AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKUSebuah pesan dari Indri masuk. Dia memberitahu alamat di mana kami akan bertemu. Dan tetap memberi sebuah ancaman untukku agar tidak lapor polisi."Rin, terus bagaimana ini? Kamu buruan ambil uang dan berikan pada mereka. Agar Arza segera pulang," tegas ibu.Karena harta mereka melakukan hal bodoh yang akan menjerumuskan mereka ke dalam penjara."Arin akan datang, Bu, dengan membawa uang. Tapi bukan untuk diberikan melainkan untuk Arin pamerkan.""Maksudnya, Rin? Kamu jangan main-main! Arza ada bersama mereka."Ayah dan Ibu ikut, tapi dengan mobil lain! Jangan bareng sama Arin! Nanti ikuti Arin agak jauh! Kita ikuti saja akting mereka, Bu!"Mbak Jum, Indri. Kalian itu terlalu amatir untuk melakukan hal seperti itu. Terlalu memaksa meniru adegan seperti di sinetron.Bukan tidak khawatir Arza di tangan mereka. Tapi aku lebih khawatir kalau Arza di tangan penculik asli.***Drrttt drrttt drrttt"Aku sedang perjalanan. Tenang saja! Uangnya sudah ada.""Bu A
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKULima tahun penjara. Hukuman untuk Indri dan Mbak Jum karena ulahnya sendiri. Setelah melewati beberapa kali sidang, akhirnya aku mendengar putusan Majelis Hakim yang membuat hatiku merasa lega. Semua itu salah kalian sendiri. Kenapa harus menghalalkan segala cara hanya demi harta. Ayah dan Ibu langsung memelukku begitu erat. Mereka juga merasakan hal yang sama sepertiku setelah mendengar putusan tersebut.Aku menatap tajam Indri dan Mbak Jum yang hanya bisa menundukkan kepala di depanku. Hukuman itu memang pantas kalian dapatkan. Orang-orang yang dulu menyakitiku, kini sudah mendapatkan balasannya. -----------Aku hanya bisa membolak-balikkan tubuh ke kanan dan ke kiri. Mungkin sampai pagi aku tidak akan bisa memejamkan mata. Perasaan deg-deg'an sudah begitu terasa malam ini. Apalagi besok saat ijab qobul.Ya. Aku dan Daffa akan melangsungkan akad nikah besok pagi. Tujuh bulan setelah acara lamaran.Tok tok tok "Rin, kamu sudah tidur?" panggil i
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU[Bu Arin, hari ini Indri sudah mulai masuk kerja lagi. Dia hanya izin selama tiga hari saja.] Pesan dari Dina, karyawan Mas Ridwan yang aku suruh untuk selalu memantau dan memberi informasi tentang Mas Ridwan dan Indri. [Oke, terima kasih atas informasinya]~~~Du du du ... hem hem hem ....Dari tadi Mas Ridwan terus bersenandung. Raut wajahnya begitu berseri-seri."Bahagia sekali hari ini kamu, Pa?" tanyaku dengan memilih dasi untuk Mas Ridwan. "Pasti dong, Ma. Siapa yang ngga bahagia, kalau pagi-pagi sudah disambut bidadari secantik kamu," jawab Mas Ridwan dengan menempelkan kedua tangannya di pinggangku sembari mengecup kening. Bohong kamu, Pa. Aku tahu, kamu begitu bahagia karena hari ini Indri sudah mulai masuk kerja lagi setelah beberapa hari izin pulang kampung. "Aku tunggu di meja makan, Pa.""Oke, Ma," jawab Mas Ridwan sembari memasang dasi berwarna biru yang kupilihkan barusan.Tidak berapa lama, Mas Ridwan keluar dari kamar dan menghampir
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Kamu. Perempuan tak tahu diuntung. Ini balasannya setelah aku kasih pekerjaan? Kamu lupa, siapa yang membantumu saat kebingungan mencari uang untuk membayar hutang-hutangmu?" tanyaku dengan mengangkat dagu Indri yang dari tadi hanya menunduk di depanku."Ma-maaf. Ta-tapi, saya memang mencintai Mas Ridwan," terang Indri tanpa basa-basi.PLAAKK Sebuah jawaban yang membuat dada ini terasa bergemuruh. Dan sebuah tamparan tak sebanding dengan apa yang telah dia lakukan padaku. "Mas Ridwan? Kamu memanggil dia dengan sebutan, Mas?" Dengan cepat tanganku langsung menyeretnya keluar dari ruang kerja Mas Ridwan."Ternyata, apa yang kalian bicarakan selama ini memang benar. Perempuan ini telah berselingkuh dengan suami saya. Perempuan yang sudah saya izinkan untuk bekerja di sini, tapi malah menusuk saya dari belakang," jelasku di depan semua karyawan yang lain.Mas Ridwan langsung mendekat dengan wajah yang terlihat memerah. Sepertinya dia tidak rela atas pe
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Arin, akhirnya kamu pulang juga. Ibu dan Arza sudah menunggumu dari tadi."Astaghfirullah, aku sampai lupa kalau tadi disuruh Ibu jemput Arza."Ma-maaf, Bu. Arin sampai lupa jemput Arza.""Ya sudah, ngga pa-pa, Rin.""Arza ke mana, Bu? Kok Ibu sendirian di sini?""Oh ... Arza sedang beli martabak sama Mbak Jum.""Mbak Jum? Dia sudah balik ke sini, Bu? Kok ngga ngabari Arin?""Itu mereka, kamu tanya sendiri sama Mbak Jum!"Aku pun langsung menoleh ke belakang. "Bu Arin," sapa Mbak Jum dengan mengulas senyum.Kenapa aku jadi merasa kesal melihat Mbak Jum? Seandainya waktu itu Mbak Jum tidak memohon padaku untuk memberi Indri pekerjaan, pasti tidak akan ada masalah seperti ini. "Rin, Arin," tegur ibu mengagetkanku."I-iya, Bu. Kenapa?""Kenapa ngga di jawab?" tanya ibu dengan sedikit melihat ke arah Mbak Jum."O - oh, iya Mbak. Mbak Jum kok ngga ngabari saya?"Aku tidak boleh nyalahin Mbak Jum. Karena dia tidak tahu apa-apa soal masalah ini. Tapi, dia h
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Dia rela kalau harus menjadi istri kedua. Bahkan menikah siri pun, dia tidak masalah. Aku harap, kamu bisa mengerti, Ma."PLAAAKKSebuah tamparan kulayangkan pada laki-laki yang sudah menikah denganku selama delapan tahun.Teganya Mas Ridwan terang-terangan bicara seperti itu padaku. Sedangkan apa yang kulihat tadi siang masih bergelayut di pelupuk mata.Bahkan, Mas Ridwan tidak takut sama sekali meskipun ibunya dan Mbak Jum sudah mengetahui tentang hubungannya dengan Indri. "Kamu benar-benar sudah tidak waras, Pa."Duarr Aku keluar dari kamar dengan menghempaskan pintu begitu kasar. Kulihat Mbak Jum duduk di belakang dengan pandangan nanar dan sesekali mengusap air mata yang membasahi pipinya. Kini pandangannya tertuju ke arahku dengan raut wajah yang merasa bersalah atas perbuatan keponakannya, Indri. "Bu Arin, maafin saya, Bu! Saya benar-benar tidak menyangka kalau Indri akan berbuat seperti itu," terang mbak Jum yang langsung mendekat dan meme
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKU"Eh, apa-apan ini? Kenapa ruang kerjaku di sekat?""Kamu lupa dengan ucapanku tadi malam, Pa? Bukan hanya ruang kerja yang akan kubagi dua. Tapi, toko ini juga," jelasku dan berlalu meninggalkan Mas Ridwan.Tidak ada alasan untuk menundanya. Karena semua ini sudah menjadi keputusanku. Keputusan yang kuambil karena rasa sakit hati dengan pengkhianatanmu, Pa."Ma ... Ma, kamu tidak bisa melakukan hal ini. Toko batik ini milikku. Dan aku tidak pernah menyetujui semua ini."Aku tidak peduli dengan apapun yang ingin kamu katakan. Terserah.---------"Arinn ...," teriak Feby yang tiba-tiba datang ke toko.Nih orang, datangnya selalu tiba-tiba. Hemh .... Tapi dia sahabat yang selalu ada saat aku susah sekalipun. Pandanganku seketika beralih pada sosok laki-laki yang berjalan di samping Feby. Siapa dia? Apa mungkin pacar barunya Feby? Kok Feby tidak pernah cerita sama aku, kalau sudah punya pacar lagi."Woy ... bengong aja kamu, Rin," tegur Feby membuatku kag
AKAN KUBALAS KECURANGAN SUAMIKUAaaaaa ... teriakku dan langsung menghentikan mobil dengan mendadak.Kur*ng aj*r kamu, Pa. Ternyata kalian sudah melangsungkan pernikahan siri. Sudah sejauh ini kalian mempermainkan perasaanku. Breng*ek kalian. Aku yang tidak bisa mengontrol emosi membuat Dina hanya terdiam dengan menundukkan kepala."Apa saya salah, Din, kalau membalas perbuatan mereka yang sudah keterlaluan seperti itu?"Dadaku bergetar hebat. Keinginan untuk membuat mereka menyesal semakin kuat setelah aku mengetahui kalau mereka ternyata sudah menikah siri. Tadinya aku ingin memberitahu pemilik rumah yang dikontrak Indri agar dia di usir. Ternyata, aku malah mendapat kabar tentang pernikahan mereka."Din, kamu kembali ke toko naik taksi, ya! Terima kasih, kamu sudah banyak membantu saya.""Sa-sama-sama, Bu Arin. Saya akan selalu membantu Bu Arin kapanpun di butuhkan."Aku membalas ucapan Dina dengan senyuman.Segera kulajukan mobilku setelah Dina turun. Air mata yang sejak tadi ku