Setelah melewati banyak tembok, Altair berdiri di pintu masuk hanya terlihat tembok biasa dengan lubang seukuran jari tangan Altair memasukkan jari tangannya namun, tidak ada respon.
Altair mencoba cara lain dengan dia mengalirkan Mana yang membalut tubuh dan memusatkan semua di jari tangan.
Mana mengalir melewati lubang jari menuju celah-celah dinding batu. Mana biru merambat ke berbagai celah dinding lalu bertemu dan terfokus dalam satu titik di hadapan Altair.
Pintu tembok tersebut menghilang perlahan dan terlihat lemari besar dengan rak-rak pembatas, di sana terdapat barang-barang kuno yang sudah ada di zaman awal terbentuknya kerajaan termasuk batu keras milik Onder de kakek ke 1000 tahun.
Altair melihat cawan berwarna merah gelap, di sekelilingnya terdapat mata batu berwarna hitam berukuran kecil. Altair bergegas mengambil cawan yang ingin segera keluar sebelum ayahnya kembali masuk kesana yang akan membuatnya terjebak entah sampai berapa lama.
Cawan yang terletak di paling atas rak dibungkus ke dalam selimut cokelat tua yang dia bawa semenjak dari kamar. Altair turun dan keluar dari menara sihir.
Altair kembali ke kamar dan mulai membuka bungkusan yang dia pegang erat sejak tadi dengan perlahan, dia melihat asap berwarna hitam mengitari cawan.
Matahari yang mulai menerang terlihat di balik jendela-jendela gorden.
“Tuan? Apakah tuan sudah bangun? Saya akan membersihkan kamar.” terdengar suara dari luar yang tidak asing untuk didengar.
“Aku sudah bangun, nanti saja kau membersihkan kamar Mary.” jawab Altair yang tengah berdiri di sebelah meja belajar.
“Bagaimana dengan sarapannya tuan? Apakah saya harus membawakannya? Atau tuan mau makan bersama?” tanyanya lagi.
“Tidak perlu. Jika aku lapar aku akan mengatakannya kepada kepala pelayan.” sambung Altair sambil melihat ke arah pintu khawatir jika Mary tiba-tiba masuk ke dalam.
“Baik tuan”
Setelah yakin Mary tidak menanyakan apapun lagi di balik pintu, Altair kembali melihat ke arah cawan yang berada di hadapannya dia mulai memberanikan diri untuk memegang dengan tangan langsung.
Cawan itu terlihat sangat tua mungkin butuh beberapa sedikit polesan agar membuatnya sedikit berkilau karena dikelilingi dengan Mana sihir, cawan yang di pegang Altair terlihat terawat meski warna yang ada di cawan terlihat tua.
Saat membalikkan cawan untuk melihat sisi-sisinya, ada benda yang terjatuh di dalamnya ternyata kalung liontin berbahan giok berwarna hijau bulat pasti terikut di dalam cawan tadi.
“Wah, bagus sekali kalung ini” ucap Altair sambil memungut kalung yang terjatuh ke bawah.
“Jadi, aku harus meletakkan darahku di dalam wadah ini sampai penuh dan makhluk magis akan datang.” sembari bergantian melihat cawan yang masih dipegang dengan tangan lain.
“Butuh berapa banyak aku harus mengumpulkan darahku ke sini?” tanya Altair sendiri.
Altair mencari sesuatu di tempat meja belajar mungkin ada alat yang bisa membantunya mengeluarkan darah. Altair menemukan sebuah pisau lipat di dalam laci meja dan mengambilnya lalu melukai tangan kiri serta memasukkan darah dalam cawan.
Darah yang dikeluarkan Altair hanya sedikit, tidak sampai memenuhi dari ¼ cawan dan itu sudah membuatnya kelelahan karena mengeluarkan Mana serta darah milik Altair.
“Bagaimana jika ayah menanyakan tentang lukaku ini?”tanya Altair sambil merobek baju yang masih dia gunakan untuk menutupi luka.
“Aku bisa saja mengatakan bahwa aku sempat terluka saat berduel namun, jika luka ini masih belum sembuh pasti dia akan mencurigainya,” jawab Altair sambi membalutkan kain di tangannya.
Altair juga harus menyembunyikan cawan ini supaya tidak ada yang bisa menemukannya terutama orang-orang masuk untuk membersihkan kamar tidur.
Perhatian Altair juga tertuju kepada kalung yang sangat cantik itu.
“Mungkin yang ini masih bisa aku sembunyikan” ucap Altair diikuti saat dia memakai kalung di lehernya.
Perasaan lembab karena tidak adanya sirkulasi udara, membuat di dalam kamar terasa gelap dan pengap Altair berjalan untuk membuka beberapa jendela di kamar.
Mengunci pintu masuk kamar dan Altair bersiap untuk membuka baju yang dari kemarin masih dia pakai perasaan kotor, bau darah serta debu membuat tubuh Altair terasa lengket dengan baju yang penuh dengan robekan.
Altair membuka pakaiannya terlihat debu serta keringat mengalir di antara tubuhnya yang kekar dan indah beberapa butiran keringat mengalir deras di atas dada serta otot perut.
Altair menuju kamar mandi dan juga langsung mengunci kamar mandi dia khawatir terjadi lagi insiden yang seperti dia lalui kemarin pagi di mana pelayan dan kepala pelayan memergokinya telanjang.
Masih ada perasaan risih untuk membuka celana yang Altair kenakan sekarang namun, bagaimanapun jika benar-benar Claretta terjebak dalam tubuh Altair untuk waktu yang cukup lama dia harus mengikuti alur cerita dan harus terbiasa dengan kehidupannya di dalam novel terutama dia harus bisa dan terbiasa menyesuaikan dengan bentuk tubuh laki-laki.
Di hadapan sebuah cermin yang kemarin dia gunakan Altair berdiri sambil melihat tubuhnya sendiri, lalu membuka sapu tangan milik Mary di lehernya.
“Sungguh? Apakah semua laki-laki memiliki tubuh yang sangat indah? Aku baru mengetahuinya,” ucap Altair sambil memegang bekas luka di lehernya.
“Aku berharap bisa kembali ke tubuhku sebelumnya dengan rambut panjang dan warna mata cokelat” ucap Altair sambil memegang pantulan dirinya yang tengah berdiri di depan cermin besar.
Sebuah sinar keluar dari kalung yang dia pakai yang Altair merubah sosoknya menjadi Claretta di dunia nyata Claretta terkejut dan senang melihat dirinya yang sudah kembali lengkap dengan tubuh perempuan.
Claretta menyadari jika kalung yang digunakan sangat berguna dengan hanya memikirkan orang yang diinginkan maka tubuhnya berubah menjadi sosok yang lain namun, tubuh Claretta sangat berbeda dengan ciri-ciri yang ada di kekaisaran dan rakyat Rhodes seperti orang asing dari kerajaan lain.
Altair menyadari seberapa bencinya orang-orang di kekaisaran Rhodes jika mengetahui orang asing tinggal di negaranya dan jika dia memakai tubuh perempuan akan sangat susah untuk dirinya bergerak dengan lincah.
Mana dalam kalung itu mulai memudar dan Altair kembali ke wujud semula Mana yang ada dalam tubuh Altair telah habis membuat Altair hampir saja berteriak kembali karena melihat tubuh laki-laki beruntung dia menahannya dengan menutup mulut. Perasaan kesal dan jengkel muncul kembali di benak, Altair mencoba untuk menarik nafas untuk menenangkan diri.
Perlahan Altair membuka celana yang dia kenakan dan tersembunyi sebuah celana dalam berwarna putih sedang membalut daerah vital miliknya dengan keadaan terpaksa Altair juga harus melepas celana dalam itu dengan menutup mata Altair yang tidak ingin melihat kemaluannya sendiri perlahan membuka mata dan melihat ke arah cermin setelah benar-benar tidak ada selembar kain yang menutupi tubuhnya.
“Aahhh... ereksi laki-laki di pagi hari.” ujar Altair yang sudah mempelajari struktur tubuh pria dewasa dengan wajah datar.
Tidak ada teriakan yang keluar dari mulut seakan Claretta sudah mulai terbiasa dengan tubuh barunya namun, muka Altair memerah menahan perasaan malu, marah dan kacau membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.
Dengan mempersiapkan diri untuk menerima keadaan tubuhnya yang baru Altair berkeringat mengucur kembali dan jantung Altair berdegup dengan kencang.
Bentuk otot yang indah disana serta keringat yang mulai mengucur di antara sela-sela paha dan selangkangan. Benda itu naik turun sesuai kehendak pemiliknya.
Altair langsung berlari dan melompat masuk ke dalam kolam menghidupkan air untuk mandi lalu menuangkan sabun yang diambil secara acak untuk dilarutkan kolam mandi. Altair terlarut dalam lamunannya.
Altair berjalan ke ibu kota Rhodes melihat lingkungan di luar mansion terlihat sangat ramai banyak orang yang berkeliaran. Altair memutuskan untuk keluar dari mansion untuk beberapa hari, setelah mandi Altair bersiap melengkapi barang-barang yang akan dibawa untuk pergi malam itu. Altair memilih untuk keluar kabur dari keluarganya karena jika dia meminta izin terlebih dahulu sangat dipastikan ayahnya tidak akan memberi izin meninggalkan mansion. Altair juga sudah memberikan selembar kertas ke ayahnya jika di akan pergi beberapa hari untuk mengunjungi kota ibunya dulu. Altair berharap jika dirinya terlibat masalah selama diluar ayahnya bisa memakluminya. Meskipun Altair tidak berharap ayahnya tidak dapat membela atau membantunya nanti. Setelah memastikan semua orang tidak terlihat berkeliaran di sekitar mansion Altair pergi melalui jendela di dalam kamarnya. Memakai jubah hitam menutupi wajahnya dan menyandang tas kecil yang berisikan beberapa koin emas
Altair pergi ke suatu tempat di sana terdapat banyak orang sedang berkumpul melihat sesuatu. Matahari sudah mulai menyambut pagi seorang pria paruh baya duduk bersama dengan orang yang sedang melakukan judi jalanan dengan dikelilingi orang yang sedang melihat permainan mereka. “Coba tebak,” ucap si pria yang terlihat seperti pemilik judi. “Kali ini jika kau menang aku pasti akan melipat gandakan taruhan mu,”ucapnya lagi sembari menggigit tusuk gigi. Pria yang berada di hadapannya itu terlihat seperti orang yang cukup kaya lalu dia mengeluarkan beberapa koin emas di dalam kantongnya meletakkan koin di atas kartu yang dipilihnya dengan gugup. “Kali ini kau harus membayarku lebih,” ucapnya sambil meletakkan koin tersebut di sebelah kanan. “Tenang saja,” jawabnya dengan santai. Altair yang sudah berdiri di samping pria yang bertaruh sedang memperhatikan jalannya permainan. Si Bandar membuka kartu pilihan lawannya dengan kartu 3 hat
Pagi Pun tiba, Altair tengah bersiap-siap untuk pergi dari penginapannya semalam. Setelah kembali dari kasino Altair langsung masuk ke dalam penginapan dan segera dia mengumpulkan darah ke dalam cawan. Cawan itu terisi penuh oleh darah Altair dan langsung membuatnya lemas lalu tertidur. Sekarang Altair bangun dengan keadaan segar bugar setelah semua siap, Altair melihat ke arah cincin di jari telunjuknya. Di tengah lingkaran sudah terlihat berwarna merah penuh dengan darah Altair. Merubah lagi menjadi sosok orang lain dengan kekuatan Mana di kalung lehernya. “Sekarang waktunya,” ujar Altair dengan semangat. “Semoga makhluk yang agung ini bisa membantuku keluar dari dunia ini,” ucap Altair sembari mencium cincin. Altair pergi menuruni tangga penginapan, memesan makanan dan pergi ke pasar. Altair pergi ke pasar untuk membeli bubuk batu Mana dan bubuk peri emas. Selama Altair berada di ibu kota, dia melihat sendiri bagaimana rakya
“Masih anak-anak yang belum menjadi penerus pengendali Mana seutuhnya,” terdengar suara kecil yang membisik. Altair berusaha mencari asal suara dan menemukan sebuah makhluk sedang melayang di sebelah bahu kirinya. Memiliki tubuh seperti manusia berbadan ubur-ubur dengan hiasan rumbai seperti gadis belia dengan rambut diikat ke belakang. “Kamu ini apa?” tanya Altair dengan penasaran.
Pagi sudah terlihat dan Altair sudah berada di dapur umum untuk sarapan hari ini dia sudah bisa kembali merubah diri menjadi orang lain. “Sepertinya Manamu sudah kembali,” ucap Pino yang sedang duduk di pundak Altair. Altair tidak menghiraukan perkataan Pino dia sedang fokus untuk mencari kemungkinan dimana Saintess berada. “Aku bisa membantumu lalu kau bisa segera keluar dari sini,” Altair menoleh ke arah Pino melihat Altair yang menoleh ke arahnya Pino mulai gugup seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Pino mulai kembali lega, setelah Altair tidak menatapnya lagi. “Aku tidak ingin terburu-buru dan akan berusaha keras untuk menemukan Saintess dengan caraku sendiri.” jawab Altair. “Dia bukan orang biasa yang bisa dengan mudah ditemukan oleh orang sepertimu,” “Dia hanya bisa berbicara jika itu berhubungan dengan wahyu dewa atau yang semisalnya karena Saintess membangun lingkaran sihir untuk menyembunyikan dirinya
Altair masih berdiri di posisi yang sama sejauh yang dia lihat hanya sebuah tembok putih tanpa ada sesuatu setelah Altair menyesuaikan pandangan dengan sekitar, Altair mulai berjalan menyusuri tempat. Kosong dan aneh berada saat berada di dimensi lain Saintess sudah menunggu di bangku duduk yang luas melihat ke arah Altair yang berjalan mendekatinya. “Terima kasih banyak sudah mau menolongku untuk bertemu dengan dewa,” ucap Altair yang tiba dan berdiri di hadapan Saintess. Saintess kemudian berdiri tanpa mengucapkan sesuatu, setelah berjalan beberapa langkah dia merentangkan kedua tanganya ke atas langit dan mengucapkan doa. Altair melihat dari dekat apa yang Saintess lakukan lalu muncul cahaya besar yang sangat menyilaukan mata. Ukuran cahaya sangat besar seperti matahari namun, tidak panas terasa sejuk dan dingin. Perasaan damai yang menyelimuti cahaya berada di depan mereka membuat Altair tidak ingin kembali ke dunia manusia. Saintess terli
“Bagaimana mereka bisa sampai ke sini?” tanya Altair dengan penasaran. Pino Pun menjawab,”Entahlah, mereka mengikutimu sangat gigih,” “Apa kau punya musuh sebelumnya?” tanya Pino balik. “Aku tidak tahu, tapi kalau Altair...” ucapan Altair terpotong karena tiba-tiba seseorang sudah berada di atas kepala Altair untuk menyerangnya. Sedari tadi orang itu sudah berada di atas pohon sebagai pemandu dari atas, melihat Altair yang hendak naik ke atas pohon yang sama, bandit itu bersembunyi ke arah pohon yang lebih tinggi lagi. Bandit yang menerjang dari atas sedang memegang sebuah belati di tangan kirinya dengan tangan yang lain hendak mencengkram badan Altair. Melihat gerakan bandit Altair menghindari serangannya. Di bawah sudah banyak bandit yang sedang menunggunya untuk jatuh. Altair berdiri di ujung dahan pohon dengan keadaan terdesak dari bawah beberapa orang sedang memanahinya dengan anak panah dan tombak. Altair harus berk
Suara bising orang-orang sedang berbicara Altair yang sudah sadar mendengarkan suara mereka meringkuk di sebuah peti kayu dengan ukuran yang tidak besar dan membuat badan Altair terhimpit. “Kapan dia akan datang?” tanya seorang anggota bandit yang tengah mengacungkan tombak ke arah Altair berjaga agar supaya dia tidak lari. “Mereka masih di jalan.” jawab yang lain. Altair berusaha pelan-pelan melepaskan ikatan tangannya yang berada di belakang benda yang mengikat tangan Altair terasa dingin meraba pola dan lubang kunci. Altair mencoba mengeluarkan Mana untuk membuka besi tebal yang berisikan manik-manik dengan memusatkan Mana di seluruh tangan untuk membuka celah pola di lubang namun, usahanya sia-sia. Manik yang mengikat tangannya menyerap sedikit demi sedikit Mana miliknya. Terdengar suara orang-orang dan pintu besi digerakkan. Altair gelisah karena orang yang masih menghunuskan tombaknya tidak bergerak sedikitpun dari sana.