Share

Pertemuan

Satu bulan kemudian. 

"Makasih, Mbak Cantik," ucap supir angkot ketika menerima selembar uang lima ribuan yang Nara sodorkan. 

Hari ini Nara tak membawa motor ke kantor karena tubuhnya kurang sehat, sehingga dia memilih naik angkutan umum. Perusahaan sedang gencar mengadaptasi sistem baru, sehingga hampir setiap hari mereka diminta untuk ikut training. 

Biasanya kondisi fisik Nara selalu fit dalam situasi apa pun. Sekalipun tubuhnya mungil, dia cukup kuat jika diminta bekerja lembur. Entah mengapa beberapa hari ini, wanita itu merasa lemas dan sering pusing. 

"Sama-sama," balasnya singkat, lalu berjalan masuk ke kantor. 

Suasana kantor begitu sepi karena masih jam enam pagi. Nara terbangun di tengah malam karena bermimpi buruk dan tak dapat tertidur lagi. Sehingga dia memutuskan untuk berangkat kerja pagi-pagi. 

"Rajin bener, Neng. Kantor belum buka, udah datang aja," sapa security saat melihatnya.

Nara hanya membalas itu dengan senyuman dan langsung menuju ke ruangan. Gadis itu meletakkan tas di meja dan menyalakan PC. Dia mencoba mengerjakan laporan, tetapi pikiran melayang entah ke mana. 

"James. James. James. Siapa dia?" bisiknya dalam hati. Sudah satu bulan ini, bayangan laki-laki itu selalu hadir di setiap mimpinya. 

Seingat Nara, setelah meminum beberapa gelas, tubuhnya limbung dan semua menjadi gelap. Lalu, bagaimana bisa dia terbangun dan berada satu kamar dengan laki-laki itu?

Apakah di saat dia tak sadarkan diri, teman-teman yang lain membiarkannya sendirian? Lalu, orang yang bernama James itu menolong dan memanfaatkan keadaan. Sungguh, Nara tak ingat apa pun yang mereka lakukan kecuali rasa sakit karena kesuciannya terenggut. 

Lama merenung memikirkan nasibnya, Nara tertidur dengan melipat tangan di meja, hingga sebuah tepukan membangunkannya.

"Kebakaran. Kebakaran."

"Astagfirullah. Kebakaran di mana?" tanya Nara kaget. 

Suara tawa menggema seantero ruangan.  Beberapa karyawan lain merasa lucu melihat tingkah Nara. Mereka sengaja mengerjai gadis itu saat melihatnya tertidur. 

"Kamu kemarin begadang, ya? Sampai ketiduran begitu?" tanya Aida, sahabatnya. Wanita menarik kursi dan duduk dengan santai karena meja kerjanya memang bersebelahan dengan Nara. 

"Kalian ini tega banget," keluh Nara seraya mengusap mata. Dia menguap berulang kali

"Sana ke kamar mandi. Cuci muka kamu. Bentar lagi ada tamu datang dari pusat mau survey," jelas Aida. 

"Astagfirullah. Aku lupa," ucap Nara. 

Minggu lalu sudah diumumkan bahwa hari ini ada beberapa petinggi dari kantor pusat yang datang untuk melakukan survey. Sehingga mereka harus memberikan penyambutan terbaik. Divisi mana yang akan dikunjungi masih menjadi rahasia. 

"Buruan. Nanti mereka nyampai lu masih kucel begitu," ucap Aida sembari mendorong tubuh Nara menuju pintu. 

Nara meraih tas dan mengambil pouch berisi alat make-up, lalu bergegas meninggalkan ruangan. Wanita itu berjalan menuju toilet wanita. Dia membasuh wajah berulang kali dan memoles kembali bedak setelah dirasa cukup kering. 

Setelah usapan blush on berwarna peach merata di pipinya, Nara mematut diri di depan cermin. Sempurna. Kini, wajahnya kembali segar. Wanita itu membereskan alat make-up dan kembali ke ruangan.

"Nah begitu. Jangan sampai kucel. Nanti bisa diomelin Pak Santoso kita," ucap Aida sembari menyalakan PC. 

Nara mencebik mendengar itu, lalu kembali ke meja dan mulai mengerjakan laporan. Hingga tiba jam makan siang, mereka diminta berkumpul di sebuah ruangan. 

Aida menarik lengan Nara karena sudah tak sabar. Jika ada acara seperti ini di kantor, itu berarti mereka bisa berhemat uang jajan. 

Mata Nata terbelalak saat melihat menu di meja prasmanan. Berbagai macam makanan tersaji dan menggugah selera. Gadis itu berulang kali menelan ludah karena tak sabar ingin melahap semua. 

"Silakan dinikmati makan siangnya. Setelahnya, meeting kita mulai," ucap salah seorang staf HRD. 

Kedua gadis itu bergegas ikut antrean dan sabar menunggu giliran. Aida berbisik kepada Nara tentang menu apa saja yang akan dia ambil nanti. Sepertinya tamu kali ini cukup spesial karena ada menu western di sajian. 

"Lu ambil semua?" tanya Nara ketika melihat piring Aida penuh dengan berbagai macam makanan yang diambil dalam porsi kecil.

"Iya, pengen icip satu-satu. Dikit aja, asal nyobain," jawab Aida cengengesan.

Nara menggeleng karena tak habis pikir melihat sikap sahabatnya. Gadis itu hendak berucap kembali, saat sebuah suara mengangetkan mereka.

"Kalian bisa lebih cepat? Masih ada antrean yang lain."

Kedua gadis itu serentak menoleh. Aida melotot saat melihat siapa yang berbicara, lalu tersenyum malu dan berkata, "Hai--"

"Kamu bisa geser?" tanya laki-laki itu memotong ucapan Aida. 

Sementara itu Nara mematung dengan jantung berdetak kencang.

"Hai, Nara," sapa laki-laki itu sembari melengkungkan senyuman manis. Tubuh jangkungnya menutupi beberapa orang yang berdiri di belakangnya. 

"James? Ka--"

"Kalian berdua kalau sudah selesai, silakan menepi. Tamu dari kantor pusat juga ikut makan siang bersama kita."

Ucapan Nara terpotong saat seorang staf HRD menegur mereka. Aida menarik lengan Nara agar menjauh sehingga gadis itu hanya sempat mengambil nasi dan sayur sop. Padahal sejak tadi dia juga ingin mencoba beberapa menu. 

"Diet?" tanya James saat duduk di sebelah Nara. Dia sengaja mendekati gadis itu karena penasaran. 

"Kamu ngapain di sini?" tanya Nara ketus tanpa menoleh. Sikapnya itu membuat Aida bertanya-tanya. 

"Numpang makan di kantor kamu. Gak boleh?" goda James. 

"Terserah!" jawab Nara sebal lalu menggeser kursinya agar menjauh dari James dan semakin merapat ke kursi Aida.

James terkekeh, lalu mengambil beberapa potong lauk dan memindahkannya ke piring Nara. 

"Makan yang banyak, biar tubuh kamu lebih berisi. Kan seru tuh kalau kita--" James sengaja menggantung ucapannya lalu mengedipkan mata.

Nara menoleh ke arah laki-laki itu dengan emosi lalu berdiri dan meletakkan piringnya di meja.

"Aku udah kenyang!" ucapnya kesal lalu berjalan cepat menuju keluar. 

Aida tersentak, lalu dengan cepat mengejar sahabatnya. Di mulut gadis itu bahkan masih penuh dengan makanan. Nara tidak boleh pergi karena meeting sebentar lagi akan dimulai.

"Ngapain, sih?" tanya Nara ketika Aida menarik tangannya. 

"Lu jangan kabur. Bentar lagi meeting dimulai. Bisa digorok pak bos kita," ucap Aida sembari menelan makanannya. Untung saja tidak tersedak. Jika sampai terjadi, maka harkat dan martabatnya sebagai si kalem di kantor akan tercoreng. 

"Aku sebel!"

"Sama siapa? Cowok yang tadi?" tanya Aida.

Nara mengangguk. 

"Yang duduk didekat kamu tadi?" tanya Aida cepat.

"Iyaaaa ...."

"Itu tamu dari pusat. Dia yang nentuin perusahaan kita bisa deal sama perusahaan mereka atau gak," jelas Aida.

Nara menutup mulut karena tak percaya, lalu merasakan mual mendera perutnya. Wanita itu berjalan cepat dan meninggalkan sahabatnya begitu saja.  

"LU MAU KE MANA?" teriak Aida ketika tubuh Nara semakin menjauh.

"TOILET!" jawab Nara singkat, lalu menghilang dengan cepat. 

Ketika pintu toilet tertutup, Nara mengembuskan napas panjang, sembari bertanya dalam hati, kenapa mereka dipertemukan kembali. Wanita itu menyalakan keran dan mencuci mulutnya dengan pelan. 

"James sialan," umpatnya ketika keluar dari toilet. 

"Apa? Kamu bilang saya sialan?"

Nara menoleh dan mendapati bahwa sosok jangkung yang dipikirkannya tadi justeru muncul di hadapan. 

"Eh, itu ..." Nara mencoba mengelak tapi James malah menghadangnya. 

Akhirnya, Nara hanya bisa pasrah karena James tak mau melepaskannya. 

"Permisi, aku mau balik ke ruangan."

James terkekeh lalu berkata, "Jadi begitu sikap kamu sama orang yang udah ngasih kesenangan dan uang?"

"Apa maksud kamu? Aku gak jual diri! Justru kamu yang udah ngerusak kehormatan aku!" ucap Nara dengan geram.

James tersentak, lalu kembali mengulum senyum. Wanita mungil di depannya ini ternyata singa betina. Galak tetapi dia suka. 

"Jadi, cek yang aku kasih belum kamu cairkan?"

"Cek apa?"

"Coba periksa dompet. Mana tau masih ada," kata James tersenyum menang saat melihat Nara kebingungan.

Nara mendelik, lalu bergegas kembali ke ruangan meeting dan membongkar tasnya. Dengan cekatan dia mengambil dompet dan mencari apa yang disebutkan oleh James tadi, tanpa memperdulikan pertanyaan Aida. 

Tangan kecil Nara membolak-balik isi dompet dan terkejut saat melihat selembar kertas yang agak tebal. Wanita itu meraihnya, lalu terbelalak saat melihat angka yang tertera di kertas itu.

Seratus juta. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status