Share

Batal Menikah

Keadaan di rumah besar keluarga Mahendra terasa sangat tegang. Semua orang di dalamnya terlihat sangat marah dan kecewa.

"Nggak ada satu pun orang yang tau ke mana perginya Jeslyn," kata Gading yang merupakan kakak dari Geo Mahendra, sedang berdiri di samping kedua orang tuanya yang duduk di sofa.

Sedangkan di sisi lain sofa di ruangan tersebut, terlihat seorang pria yang lebih muda dari Gading terduduk lesu, sambil menunduk memegangi kepalanya.

"Aku akan mencoba mencarinya lagi," ucap Geo sambil beranjak dari sofa.

"Kembali ke tempat dudukmu!" cegah Gading.

"Kau gila, ya? Untuk apa merendahkan dirimu, hanya untuk wanita yang jelas-jelas sudah tidak mau menikah denganmu."

Geo semakin tidak bisa berbuat apa-apa, setelah ucapan kakaknya telak menampar harga dirinya.

Wanita yang sudah sangat ia kenal dan sudah ia pacari sejak bangku kuliah di luar negeri itu kabur meninggalkan pernikahannya tanpa kejelasan apapun. Bak ditelan bumi, kepergian wanita itu tak ada satu pun yang tau, termasuk kedua orangtua Jeslyn.

"Apa kau masih mau mencari wanita seperti itu?" tanya sang kakak yang ikut emosi dengan kejadian tersebut.

"Kedua orang tuanya saja nggak tau kemana perginya wanita itu. Dan harus kamu pahami lagi, wanita itu udah nggak mau menikah sama kamu."

"Aku tetap akan cari dia, Kak. Aku mau minta kejelasan sama dia, kenapa tega lakuin itu sama aku."

"Semuanya udah jelas, Geo. Wanita itu udah nggak cinta sama kamu."

"Nggak mungkin. Itu nggak mungkin!" tolak Geo sambil menggelengkan kepala.

"Apanya yang nggak mungkin sih? Setelah keluarga kita udah bantu keluarga dia dari kebangkrutan, terus apa yang mereka kasih ke kita sekarang? Mereka malah membuat malu keluarga kita, dengan pergi dua hari sebelum acara pernikahan!"

"Cukup!" potong papa yang sedari tadi diam mendengarkan perdebatan kedua putranya itu. "Jangan berdebat lagi! Dan kamu Geo, jangan pernah mencari wanita itu lagi!"

"Tap-"

"Jangan membantah! Papa sudah nggak sudi kamu berhubungan dengan wanita itu lagi. Tidak perduli seberapa cinta dan sayangnya kamu sama dia."

"Iya, Geo. Papa kamu benar," sahut mama. Wanita yang telah berjuang nyawa untuk melahirkan Geo tersebut tampak sedih dan kecewa.

"Ma, aku-"

"Cukup, Geo!" Mama mencoba menahan emosinya. "Jangan pernah lagi bahas wanita itu di hidupmu!"

Geo akhirnya menurut. Tanpa ada satupun orang tau, bahwa dirinya akan tetap mencintai Jeslyn, dan akan terus bersemayam di hatinya.

Geo yakin, pasti Jeslyn punya alasan tersendiri kenapa dia tega melakukan hal tersebut. Atau mungkin Jeslyn sedang dalam keadaan tertekan atau ada orang yang memaksa calon istrinya itu untuk meninggalkan dirinya.

"Mama dan papa sepakat, akan terus melanjutkan pernikahanmu tapi dengan wanita pilihan mama."

"T-tapi, Ma-"

"Cukup! Tidak ada lagi penolakan, Geo. Sudah cukup keluarga kita di permalukan oleh keluarga wanita tak tau diri itu. Mama sudah nggak sanggup lagi kalau kembali di permalukan dengan gagalnya pernikahanmu ini."

"Apa kamu nggak memikiran keadaan Eyang? Eyang bisa-bisa terkena serangan jantung kalau tau kamu gagal menikah."

Setelah terdiam sesaat, mamanya melanjutkan, "Eyang adalah orang yang paling bahagia saat tau kamu akan segera menikah dan mau kembali pulang dari Eropa. Mama tidak sanggup melihat Eyang sedih dan kecewa akan hal itu."

"T-tapi, aku tetep nggak mau, Ma!" tolak Geo lagi.

Tidak ada satu pun yang menyahuti ucapan dari Geo.

"Kamu harus segera mempersiapkan dirimu, Geo," lanjut Mama.

"Dan usahakan Eyang jangan sampai mendengar kabar perihal kegagalanmu ini," perintah Papa Geo.

***

Jam lima lebih sepuluh menit Gea keluar dari kantornya. Gadis itu sudah membuat janji dengan calon mertuanya untuk bertemu di salah satu butik yang Gea tau cukup terkenal di kota jakarta.

Karena, hanya orang-orang yang punya banyak uanglah yang mampu membeli gaun di butik itu, termasuk kalangan selebrirti.

"Selamat sore tante. Maaf saya terlambat, tadi ada sedikit macet di jalan," kata Gea pada mama Geo. Di usianya yang tak lagi muda, mama Geo masih terlihat sangat cantik di bandingkan wanita lain di usianya.

"Tidak apa-apa, Gea. Saya juga baru datang. Dan, kamu jangan panggil tante lagi. Panggil aku mama seperti Geo memanggil aku mama. Karena sebentar lagi kan kamu bakalan jadi anak mama juga," ujar mama Alya.

"Iya tante maaf."

"Loh, kok tante lagi sih? Ma-ma. Ayo coba lagi," perintah mama Alya.

"I-iya M-ma-ma." Bersamaan dengan hembusan nafas Gea yang sedikit tertahan. Rasanya masih sangat canggung dan terlalu cepat, bagi Gea memanggil mama kepada tante Alya.

"Nah, gitu kan enak dengernya. Ayo kita duduk dulu di sana." Mama Alya dan Gea berada di lounge butik yang berada tepat di lantai dua.

Beberapa saat kemudian, seorang pegawai butik datang, dan menyuguhkan secangkir teh untuk Gea dan mama Alya.

"Terima kasih," ucap Mama Alya.

Pegawai yang cantik tinggi semampai hanya membalas dengan senyuman, lalu pergi.

"Tunggu sebentar lagi, lucy akan datang kemari."

Belum sempat Gea menanyakan perihal siapa Lucy, tiba-tiba datang seorang wanita cantik berusia sekitar tiga puluh tahunan. Wanita cantik yang berwajah oriental itu duduk di hadapan Gea dan mama Alya.

"Maaf Nyonya Mahendra, sudah membuat anda menunggu lama," ucapnya menyesal.

"Tidak apa-apa, Lucy. Kami berdua juga baru datang," balas mama Alya. "Oh iya, kenalin ini Gea, calon menantuku yang mau cari gaun pengantin di tempatmu ini."

"Ah, jadi ini calon pengantinnya. Cantik sekali. Geo pinter sekali cari calon istri. Perkenalkan saya Lucy," sapa Lucy sambil menjulurkan tangannya.

Dengan sopan Gea menyambutnya. "Gea Marisa."

"Nama kembar sama Geo ya. Jadinya Gea dan Geo. Jodoh dari Tuhan memang tidak ada yang tau, ya."

Mendengar hal itu Gea hanya tersenyum saja.

"Terus, di mana Geo?"

"Mungkin dia agak sedikit terlambat," jawab mama Alya.

"Oh begitu. Bagaimana kalau kita langsung saja lihat gaun pengantinnya. Saya sudah menyiapkan beberapa gaun pengantin, yang pasti akan lebih bagus dan lebih cantik dari sebelumnya. Apalagi dengan tubuh Nona Gea yang ramping ini dan putih ini, akan terlihat sangat elegan."

Lucy langsung terdiam sejenak, merasa ada kalimat yang di ucapannya salah. Dan, dia juga menyadari kalau Nyonya Mahendra menatap tajam ke arahnya. Untuk mengurangi rasa canggung yang mendadak menghampirinya, Lucy berdehem lalu memanggil pegawainya untuk mengeluarkan seluruh koleksi gaun pengantin yang sudah di pesan oleh keluarga kaya itu.

Dua pegawai Lucy datang mendorong troli gantungan baju, yang terdapat tiga gaun dengan model yang berbeda. Kemudian datang lagi dua pegawai, mendorong dua manequin yang sudah terpasang kebaya putih dan satunya lagi gaun putih yang berhiaskan dengan crystal.

Mata Gea terasa sangat silau memandang keindahan dan kemewahan gaun di hadapannya. Tidak pernah sekali pun, Gea membayangkan akan menggunakan gaun semewah nan mahal itu dalam hidupnya.

Di troli gantungan baju itu ada beberapa gaun pengantin yang tidak kalah indah dan mewah. Gea sampai gemetar saat menyentuh gaun-gaun itu. Butuh berapa tahun dirinya bisa membeli gaun seperti itu, bila hanya menggunakan gajinya saja.

"Apa kamu suka?" tanya Mama Alya yang mengamati ekspresi wajah calon menantunya.

"I-ini sangat cantik, Tante."

"Ups, Ma. Bahkan gaun-gaun ini terlalu cantik dan bagus untukku. Aku tidak pantas untuk memakainya."

"Jangan berkata seperti itu. Kamu adalah calon menantu keluarga Mahendra. Kamu layak mendapatkan ini semua. Kamu harus tampil memukau di hari bahagiamu nanti. Buat Geo terpesona saat melihatmu di hari pernikahan nanti."

Gea mengangguk, menuruti ucapan dari mama Geo tersebut.

"Kalau begitu, cobalah dulu mana yang kamu suka," pinta mama Alya.

"Itu pasti akan sangat cantik dan pas di tubuhmu."

Gea kembali mengangguk, lalu masuk ke dalam ruang ganti bersama kedua pegawai butik tersebut, untuk membantu Gea memakai gaun-gaun pilihannya. Pertama, Gea memilih untuk mencoba kebaya putih, yang tadi di pasang di manequin.

Begitu tirai di buka, terlihat Gea sangat cantik dan anggun dengan kebaya putih pilihannya itu. Begitu pas di tubuh ramping Gea. Sama halnya dengan mama Alya, dia juga menyukai kebaya yang di pakai oleh Gea.

Gea pun kembali masuk, dan berganti dengan gaun yang di penuhi dengan crysal. Dan saat tirai di buka, nampak Gea dengan gaun crystalnya itu begitu menyilaukan mata Geo yang sudah hadir di sana.

Lelaki itu terpesona saat melihat kecantikan mantan pacarnya itu, bak putri di dalam dongeng. Sangat cantik.

Hingga membuat keduanya saling menatap, terpaku cukup lama sampai pertanyaan dari mama Alya menyadarkan keduanya.

"Gimana? Gea cantik, kan?"

Geo menoleh ke arah mamanya, "I-iya."

Akui Geo lalu kembali menatap calon istrinya itu.

Setelah selesai memilih gaun pengantin yang akan Gea gunakan saat pernikahan nanti. Gea berpikir telah terbebas dan akan segera pulang ke rumah.

Namun Gea salah besar. Karena calon mertuanya itu mengajaknya untuk makan malam bersama, sebelum lanjut mengajaknya lagi ke studio foto, untuk melakukan foto prewedding bersama Geo.

"A-apa? Foto prewedding?" batin Gea.

Dirinya harus berpura-pura bahagia bersama Geo di depan kamera? Itu adalah pekara yang cukup sulit untuk Gea lakukan. Di tambah tubuhnya yang terasa remuk, dan ingin segera beristirahat di kasur empuknya di kamar.

"Kamu capek?" tanya Geo yang sedari tadi memperhatikan wajah Gea yang terlihat sangat kelelahan.

"Enggak," balas Gea singkat.

Gea berusaha sebisa mungkin untuk terlihat baik-baik saja, walaupun sebenarnya ingin teriak, ingin marah, dan menghajar habis wajah Geo. Tapi semua itu hanya bisa terjadi dalam angan-angannya saja.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status