Share

Pacar Bayaran

"Ge?"

"Geo, sini!" panggil Mama Alya yang menyadarkan Geo dari lamunannya.

Perlahan, Geo mendekat. Mama Alya memperkenalkan Gea kepadanya. Keduanya pun sama-sama berpura-pura tidak saling mengenal.

"Geo."

"Gea."

"Wahh, sepertinya kalian memang ditadirkan jodoh. Secara dari nama saja kalian udah mirip," celetuk Mama Alya membuat Gea menahan rona merah di pipinya.

Padahal mereka berdua sudah saling kenal, dan sempat berpacaran. Kalau kedua orang tuanya tau, mereka pastu akan kaget sekaget-kagetnya.

Makan malam berjalan sangat lancar. Setelah itu, mereka berdua diberi waktu untuk saling, walaupun waktu yang di maksud tidak akan cukup.

lima hari lagi mereka berdua sudah akan melangsungkan pernikahan. Dan besok pagi, Gea sudah harus fitting ulang baju pengantinnya.

Geo dan Gea duduk di teras dekat taman bunga milik Mama Alya. Cukup lama keduanya saling bungkam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Tidak tau apa yang harus mereka bicarakan. Syok itu sudah pasti. Dunia ini terkadang lucu dan ngajak bercanda.

"G-gue nggak nyangka, ternyata kamu orangnya," ucap Geo kaku membuka pembicaraan.

Gea hanya bisa menghela nafasnya panjang. Dirinya juga merasa keheranan. Kenapa dari berjuta-juta penduduk Jakarta, tapi kenapa harus Geo yang akan jadi calon suaminya.

"Aku juga," balas Gea singkat.

Kemudian kembali hening cukup lama. Geo dan Gea mati kutu, tidak tau harus berbicara apa? Mereka memang saling kenal, temen SMA, dan mantan pacar juga. Tapi hubungan mereka selama ini tidak pernah baik-baik saja.

"Kenapa kamu mau menerima tawaran orangtuaku?" tanya Geo memecah keheningan lagi.

"Ya apalagi, kalau bukan uang?" jawab Gea terus terang.

"Emang dari dulu kamu sama aja," ejek Geo.

Bodo amat apa kata Geo. Toh, Gea juga nggak peduli jika laki-laki yang akan di nikahinya ini memberikan cap mata duitan kepada dirinya.

Dia harus realistis. Kalau mau menuruti keinginannya, Gea jelas akan menolak semua tawaran ini. Tapi apalah daya, demi Ayahnya yang sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi dan perawatan di rumah sakit.

"Terserah kamu mau ngatain aku kayak apa."

Kemudian Geo melirik ke arah Gea, memperhatikan gadis yang duduk di seberangnya. Keduanya hanya berjarak satu meter oleh meja kecil di tengahnya.

Gadis yang akan di nikahi Geo itu terlihat lebih cantik dari yang Geo ingat dulu. Rambutnya hitam legam dan lebih panjang, serta tubuhnya yang semakin aduhai bak gitar Spanyol.

Dulu jaman SMA, Gea termasuk cewek yang nggak suka berdandan. Beda jauh sama temen-temen cewek yang dulu sering ngejar-ngejar dia, mereka pasti selalu berdandan. Tapi, walaupun begitu, Gea tetap terlihat sangat cantik.

"Besok kata Mama kamu, kita bakalan fitting baju pengantin." Gea mulai bersuara lagi.

Keheningan dan kecanggungan terasa mencekiknya. Sebenarnya ada banyak sekali yang ingin Gea tanyakan kepada laki-laki yang duduk bersamanya ini. Kenapa keluarganya sampai harus mencari pengantin pengganti seperti dirinya saat ini?.

"Ok," jawab Geo.

"Kita bisa pergi setelah pulang kerja."

"Emang kamu kerja di mana?"

"Di perusahaan MHN Grup."

"Oh."

MHN Grup adalah salah satu anak perusahaan milik keluarga Geo, yang berada di bawah kepemimpinan kakaknya, Gading. Tapi Geo memilih tidak mengatakan hal itu.

Dan sepertinya Gea juga tidak mengetahui hal itu.

Dari Mamanya, Geo hanya tau kalau Gea adalah anak dari sahabat Papanya.

"Kalau udah nggak ada yang mau di bicarakan, aku mau pulang sekarang," kata Gea.

"Ok, pertemuan kali ini sepertinya cukup." Geo menyetujui hal itu.

Maunya Gea semoga nggak ada lagi pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya. Tapi hal itu hanya bisa terjadi dalam mimpinya.

"Aku mau pamitan dulu sama Om dan Tante dulu."

"Iya. Abis itu aku yang akan anter kamu pulang."

"Enggak!" Tolak Gea keras hingga Geo pun ikut terkaget.

"Buset. Kenapa emang?"

"Aku bisa pulang sendiri."

"Ini kan udah malem. Nggak baik buat cewek pulang sendirian."

"Kamu pikir, aku nggak bisa pulang sendiri?"

"Nggak usah keras kepala deh, Gea."

"Makasih atas tawarannya, tapi aku menolak." Gea langsung berdiri dari tempat duduknya, meninggalkan Geo yang masih bengong melihat dirinya.

"Dasar, nenek lampir kepala batu!" gumam Geo yang masih terdengar hingga ke telinga Gea.

"Dasar curut bau!" balas Gea tak mau kalah.

------------------

Hari ini Gea masuk kerja sekaligus ingin mengajukan cuti untuk beberapa hari. Pernikahannya yang hanya tinggal menghitung hari itu, membuat dirinya tidak bisa fokus bekerja untuk beberapa hari, bahkan tidak sempat menengok ayahnya di rumah sakit.

Pernikahan yang tidak pernah di sangka-sangka sebelumnya, yaitu dengan mantan kekasih Gea waktu SMA. Meskipun waktu pacaran Gea dan Geo hanya singkat, itu pun karena di dasari dengan uang dan rasa terpaksa.

Gea kembali mengingat saat-saat Gea pertama kali mengajaknya untuk pacaran.

Di lorong sekolahan yang sedang sepi, Geo menyudutkan Gea di tembok dekat gudang sekolah. Kedua tangan cowok itu pun mengurung tubuh kecil Gea.

"Ayo ngomong. Cepetan kalau mau ngomong! Kalau nggak ngomong-ngomong gue mau pergi sekarang!" ucap Gea jutek.

"Astaga, Gea. Gue aja belum ngomong."

"Ya, udah cepetan ngomong. Lama amat s-."

"Gue mau loe jadi pacar Gue."

Mata Gea membulat sempurna dengan telinga yang terus berdengung cukuo lama, menerima informasi mengejutkan yang baru saja di dapat. Apa tadi? Geo bilang apa? Geo mau jadiin dia pacarnya? Gila...!

"Loe pasti lagi mabok, ya?"

"Enggak."

"Loe pasti abis kebentur sesuatu gitu?"

"Enggak."

"Kesambet demit?"

"Enggak juga, Gea."

"Terus ngapain loe ngomong kaya gitu ke gue?"

"Ya, soalnya gue mau elo jadi pacar gue sekarang."

"Gila!" Gea sampe kehilangan akal sehatnya. "Kenapa juga gue harus mau jadi pacar loe?"

"Ya, karena cuma elo yang cocok buat jadi pacar gue," ucap Geo. Dirinya tidak mungkin mengakui perasaannya kalau ia menyukai Gea. "Cuma elo yang nggak pernah suka dan tertarik sama gue."

"Hah? waras loe? alasan macam apa itu?"

Menurut Gea, itu adalah jawaban teraneh yabg pernah ia dengar saat cowok ngajak pacaran seorang cewek. Bagaimana bisa, dua orang yang nggak saling suka bisa bersatu dan berpacaran.

"Enggak-enggak-enggak... Gue nggak mau!"

"Ayolah Gea, Please. Kita pacaran. Jadi pacar gue."

"Enggak. Gue nggak mau."

"Yakin? Masih mau nolak kalau gue maksa elo?"

"Elo nggak bakalan berani."

"Siapa bilang? Loe pikir gue nggak berani?"

Tiba-tiba bulu kuduk Gea berdiri, merasa takut dengan gertakan Geo. Gea takut kalau cowok di hadapannya ini bakal berbuat yang aneh-aneh.

Geo menyeringai lalu mendekatkan wajahnya, yang hanya berjarak satu jengkal dengan wajah Gea. Membuat Gea langsung memalingkan wajahnya. Melihat hal itu, Geo tersenyum sambil berbisik ke telinga Gea.

"Loe bakalan gue bayar kalau elo mau jadi pacar gue."

Gea yang sedang memejamkan mata itu langsung melotot tidak percaya. Dirinya tidak menyangka kalau Geo akan mengatakan hal tersebut.

Tadinya ia sudah perpikir hal yang macam-macam dengan Geo. Kini, tawaran Geo sangat menggiurkan baginya. Lumayan lah bisa dapat duit juga selama jadi pacar Geo. Setidaknya dirinya nggak perlu minta uang jajan kepada orang tuanya.

"Mau bayar berapa loe?"

Geo tersenyum samar mendengar pertanyaan Gea.

"Satu juta untuk satu minggu." Bagi Geo, uang satu juta tidak ada apa-apanya asal bisa dapetin Gea buat jadi pacarnya.

Mengetahui jumlah yang akan dia dapatkan, membuat Gea semakin melebarkan matanya. Bagi Gea, satu juta dalam seminggu itu sangatlah banyak.

"Deal."

**

"Whoooyy..." Anis mengagetkan Gea yang sedari tadi diam melamun.

"Astaga! Anis. Kalau jantung gue copot gimana?" gerutu Gea.

"Nggak mungkin jantung loe copot. Biasanya juga elo yang bikin jantung orang copot," bantah Anis teman satu devisinya.

Gea bekerja di perusahaan MHN grup. Di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang periklanan. Sedangkan Gea sendiri bekerja di bidang administrasi.

Anis sedang berdiri di batas kubikel yang membatasi meja kerja mereka. Memperhatikan Gea yang tidak seperti biasanya. Dia mengetahui kalau ayah rekan kerjanya itu sedang sakit di rumah sakit, dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Namun anehnya, Gea terlihat sangat murung lebih dari biasanya. Seperti sedang memiliki beban tambahan yang sangat berat yang gadis itu pikul.

Anis berniat mengajak Gea untuk makan bakso saat pulang kerja nanti, untuk menghibur rekan kerjanya itu.

"Ge, ntar pulang kerja kita makan bakso bareng, yuk. Gue yang traktir," ajak Anis.

"Sorry, Nis. Gue nggak bisa," jawab Gea langsung.

Tumben sekali Gea menolak ajakannya. Apalagi kalau ada kata 'Gratis'.

Anis mengerutkan dahinya. "Kenapa? Tumben?"

"Gue aja janji sama orang."

"Siapa? Klien?"

"Bukan. Ada pokoknya, elo nggak perlu tau." Gea mengibaskan tangannya.

Gea nggak mungkin juga jujur sama Anis. Kalau dirinya jujur sama Anis, bisa-bisa jantung rekan kerjanya itu copot beneran kalau tau besok dirinya bakalan menikah.

Selain orangtuanya, tidak ada yang tahu soal pernikahan ini. Karena acaranya mendadak, lebih baik kalau Gea memang menghindari gosip yang tidak-tidak.

"Sama Jerry," ucap Gea bohong pada akhirnya.

Jerry adalah adik Gea yang masih bersekolah di bangku SMA. Anis juga beberapa kali bertemu dengannya.

"Mau ke mana kalian?" tanya Anis.

"Jenguk ayah di rumah sakit."

"Oh. Ya udah kalau gitu. Besok aja kita makan baksonya."

Gea menggoyangkan tangannya dengan cepat. "E-enggak bisa juga. Besok gue cuti kerja."

"Hah, cuti? Mau ke mana loe cuti-cuti segala?" tanya Anis heran. Matanya menatap Gea penuh curiga.

"Nggak papa, pengen aja gitu nemenin Ayah di rumah sakit untuk beberapa hari tanpa pusing mikirin kerjaan di kantor," alasan Gea.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status