"Perkenalkan, aku Prince Leon Aldrich, 25 tahun. Pria kaya raya dan baik hati yang akan mengurus semua utang keluargamu dan akan menjaga keluargamu, asalkan kau mau tinggal di rumah ini, untuk menemaniku dan selalu berada di sisiku. Aku merasa kau adalah orang yang tepat untuk mendampingiku di saat aku kesepian."
Naya mengerutkan keningnya dan mencibir memandang Leon. Apa yang Leon katakan sangat membuatnya ingin ketawa, pria baik hati? Baik hati dari mana, dari tatapannya dan nada berbicaranya saja sudah sangat bertolak belakang dengan dirinya. Apalagi kelakukannya pasti lebih mengerikan.
Leon yang tau kalau Naya sedang menyeringgai sambil menghakiminya pun membuat Leon menyeringgai lebar. Gadis yang di depannya sangat tidak ada takut-takutnya? Kalau Naya tau tentang Leon dalam dunia gelap mungkin dia akan mati ketakutan.
"Naya, kau sangat cantik," Leon mengangkat dagu Naya. "Tidak usah mencibirku seperti itu, kau hanya perlu mengiyakan setiap apa yang aku minta, mengerti?"
"Tidak! Aku tidak mau!" Naya mendorong tubuh Leon. "Bisa saja kau memberikan obat dalam minumanku atau makananku lalu kau melakukan hal menjijikkan itu kepadaku, tolong jangan lakukan itu, aku masih ingin membahagiakan orang tuaku dan mengejar cita-citaku!"
Leon tersenyum, gadis yang berada depannya, imut sekali. "Sudah ku katakan jika aku ingin melakukan hal yang menjijikkan itu kepada mu, aku akan langsung melakukannya dalam ke adaan kau sadar Nararya. Lagian untuk apa aku melakukan hal itu, jika aku memang berniat jahat kepadamu aku akan melakukan hal yang lain yang lebih berfaedah."
Naya terbelalak, saat Leon berjalan ke arah gelas yang berisi alkohol tersebut.
"Kau pasti akan menjual organku kepasar gelap kan!"
"Itu lagi, hal yang sangat tidak berguna untukku, aku sudah memiliki banyak uang, malah sangat banyak, sampai aku tidak tau bagaimana cara menghabiskannya." Leon kembali berjalan mendekati Naya dan mengunci tangannya.
Leon yang lebih tinggi dari Naya sangat membuat nyali Naya menciut, tatapan Leon berubah menjadi lebih tajam dan seram. Dia seperti orang yang tidak bisa mendengar penolakan.
"Dengar, aku tak peduli dengan omongan mu tentang diriku atau pendapatmu itu. Kau sendiri yang datang kepada ku tadi malam dan memintaku untuk membantumu dengan bayaran, kau akan balas budi kepadaku. Jadi, kau harus membalas budi itu dengan menemaniku dan tinggal di rumah ini bersamaku. Jika kau menolak aku akan membunuh keluarga mu dan aku bisa saja membunuh mu kapan saja. Bahkan pembunuhan yang akan ku lakukan, akan lebih kejam dari orang lain yang hanya menjeburkan ke sungai atau menembak. Aku bukan orang seperti itu, aku biasa melakukannya dengan menyiksanya terlebih dahulu baru ku matikkan. Jika kau mau, aku bisa melakukan itu untuk mu."
Leon berdesis, setiap kalimat yang Leon katakan sukses membuat Naya ketakutan, wajahnya berubah menjadi pucat, dan keringat mulai membanjiri pelipisnya. Pasokan udara menjadi sangat sedikit, mungkin karena jarak mereka yang sangat dekat sepertinya.
"Gimana?" tanya Leon sambil mengelus pipi Naya lembut, nada bicara yang dingin membuat Naya ragu, Naya mencoba menatap mata Leon yang masih tajam.
"O-oke... Tapi kau benar akan menjaga keluargaku kan?"
Leon tersenyum sambil mengangguk, "Iya, aku akan mengurus itu semua, semua utang ayahmu juga akan ku lunasi, dan adikmu juga akan kembali bersekolah. Untuk ayahmu aku akan memberikan dia uang untuk membuka bisnis baru atau aku akan menyuruhnya untuk memegang satu bisnis kafeku yang berada di kota ini. Pas sekali dengan aku yang sedang sibuk menghendel bisnisku yang lain. Dan untuk ibumu aku akan meletakkan dirinya di toko kue milik ibuku."
"Terimakasih," ucap Naya sambil terseyum ke arah Leon. Leon memalingkan pandangannya, dia merasa jantungnya tidak baik melihat senyum Naya.
"Jadi aku memanggilmu apa?" tanya Naya kepada Leon.
"Leon."
"Oke baik, Leon dimana kamarku?"
"Di sebelah kamarku."
"Boleh aku pinjam celana traning mu atau apalah yang panjang, aku tidak enak keluar menggunakan celana pendek seperti ini."
Leon menatap kaki jenjang Naya lalu berjalan ke arah ruang pakaiannya.
"Kau benar, jangan perlihatkan kakimu ke pada yang lain, Hanya aku yang boleh melihatnya," ucap Leon memberikan celana panjang bewarna hitam, sama persis dengan celana yang dia kenakan.
"HEI MESUM!"
"Jangan berteriak, aku benci keributan! Jangan lakukan hal itu," bentak Leon membuat Naya bungkam lalu memakai celananya cepat.
"Apakah telinga mu bermasalah?" tanya Naya mengikuti Leon yang berjalan keluar dari kamarnya.
"Kau..."ucapan Leon menggantung saat seluruh mata anak buahnya tertuju kepada Naya. Naya yang berkulit putih, dan memiliki rambut yang panjang, bibir yang pink, mata yang coklat, berhasil membuat anak buah Leon bengong menatap Naya.
"Apa yang sedang kalian lihat hah?!" bentak Leon.
Anak buah Leon langsung menundukkan kepala menuruti majikannya. Leon bersikap sangat possesif langsung manarik tangan Naya lembut, dan berjalan ke kamar Naya.
"Ini kamar mu, kau boleh melakukan hal apapun di rumah ini. Mau masak atau apapun terserah.
"Hmm... baiklah terimakasih."
"Jika kau tak suka, kau bisa tidur sekamar denganku."
"Hah? apa maksudmu?"
"Apa kenapa?"
"Mesum!" Kesal Naya mendelik ke arah Leon.
"Jangan mendelik kepada ku, aku membenci hal itu juga."
Naya diam, dia mengedipkan matanya beberapa kali dan menunduk. Dia baru sadar dengan kaos yang dia kenakan ternyata sama dengan Leon, bedanya hanya kaos Leon terlihat lebih tipis ketimbang miliknya. Naya menatap Leon.
"Apa lagi yang kau benci?"
"Aku tidak suka di bentak, Jika kau membentakku, aku akan melakukan ini." Leon berjalan mendekati Naya, Naya yang merasa tak aman berjalan mundur hingga mentok di dinding.
Cup
Leon menciup pipi Naya dengan lembuat membuat Naya terkejut. "Aku akan menciup pipi gembul mu. Jadi jangan lakukan hal yang tidak aku sukai, atau kalau kau tetap melakukannya aku bisa saja memindahkan bibirku menciumi yang lain."
Leon berhasil membuat pikiran Naya kemana-mana. Leon tersenyum saat dia tau pikiran Naya mulai kemana-mana.
"O-oke baik." mendorong Leon untuk menjauhi dirinya, dia berpura-pura mengibaskan tangannya seakan-akan panas.
Leon lagi-lagi tertawa puas di dalam hati, dia sangat puas melihat muka Naya yang sangat lucu.
"Ohh iya, aku ingin menghubungi ayahku, dimana ponselku?"
"Ponselmu sudah aku buang, tadi aku menemukannya di saku celanamu, tapi sudah tak bisa hidup lagi. Besok aku belikan yang baru, sekarang pakailah ponselku untuk menghubungi ayahmu."
"K-Kau benar-benar mengganti bajuku?"
"Apa wajahku terlihat seperti seorang pembohong?"
Naya menggelengkan kepalanya.
"Yasudah," ucap Leon dingin sambil berjalan keluar dari kamar Naya. Naya menatap ke pergian Leon langsung menghela napas panjang. Pria itu sangat membuatnya takut, ntah dari kalangan mana pria itu sungguh membuatnya merinding.
Jika dilihat-lihat Leon cukup tampan, mukanya sangat mirip seperti anime yang sering sang adik tonton di tv. Namun dia memiliki nada bicara yang dingin dan matanya begitu tajam membuat Naya harus mencari cara untuk menghindari Leon, walaupun mereka berada di dalam rumah yang sama.
Naya berjalan kekamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Dia mencuci kaki dan mencuci muka terlebih dahulu sebelum tidur, saat dia melihat kaca. Dia teringat dengan Leon yang tadi mencium pipinya, membuat Naya tanpa sadar tersenyum. Tidak ada sisi buruk sebenarnya dari Leon, tapi ntahlah dia tidak boleh terlalu memikirkan Leon yang jelas-jelas, terlihat sangat menyeramkan itu.
"Kenapa aku begitu labil dalam menilainya?" Naya menggeleng-gelengkan kepalanya.
****
Di tengah malam, Naya bermimpi buruk. Dia bermimpi tentang mafia yang terus mengejarnya. Naya melihat dirinya di dalam mimpi sedang disuruh memuaskan nafsu seorang lelaki terlihat lebih tua dari Leon, bisa di bilang lelaki yang berada di mimpinya berumur 36 tahun. Naya berteriak sekuat-kuatnya membuat Leon yang sedang bekerja di kamar tiba-tiba terkejut dengan teriakan dari kamar sebelah yang dia ketahui adalah teriakan Naya.
Leon meletakkan macbooknya, dia berjalan menuju kamar Naya. Saat berdiri di depan pintu kamar Naya, Leon mendengar suara tangisan.
"Apa yang terjadi tuan?" tanya Luke yang datang mengahampiri Leon, sepertinya dia juga mendengar teriakan itu.
"Apakah Nara menginap disini malam ini?" tanya Leon, Nara adalah kekasih Steffen, sahabat Leon yang bekerja sebagai penghendel keamanan rumah Leon dan dokter pribadi Leon, yang biasanya tinggal di gedung rumahnya yang berada di sebelah timur.
"Tidak, dia pulang bersama Steffen tadi. Ada acara katanya, baru kembali besok pagi. Emang ada apa?"
"Biar dia yang menemani Naya tidur, tidak mungkin aku!"
"Apa salahnya kau yang melakukan itu?"
"Ya tidak ada yang salah sih, cuman aku merasa tak enak."
"Jika kau tak mau, biar aku saja." Luke menggoda Leon sambil terseyum.
"Jangan sampai ku bunuh kau Luke!"
"Yasudah, Kau saja. Aku harus menjaga ke bagian barat, disana sebentar lagi akan pergantian shift." Luke berjalan meninggalkan Leon, rumah Leon emang sangat besar, ada bagian barat, timur dan selatan.
Leon memberanikan diri membuka pintu kamar Naya. Dia melihat Naya yang sedang memeluk kakinya sambil menangis hingga badannya bergetar.
"Naya? Ada apa?" Leon mendekati Naya.
"Ada apa Naya, cerita padaku." Leon memeluk Naya pelan-pelan dan mengelus kepalanya.
"Takut... Ibu.... ayah..." Naya merancau memanggil ibu dan ayahnya.
"Aku Leon Naya, kemarilah. Aku disini di sampingmu. Semua akan baik-baik saja, kau tidak perlu takut." Leon berusaha menenangkan Naya, mengelus ngelus punggungnya perlahan. Leon merasa gadis ini bermimpi tentang mafia yang terus mengejarnya itu. Mafia yang akan menjualnya dan menjadikannya budak nafsu. Ini hal yang tidak baik di derita oleh seorang gadis seperti Naya. Dia pasti merasa sangat menderita sekarang. Leon bertekad untuk selalu berada di sisi Naya, Naya adalah gadis yang berharga dia tak pantas untuk merasakan penderitaan ini.
Perlahan Naya mulai merasakan pelukan Leon seperti pelukan sang ayah, pelukan yang sangat begitu hangat. Naya membalas pelukan Leon membuat Leon terkejut. Sungguh, Leon bukan orang yang seperti ini kepada wanita, dia lebih kedingin, namun mengapa saat awal melihat Naya hingga sekarang dia sangat ingin memperlakukan Naya dengan lembut.
"Sudah enakkan?" tanya Leon lembut, masih mengelus ngelus punggung Naya.
"Apa aku akan baik-baik saja jika bersama mu?" tanya Naya sambil menatap Leon dengan puppy eyes.
"Tentu saja, jauhkan pikiran buruk tentang yang sudah berlalu, mulai detik ini kau milikku dan selalu bersamaku. Ayo kembali tidur saja," ajak Leon merapikan bantal untuk dirinya dan bantal untuk Naya.
Naya menggelengkan kepalanya, dia melirik Leon yang telah berbaring.
"Kenapa? Masih takut?"
Naya menganggukkan kepalanya. Leon menarik naya untuk berbaring di sebelahnya. Dia mendekatkan badannya dengan Naya lalu mendekap Naya, dan mengelus pelan kepala dan punggung Naya.
"Tidurlah, aku selalu ada di samping mu. Biar aku yang bunuh mimpi buruk mu itu."
Naya menatap dada Leon yang berada di depannya, dia merasa tak nyaman dengan Leon yang mendekatkan tubuhnya ke dirinya.
"K-kau tidak akan berbuat apapun kan, kepadaku?"
"Tidak, aku bukan orang brengsek seperti yang ada di mimpi mu. Tidur lah, pejamkan mata mu." Leon mempererat pelukannya, Naya yang awalnya ragu untuk memeluk Leon sekarang memberanikan diri untuk melingkarkan tangannya di pinggang Leon. Naya memejamkan matanya, dia mulai merasa nyaman.
Leon melirik wajah Naya, dia mengelus-ngelus kepala Naya pelan agar Naya bermimpi indah.
Cup
Leon mengecup kening Naya, yang dia rasa sudah tidur nyenyak.
"Jauhkan mimpi buruk dari gadis ini ya Tuhan."
Leon terus mendekap Naya dengan erat, sambil mengelus kepala Naya hingga dirinya sendiri merasa ngantuk.
Malam itu keduanya tidur dengan nyenyak, Leon yang tidak berniat tidur tadinya, sekarang telah tertidur sambil mendekap Naya. Keduanya merasakan malam itu sebagai malam yang panjang.
Pagi yang cerah matahari bersinar sangat indah. Naya merasa ada cahaya yang mengganggu penglihatannya, perlahan dia membuka mata. "Hengg..." Naya mengulet ingin merentangkan tangan namun badannya terkunci oleh tangan Leon yang masih berada di pinggangnya. Dia menatap Leon yang masih memejamkan matanya, Leon terlihat begitu tampan dengan rahang yang mengeras dan wajah yang begitu keren, setiap pahatan muka Leon sangat indah. Naya teringat dengan kejadian tadi malam saat Leon menenangkan dirinya. Dia merasa salah menilai Leon, Leon yang dia anggap dingin ternyata tidak, dia sangat hangat. Sepanjang malam Naya benar-benar merasakan kehangatan dari tubuh Leon. "Kau sudah bangun?" tanya Leon yang masih memejamkan matanya. "Sudah, baru saja." "Bagaimana? Apa tadi malam kau mimpi buruk?"
"Luke!!" teriak Leon memanggil Luke. Luke yang merasa di panggil langsung masuk kedalam ruangan Leon dengan cepat bersama Ray.
"Om Gunawan?" "Pria penjual organ dan wanita." Semua mata tertuju kepada Leon. Steffen mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Ini otakku yang ke kecilan atau gimana ya?" tanya Steffen dengan raut wajah binggung. "Sejak kapan kamu punya otak?" celetuk Nara yang berada di samping Haechan. "Punya lah, emang kayak kamu otak di gadain ke shopee." "Enak aja..." "Gue engga paham dengan hubungan om Gunawan, ayahmu dan keluarga Naya," ucap Dery menyengir. "Terimakasih Dery kau sudah mewakiliku," sahut Steffen ikut menyengir. "Jadi gini, ayah Leon itu tau kalau anaknya menyimpan gadis cantik di rumahnya, dan ayah Leon bilang kalau gadis itu adalah anak dari wanita yang pernah menj
Naya tidur dengan nyenyak di pelukan Leon, pelukannya sekarang bagaikan penangkal bagi Naya, seakan mimpi-mimpi buruk tidak berani masuk saat Leon sudah memeluk Naya. Dia sangat nyaman di pelukan Leon. Hingga matahari sudah naik, keduanya masih tetap tertidur dengan pulas. Leon sama sekali tidak melepas pelukannya dari Naya, membuat Naya tak bisa bergerak. Semakin lama matahari semakin tinggi, hingga menembus jendela kamar, membuat Naya merasa terganggu. Dia membuka matanya perlahan dan langsung di sungguhkan dengan dada Leon secara langsung tanpa di halang oleh baju. Sepanjang malam Leon telanjang dada memeluk Naya membuat Naya menunduk melirik bajunya yang terlihat masih aman, sekilas dia telah berpikiran aneh. "Aku sudah katakan, aku tidak akan melakukan apapun," ucap Leon dengan suara khas baru bangun tidur. Naya mendongak, dia menatap wajah Leon, yang masih memejamkan matanya.  
Di rumah, Naya mondar mandir di depan lift menunggu Leon kembali. Sudah hampir 3 jam Leon tak kunjung pulang, apakah dia baik-baik saja? Bagaimana dengan keluarganya, terutama sang adik. Apakah mereka terluka? Sangat banyak pertanyaan yang muncul di kepala Naya, bisa-bisa dia gila jika pertanyaan itu terus menerus muncul di kepalanya. Naya mengambil ponselnya mencoba menghubungi Leon namun telfonya tidak aktif, ingin menghubungi keluarganya namun Leon menyuruh Naya untuk tidak menghubungi siapa pun. Ting... Lift terbuka memunculkan Luke dan Ray begitupun dengan 4 sahabat Leon dan ada Nara juga. Naya segera mendekati mereka. "Leon diman--" Ucapan Naya terhenti saat dia melihat Leon keluarganya saat Luke dan Ray keluar dari lift. "Ayah... Ibu..." pekik Naya memeluk ibu dan ayahnya b
"Di temukan 3 mayat lelaki tergeletak di perubahan kecil. Pihak keluarga sama sekali tidak tahu menahu tentang kejadian tersebut. Terkhir korban mengatakan bahwa dia akan pergi keluar kota untuk bekerja.3 pria itu berumur 28 tahun, ketiga-tiganya di temukan tewas karena bunuh diri, dengan bukti tembakan yang masih mereka pegang. Sejauh ini polisi masih menyelidiki kasusnya, dan belum mengetahui apa motif bunuh diri dari 3 pria tersebut.""Bunuh diri lagi? Baru beberapa jam lalu ada berita bunuh diri." "Wahh... Benarkah?""Iya, sekitar jam 5 tadi sore di temukan mayat di dusun sebelah.""Kita harus berhati-hati ya berati mulai sekarang."Seketika suasana menjadi ricuh, akibat ocehan-ocehan serta tanggapan beberapa orang setelah mendengar berita menegangkan di televisi. Budaya membicarakan orang lain apalagi orang yang telah meninggal sangat sulit di hilangkan.Gadis yang sedari ta
Hara melangkahkan kakinya menuju apartement barunya, dia baru saja pulang dari kantor Dery, setelah mengajak lelaki itu balikan. Sekarang status dirinya telah memiliki seorang pacar, sepanjang jalan Hara tersenyum menyeringai, dia merasa bangga pada dirinya karena hanya dengan waktu sekejap dia bisa menaklukan hati Dery, mantan kekasihnya tersebut yang sekarang telah menjadi kekasihnya kembali.Hara merenggangkan tubuhnya sebelum membuka knop pintu. Tubuhnya sangat lelah akibat tak tidur semalaman, dia sibuk menyusun barang-barang yang dia bawa dari rumah lama ke apartement barunya. Hara sekarang tinggal di apartment bersama Abil sang adik di suruh oleh nyonya Eliana. Dia telah bekerja di bawah naungan wanita tersebut mulai hari ini. Bagaikan memenangkan lontre yang bernilai besar, Hara bisa memiliki semuanya mulai sekarang."Aku pulang...," seru Hara melihat sekeliling yang terlihat kosong. Dia berjalan menuju kamar Abil."A
Pria berpakaian serba hitam masuk ke salah satu mension, mension ini sangat berbeda dengan mension bisanya, mension ini digunakan bukan untuk tempat tinggal namun digunakan untuk menyimpan senjata dan tempat bekerja."Apa wanita itu sudah menjalankan tugasnya?" tanya pria tersebut kepada salah satu anak buahnya yang sedang memandang monitor."Sudah tuan, dia menjalankan tugasnya dengan baik.""Bagus, ada gunanya juga aku menahan nafsuku selama ini karena mendidik dia untuk menjadi anak buah yang hebat," ucap pria itu berjalan menuju ke salah satu senjata miliknya."Kalau begitu masuk ke misi selanjutnya," lanjut pria itu dengan senyum menyeringgan menatap monitor yang memperlihatkan seorang gadis sedang menonton tv dengan beberapa berkas yang berserakan di sekitarnya.DrrrtDrrrtPria itu mengambil ponselnya yang bergetar, dia melihat nama yang muncul yaitu Eliana."Bagaimana pekerjaanku