Share

05

HAPPY READING!!!

'Kita semua sama. Gak ada yang dibeda-bedain! Ngerti?'

*

"MAKSUD LO APA HAH?!"  Teriak Ana Langsung mencengkeram kerah baju Kafi.

"Mereka tau. Tapi bonyok Lo enggak. Santai dikit Napa." Kekehnya.

"Lo ngasih tau mereka?" Tanya Ana.

"Domino. Lo tau perkumpulan itu?" Tanya balik Kafi.

"Perkumpulan? Perkumpulan apaan itu?" 

"Febriana Aurelie. Seorang leader. Atau pendiri dari Domino yang baru aja dibentuk satu tahun yang lalu. Perkumpulan yang suka membantu masyarakat dan juga kadang membuat masalah. Dan yang dikira orang-orang semua anggota itu cowok. Ternyata leadernya itu cewek. Lo tertutup sama orang lain. Tapi Lo terbuka dengan anggota Lo, dengan bilang kalo Lo itu cewek." Ujar Kafi panjang lebar.

"Lah? Apaan njir? Udah kayak cerita novel aja?" Tawanya pelan.

"Tapi itu bener, kan?" Ana terdiam dan terlihat sedikit ragu untuk menjawabnya. Tak lama, ia mengangguk pelan menyahutinya. "Ya, begitu."

"Lo tau dari mana?" Tanyanya seraya  melepaskan cengkraman di kerah baju Kafi.

"Apa Lo lupa, kalo baru aja Nerima tiga anggota baru?" Kafi menengok ke arah Ana dengan Tersenyum sombong. "Salah satu dari mereka, itu gue." Ujarnya.

"Kenapa gak bilang dari awal woy!!!?" Kesal Ana.

"Gue pikir Lo tau." Tawanya.

"Jangan-jangan yang dua orang itu..."

"Ya..."

"JIDAT! EDAN!" Panggil Ana ke dua orang yang sedang merebahkan tubuhnya dibawah pohon rindang tak jauh dari tempatnya berada.

Kedua lelaki kembar itu, saat mendengar teriakan Ana Langsung membuka matanya yang tadinya tertutup dan mendengus kesal mendengarnya.

"APA?" Sahut Keduanya tanpa berniat beranjak dari tempatnya.

"Sini dulu." Sahut Ana.

Zidane  Fadlan Albani. Salah satu anak kembar lelaki dari pasangan Ica dan Angga. Jidan, nama panggilannya. Ia memiliki wajah tirus. Rahang yang tegas. Bulu mata pendek dan alisnya yang tipis. 

Zeldan Fadlan Albani. Edan, nama panggilannya. Dia juga Kembaran dari Jidan yang beda waktu lahirnya hanya lima belas menit. 

Mereka sama persis. Namun yang biasa dilihat orang agar bisa membedakannya adalah. Tinggi badan mereka. Zidane yang memiliki badan tinggi, dan Zeldan yang memiliki badan sedikit lebih pendek dari Jidan. Dan juga wajah mereka. Jika wajah Zidane tirus seperti Angga. Maka, Zeldan memiliki wajah sedikit chubby seperti Ica— Ibunya.

Walaupun malas, mereka tetap beranjak dari tempatnya menghampiri Ana yang sedang menunggu. Daripada mereka dicuekin dalam waktu yang lama, lebih baik mereka mengikuti saja ucapan perempuan itu.

"Apaan?" Tanya mereka bersamaan sambil menguap dan duduk lesehan diatas rumput-rumput disana.

"Kalian gabung ke Domino?" Tanya Ana.

"Domino, kah? Ah iya!" Sahut Jidan masih dengan setengah sadar, sembari menggaruk kepalanya.

Zeldan ikut menggaruk kepalanya dan ia sedikit berpikir saat Ana bertanya. "Domino?" Gumamnya. Dia langsung membuka matanya dan mengeplak belakang kepala kembarannya itu.

PLAK!

"Domino, bego! Ana." Katanya saat baru teringat sesuatu yang penting.

"Ah iya!" Sahut Jidan. "Leader?" Tunjuknya ke arah Ana yang berada didepannya

Ana menghela nafasnya dan menggeleng. "Gue ingetin ke kalian. Disana, gak ada leader-leaderan. Semuanya sama. Gak ada yang dibeda-bedain. Sampe sini paham?"

"Ya."

Ana mengambil tasnya dan Langsung mengubungi nomor seseorang di ponselnya.

Drrt...drrt...

Tak lama berdering, panggilan telepon Langsung diterima.

"Bilang ke anggota yang lain. Batu ataupun lama. Kalo gue itu bukan leader! Kita semua sama. Gak ada yang dibeda-bedain! Ngerti?" Kata Ana Langsung ke intinya. Setelah mengatakan itu, dia langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.

"Gak mau dianggep leader, tapi—" mata Ana melotot tajam saat mendengar gumaman Kafi yang berada disebelahnya. "Apa?" Tanyanya galak.

"Oh ya! Selesai dari sini kita ke—"

"Gak mau. Ngantuk. Mau tidur!" Sahut Ana memotong ucapan Zeldan yang sedang berbicara.

"Tidur mulu. Lagi cosplay jadi kebo, Lo?" Canda Jidan

"Jidat bacot!" Cibir Ana

"Lo—"

"Yok! Semuanya kumpul! Kita mulai latihannya sekarang."  Ucap seorang perempuan  berhijab yang sudah memakai seragam olahraganya walaupun terlihat jelas perutnya yang membesar karena sedang hamil.

Mereka semu yang ada disana berkumpul dihadapan Ipeh, yang mengajarkan mereka semua teknik bela diri dari dasarnya. Ipeh meregangkan tubuhnya sembari semua yang ada disana berkumpul dihadapannya. Kecuali Alfi dan Anta yang sedang Mabar tak jauh dari tempat mereka berada 

"Bumil makin aktif aja,"

"Inget. Diperut ada isinya tuh."

"Kalo tente Ipeh mah perutnya sekarang isinya bayi. Kalo Lo isinya tai."

"Goblog! Haha," tawa mereka semua yang ada disana.

"Tante?" Cibir Ana yang menarik perhatian Ipeh. "Ncing kali," Kekehnya.

"Emangnya. Emak Ama anak sama ae Lo berdua," Kata Ipeh sembari mengelus perutnya.

"Inget. Lagi bunting tuh, Jan gerak-gerak mulu ncing. Takut kenapa-napa." Ucap Ana memperingati.

"Bunting?  Dikira gue hewan kali ya?" Gumam Ipeh.

"Udah, udah." Seorang lelaki dengan pakaian santainya datang dari belakang Ipeh dan berdiri tepat disebelahnya.

Aidinal tersenyum kearah istrinya itu dan menunjuk kearah kursi yang berada tak jauh dari tempat mereka berada. "Kamu duduk aja. Mulai hari ini, biar aku aja yang ngelatih mereka." Katanya.

"Yakin?" 

"Ya."

Mereka semua yang ada Disana entah sejak kapan sudah duduk dibawah dengan tangan yang menopang dagu melihat kemesraan Aidinal dan Ipeh didepan sana.

"Kapan gue kayak gitu?"

"Mulai... Mulai.."

"Drama pun dimulai bung."

"Udah." Aidinal tersenyum kearah Ipeh yang duduk dan menurutinya agar tak usah melatih keempat remaja yang berada dihadapannya itu. "Bangun! Kita mulai latihannya sekarang!" Katanya dengan Tegas, membuat keempat remaja itu langsung berdiri.

Latihan pun dimulai sampai sore tiba dengan cepat. Keempat remaja itu meluruskan kakinya dan merebahkan tubuh mereka diatas rumput-rumput sembari menatap langit orange yang mulai gelap.

"Kalo udah istirahatnya, terserah kalian mau masuk, makan dulu. Atau langsung pulang ." Kata Ipeh melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah.

"Baik!"

"Pulang?" Tanya Kafi.

"Pulang!" Sahut mereka semua lalu bangkit dari tidurnya, kecuali Ana yang menutup matanya dengan lengannya.

"Ana! Wey. Mau pulang kagak Lo?" Tanya Zeldan.

"Capek. Mau tidur," Sahut Ana pelan. 

"Mau gendong?" Tanya Jidan.

"Hm." Gumam Ana pelan lalu tak lama kemudian ia tertidur saat Jidan menggendongnya dipunggungnya.

"Kebiasaan Lo kalo kecapean. Pasti tidur." Kata Jidan.

Alfi yang baru saja selesai Mabar dengan Anata beranjak dari tempatnya saat melihat Ana yang tertidur dan digendong di punggung Jidan. "Kecapean, dia?" Tanyanya.

"Ya."

"Biar gue anter. Bawa ke mobil gue. Kalian Langsung balik aja." Titah Anta

"Kami ikut!" 

"Terserah. Yaudah ayo."

Setelah memasukkan Ana kedalam mobil Anta, mereka semua berpamitan ke Ipeh dan Aidinal yang sedang berdiri didepan pintu.

"Yaudah kita balik. Assalamualaikum."

"Walaikumussalam." Sahut Ipeh dan Aidinal secara bersamaan. 

"Aku anter Ana pulang dulu." Kata Anta menyalami tangan Mamah dan bapaknya itu.

"Iya. Hati-hati. Jagain Ananya. Jagan diapa-apain anak orang. Jangan sampe lecet."

"Siap!"

'Lo beruntung... Banyak orang yang sayang sama Lo, Na' Batin Anta Tersenyum senang.

*

—TO BE CONTINUE—

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status