jalan.Teringat ucapan Ana, bahwa ia akan membicarakan tentang pengakuanku pada Sinta. Aku hendak menanyakan maksud dari ucapannya. Sebab, aku khawatir ia salah paham dengan ucapanku."Maaf, Bu Ana," potongku."Ana saja," sahutnya."Kalau gitu, sebut aku dengan nama juga, jadi sama-sama enak, bukankah kita sudah bukan mitra kerja lagi?" terangku. Kemudian ia pun mengangguk tanda setuju dengan nama panggilan."Baiklah, kamu mau bicara apa, Dimas?" tanyanya."Soal tadi, yang kamu bilang Sinta mengagum
Bab 22POV DimasAku coba tenangkan diri, segera kuambil ponsel yang ada di saku celana. Kemudian, aku klik sunyi untuk dering telepon.Lega rasanya telah mengatur silent nada deringnya. Kemudian, aku perhatikan ia mulai menekan tombol panggilan dan meletakkan ponselnya di telinga."Nggak diangkat," cetusnya. Ia tampak kesal karena aku tak angkat telepon darinya.Kebetulan sekali, berhubung masih megang ponsel, lebih baik aku videokan saja aktivitas Bu Lita bersama laki-laki berhidung bangir yang bernama Angga itu.Ia letakkan kembali ponselnya, kemudian berbincang-bincang dengan Angga."Sudahlah, tak perlu kesal, sebentar lagi nama kamu dipanggil suster," gumam Angga. Ia tampak memperlakukan Bu Lita sangat istimewa. Ini membuatku semakin penasaran."Ya, semoga anak kita sehat-sehat di rahim ini, terus terang saja, aku capek bolak-balik penjara dan perusahaan," pungkasnya. Astaga, anak kita katanya? Bukankah Bu Lita itu i
Bab 23POV Lita"Pak Zaki, sudah habis jam besuknya!" teriak petugas membuatku bernapas lega. Beruntungnya aku, sebab kalau tidak, pasti ia buka video itu. Habislah terbongkar semua tentang siapa ayah dari janinku ini sebenarnya."Yah, padahal masih kangen aku, Mas. Besok pasti kudatang lagi, kamu sabar ya, nanti sidang kedua aku pastikan kamu akan bebas dari tuduhan Ana," ucapku sambil berdiri, ponsel yang tadi ia pegang pun segera aku masukkan kembali ke dalam tas."Kamu jaga kandunganmu, ya. Jangan capek-capek, banyakin istirahat. Ingat, jangan nakal dengan laki-laki lain!" pesannya. Aku tersenyum ke arahnya.'Tidak mungkin aku mengkhianatimu, Mas. Melakukan hubungan dengan laki-laki lain pun itu karena ingin mendapatkanmu, Mas Zaki,' gumamku dalam hati.Setiap kali aku terobsesi dengan keinginan, pasti ini membuatku hilang akal sehat. Segala cara pun aku lakukan, demi mendapatkan apa yang kuinginkan.Bukan harta semata yang ingin
Bab 24"Astaga, ini surat diagnosis dokter bahwa Mas Zaki mandul? Itu hasil tes pemeriksaan sper*a bulan lalu?" tanyaku heran. Tangan ini menutupi ruam mulut karena terkejut dengan apa yang sebenarnya aku lihat.Pak Gilang mengangguk, kapan ia melakukan pemeriksaan ini? Bukankah Mas Zaki berada di penjara?"Maaf, Pak. Ada yang aneh di sini, kenapa ada diagnosis? Bukankah Mas Zaki di penjara?" tanyaku menyelidik."Coba, Mbak lihat tanggal dan bulan kapan pemeriksaan itu dilakukan?" Mataku membulat, menyorot ke arah lembaran di dalam amplop coklat. Ternyata itu sudah lama sekali. Kejadian di saat aku memeriksakan kondisi kesehatan kami berdua."Lalu, Pak Gilang tahu ini dari mana?" tanyaku pada laki-laki yang selalu saja mengetahui apa yang tidak pernah kuketahui.***💚💚💚POV Pak GilangSaat Lita memanipulasi hasil diagno
Bab 23"Ini, Ana. Simak video ini," ucap Dimas. Ia menyerahkan ponselnya padaku. Baiklah, aku segera membuka ponsel yang ia berikan, sudah masuk ke sebuah galeri handphone. Kemudian, aku klik video yang berdurasi lima menit kurang tiga detik itu. Kusimak baik-baik setiap kata dan gambar yang tersirat dalam ponsel itu.Aku perhatikan wanita yang tengah berbadan dua, dan memperhatikan satu lagi laki-laki yang bersamanya. Mataku terbelalak melihat Lita dan seorang laki-laki, postur tubuhnya mirip dengan laki-laki yang berdiri saat hendak menaiki mobil Terios putih itu.Aku menelan sedikit salivaku, saat mendengar satu ucapan darinya. Astaga, Lita bilang itu anaknya dengan laki-laki yang bertubuh kekar itu. Tanganku tak tersingkir dari mulut ini. Berati Lita hamil dengan pria yang bernama Angga? Ya, terdengar jelas namanya adalah Angga.Kemudian, aku simak lagi saat ia mengepalkan tangannya ke laki-laki tersebut, entah kenapa terlihat dari becandanya ada sesu
Bab 24POV DimasAku sudah putuskan, untuk bicarakan ini pada Pak Ardi Dinata, rasanya ada yang mengganjal di hati jika tidak diungkapkan sendiri. Khawatir, Pak Ardi mengetahui dari orang lain.Aku pun sangat mencemaskan Ana, jika ia tidak diberi tahu masalah kehamilan Lita yang ternyata bukan hamil anaknya Zaki. Ini suatu kemenangan untuk Ana. Jika ia tahu terlebih dahulu tentang anak yang dikandung oleh Lita."Permisi, Pak.""Silahkan duduk, Dimas!" suruhnya. Lalu aku pun duduk tepat di hadapan laki-laki yang sangat berpengaruh di dalam hidup keluargaku."Maaf sebelumnya, saya ingin menyampaikan sesuatu pada Pak Ardi," cetusku. Kami pun mulai serius membicarakan ini, Pak Ardi pun mulai menyanggah dagunya dengan tangan."Sepertinya serius," timpal Pak Ardi.Aku tak banyak bicara, kurogoh saku celana dan memberikan ponsel yang sudah siap memutar video.Kulihat ia menyaksikan video itu dengan serius. Matanya membula
Bab 25Tepuk tangan saling bersahutan saat pemandu acara memulai acara.Aku duduk tersigap di samping mama dan papa. Kemudian, Sinta mengulurkan tangannya, ia dingin sekali."Kamu tegang?" tanyaku."Iya, Kak. Memang Kakak nggak tegang?" tanya Sinta membuat kedua alisku menyatu."Tegang kenapa sih? Memang ini acara apa?" tanyaku keheranan. Tidak lama kemudian, pemandu acara melanjutkan acara ini."Kita akan menyambut kedua pasangan yang akan bertunangan hari ini. Mari kita sambut keduanya, Sinta dan Ana. Beserta dengan pasangannya, Gilang dan Dimas!" teriaknya membuatku terkejut. Bagaimana papa bisa melakukan hal ini? Aku masih berstatuskan istri orang. Kenapa ia melakukan ini?Sinta menarik pergelangan tanganku agar maju ke depan. Aku berdiri, masih bingung dengan keinginan papa yang satu ini.Kemudian, papa menghampiriku dan meraih telapak tangan ini untuk digiringnya ke depan. Di hadapan semua orang papa menyandin
Bab 26Ngapain mereka datang ke sini? Tahu dari mana tentang hal ini? Bukankah papa hanya undang rekan dekat saja? Pertanyaan seketika muncul di kepala. Aneh memang, Yuni, mertuaku, dan Lita datang tiba-tiba."Keluarkan mereka!" tekan papa dengan penuh amarah. Emosinya meledak-ledak karena rekan kantor yang datang orang penting semuanya."Kalian malu? Apa sudah tidak tahu malu? Ana itu masih istrinya Zaki, tapi malah bertunangan dengan laki-laki pilihan papanya!" teriak Bu Ayu, mertuaku.Aku dan Sinta sontak beradu pandangan, berharap ini tidak akan menjadi masalah besar dalam karier papa. Namun, sepertinya celetukan Bu Ayu tengah membuat rekan-rekan kerja papa yang hadir kini kebingungan.Gilang dan Dimas pun turun untuk mencairkan suasana. Mereka berdua memboyong ketiga wanita itu, Lita, Yuni, dan Bu Ayu. Aku tak mengerti maksud kedatangan mereka bertiga ke sini apa?"Ini gimana sih, Pak? Bukankah wanita yang telah bersuami tid