All Chapters of Perjalanan Waktu Sang Raja Properti: Chapter 11 - Chapter 20

26 Chapters

Bayangan Arabella

“Mana menantumu si petani singkong itu?!” Bimo berdiri di depan pintu rumah keluarga Van der Meer dengan muka tegang. Rahang pria itu mengeras. Kerutan di antara kedua alisnya begitu dalam. Ia sedang menatap Pieter dengan tajam.Pieter dan Asih saling tatap. Keduanya bingung melihat Bimo yang terbakar emosi. Tidak kunjung dipersilakan, Bimo yang tidak sabaran menerobos sambil berteriak memanggil Cakra dengan sebutan petani singkongCakra sedang berada di kamar berdua bersama Anne. Keduanya duduk di lantai dengan selembar kertas putih berada di antara mereka.Sekembalinya dari rumah Paimin, Anne menggambar desain toko untuk Tuan Benjamins. Sesuai kepribadian pria itu, Anne membuat desain yang sederhana dengan pilar-pilar kayu besar yang menggambarkan kekuasaan Tuan Benjamins.Sketsa bagian depan toko sudah selesai ia buat. Hanya perlu diberi warna agar terlihat lebih hidup. Cakra dengan sabar memperhatikan Anne menggambar garis demi garis. Sesekali ia mengoreksi jika gadis itu salah m
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Apa Anne Adalah Arabella?

Cakra masih betah memandangi wajah Anne yang tertidur lelap bak bayi di pelukan ibu. Mukanya bersinar. Kulit kuning langsatnya begitu kontras dengan rambut kecoklatan Anne. Ia mencari-cari kesamaan Anne dengan istrinya di tahun 2024. Apa mungkin Arabella juga berpindah dimensi sepertinya?Cakra tidak mungkin salah. Sebelum Hendi menarik pelatuk pistol semi otomatis, ia sempat mendengar dengan jelas kata-kata Arabella.“Bella tidak bisa bahasa Belanda,” gumamnya dalam hati. Ia sempat ragu pada dirinya sendiri tetapi kemudian menggeleng pelan. Tidak, ia yakin Bella berpesan begitu sebelum ia meregang nyawa.Cakra memiringkan kepala. Memperhatikan setiap lekukan pada wajah Anne. Alis tebal berwarna kecoklatan. Bibir penuh yang selalu berkata ketus. Mata bulat besar dengan bulu mata lentik yang begitu sempurna. Hanya suara dan sinar mata Anne yang serupa dengan Arabella; selebihnya, semuanya berbeda.Pesan Bella kembali terngiang di telinga Cakra. Apa hanya sebuah kebetulan? Cakra menat
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Merayakan Keberhasilan Cakra

"Jangan senang dulu," ujar Bimo dengan nada mencemooh, suaranya berat namun penuh ejekan yang tajam.Cakra menghentikan langkah, sepeda ontel yang ia dorong berderit pelan sebelum akhirnya berhenti. Ia memandangi Bimo, yang kini berdiri menghadang jalannya bersama Anne. Ada kesombongan di tubuh tegap pria itu, terpancar dari dagunya yang terangkat tinggi dan senyum mengejek yang menghiasi wajahnya.“Menjual satu tanah bukan berarti kau sudah sukses,” lanjut Bimo, suaranya semakin tajam. "Kau tetap petani singkong miskin yang tidak berguna." Ucapannya menggantung di udara, seolah sengaja ingin menusuk harga diri Cakra.Tatapan Bimo kemudian beralih kepada Anne, gadis yang berdiri diam di samping Cakra. Anne membuang pandangannya ke arah lain, matanya menatap kosong ke kejauhan. Tapi bagi Bimo, sikap itu bukanlah sebuah penolakan—lebih seperti tantangan.“Saya sudah menyiapkan hadiah untuk hari ulang tahun Anda, Nona Anne,” katanya dengan nada penuh percaya diri.Tangannya menggenggam j
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Apa Kau Tahu Cara Untuk Kembali?

"Jawaban apa yang kau harapkan, hah?" suara Frans meninggi, membelah keheningan ruangan. Tangannya dengan kasar mendorong tutup rak kaca, hingga menutup rak pajangan jam tangan dengan bunyi yang cukup keras. Dentumannya membuat Cakra sedikit terlonjak, meski ia berusaha untuk tetap tenang."Kau menutup paksa tokoku hanya untuk menanyakan hal bodoh ini, hah? Kau pikir aku paranormal? Cenayang?" gerutu Frans, nada bicaranya penuh kesal, seperti seseorang yang sudah terlalu sering diinterogasi tanpa hasil. Wajahnya merah, urat di lehernya terlihat menegang.Frans meraih sebuah kotak tua dari laci meja kasir dengan gerakan tergesa. Kotak itu usang, warnanya sudah pudar dimakan waktu, namun ia memegangnya seolah itu adalah barang berharga. Dengan cekatan, ia membuka tutupnya dan mengeluarkan sebuah pipa cerutu dari dalamnya. Jemarinya yang kasar mulai mengisi pipa itu dengan tembakau, gerakannya terlatih, seperti ritual yang telah ia lakukan ratusan kali.Saat api kecil dari korek menyentu
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Rahasia Tuan Benjamins

"Kau datang sendiri?" Tuan Benjamins menyambut kedatangan Cakra dengan tatapan penuh selidik. Matanya bergerilya, mencari keberadaan Nyonya Widjaya, seakan kehadiran Cakra tanpa Anne adalah sesuatu yang janggal.Rumah besar milik Tuan Benjamins menjulang megah di antara bangunan lain di kawasan itu. Bergaya Eropa klasik dengan pilar-pilar kokoh dan ukiran mewah di setiap sudutnya, rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, tetapi pernyataan akan kekuasaan dan ambisi pemiliknya. Cahaya lampu gantung kristal yang menjuntai dari langit-langit memantulkan kilauan mewah di seluruh ruangan.Dari balik jendela-jendela besar, Cakra melihat para tamu bercengkerama di ruang tamu. Mereka berdiri dalam lingkaran-lingkaran kecil, memegangi gelas anggur dengan gerakan santai, sesekali tertawa pelan di antara obrolan ringan yang penuh basa-basi."Di mana Nyonya Widjaya?" Tuan Benjamins kembali bertanya, kali ini suaranya lebih menuntut. Pandangannya belum lepas dari pintu, seolah masih berharap Anne a
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Jaga Batasanmu, Cakra!

"Apa dia menjelek-jelekkan aku?" Pieter langsung memberondong Cakra dengan pertanyaan begitu tiba di rumah. Suaranya tajam, penuh tuntutan."Ck! Walau sudah sukses, dia masih membenciku. Sekarang, ditambah lagi dengan memiliki menantu tidak berguna sepertimu," lanjut Pieter, suaranya sarat dengan kekesalan. Wajahnya mengeras, matanya yang tajam menatap Cakra seolah menelanjangi setiap kekurangannya.Pandangannya menyapu dari ujung kepala hingga kaki sang menantu, seakan mencari sesuatu yang layak dihargai—tetapi tidak menemukannya. Dalam pikirannya, Cakra hanyalah seorang pria biasa, tidak memiliki keistimewaan apa pun, seseorang yang tidak pantas berdiri di samping Anne.Cakra menelan ludah, tetapi tetap diam. Ia sudah terbiasa menerima tatapan seperti itu dari Pieter.Pieter mendengus kecil, lalu berbalik, melangkah menuju kamar. "Andai saja Anne menikah dengan Bimo, mungkin aku punya kesempatan untuk kembali," gumamnya, lebih ditujukan pada dirinya sendiri, tetapi cukup keras untuk
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Babak Belur di Tangan Bimo

"Apa kau suka bunganya, Nona Anne?" Bimo muncul di belakang pengantar bunga yang sedang meletakkan buket anggrek putih.Pria itu tersenyum sumringah, penuh kebanggaan. Dagunya terangkat, rasa percaya diri memenuhi dadanya.Pieter menyambut kedatangan Bimo dengan riang, begitu pula dengan Asih. Keduanya dengan ramah mempersilakan Bimo masuk, lalu menjamu tamunya dengan minuman serta makanan kecil. Asih bahkan menawarkan Bimo untuk sarapan bersama, tetapi pria itu menolak dengan sopan."Tuan yang mengirim bunga sebanyak ini? Untuk apa?" tanya Anne. Walaupun bersikap sopan, gadis itu tidak bisa menutupi ketidaksukaannya. Dari binar matanya, Cakra bisa melihat bahwa Anne kesal.Cakra, yang tadinya hanya mengamati dari jauh, kini mendekati Anne dan berdiri di sebelah istrinya. Pipi dan ujung hidung gadis itu memerah. Dengan sigap, ia mengeluarkan saputangan dan menyerahkannya kepada Anne.Benar saja, tak lama kemudian Anne mulai bersin-bersin. Gadis itu sibuk menggosok hidungnya yang tiba-
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Kau Menjual Anne?

“Anne sedang tidak sehat. Kenapa anda biarkan Bimo membawanya pergi?” seru Cakra dengan suara serak penuh kemarahan.Cakra terhuyung, menahan nyeri yang mencengkeram sekujur tubuhnya. Nafasnya berat, dada naik-turun dengan irama yang tak beraturan. Wajahnya babak belur—sebelah matanya mulai membengkak, pipinya memar, dan sudut bibirnya berlumuran darah yang mulai mengering. Meski tubuhnya lemah, tekadnya tetap membara.Namun, keduanya hanya saling bertukar pandang, seolah tak terganggu oleh kehadiran Cakra yang babak belur. Pieter mengangkat cangkirnya dengan tenang, meniup permukaan teh yang masih mengepul. Sementara Asih, dengan ekspresi datar, mengaduk teh dalam cangkir porselen mungilnya.“Itu bukan urusanmu. Kau dan Anne akan bercerai di perayaan hari ulang tahun Anne. Aku yakin kau tidak akan bisa memberikan hadiah yang Anne minta,” sahut Pieter dengan tenang. Perlahan ia menyesap teh yang mulai dingin. Wajah Pieter menyiratkan ia sangat menikmati teh bunga Telang. Matanya yang
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Hanya Melayani Tamu Terhormat

“Kau harus menolongku, Tuan Benjamins,” kata Cakra dengan suara memohon. Wajahnya dipenuhi keringat sebesar biji jagung. Ia mengayuh sepedanya secepat mungkin menuju kediaman Tuan Benjamins, yang tidak lain adalah paman Anne. Sesampainya di sana, Cakra tetap memelas, mengekori Benjamins masuk ke dalam rumah meski belum dipersilakan.“Kenapa? Kau bukan siapa-siapaku, Tuan Widjaya. Lagipula, aku tidak ada urusan dengan Pieter dan anggota keluarganya,” balas Benjamins dengan nada dingin. Wajahnya datar, sama sekali tidak menunjukkan empati.“Tapi dia keponakanmu, Tuan Benjamins! Dalam tubuh Anne mengalir darah yang sama denganmu. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya?” seru Cakra, berusaha menahan emosinya agar tidak meledak. Padahal, jika boleh, ia pasti sudah meninju pria itu.Benjamins terdiam. Jemarinya mengetuk perlahan permukaan meja kayu di sebelahnya, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Ia menyesap brandinya, tapi kali ini rasanya tak sehangat biasanya. Kata-kata Cakra menu
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Anne Dalam Bahaya

“Pakai ini!” Franz menyerahkan bungkusan yang sejak tadi tergeletak di kursi belakang. Tangannya terulur santai, seolah hal itu bukan sesuatu yang penting.Cakra menatap bungkusan itu dengan dahi berkerut, lalu mengambilnya dengan sedikit ragu. Ini bungkusan yang diberikan Asih sebelum mereka pergi. Dengan perlahan, ia membuka lipatan kertas coklatnya dan mengintip isinya.Mata Cakra sedikit membelalak. Di dalamnya, ada setelan rapi milik Pieter. Kemeja berwarna gelap dengan potongan elegan serta celana panjang yang jelas jauh lebih mahal dari pakaian yang dikenakannya sekarang. Ia menghela napas pelan. Jadi, ibu mertuanya sudah memperkirakan semuanya sejak awal.Asih tahu betul bahwa Cakra tidak akan bisa masuk ke restoran mewah dengan pakaian biasa seperti ini. Dia tahu menantunya akan dipandang sebelah mata, dan mungkin itu sebabnya dia sudah menyiapkan solusi bahkan sebelum masalah muncul.“Ck! Kalau aku tahu sejak tadi, aku tidak perlu menghadapi wanita itu.” Cakra mendecak kesal
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more
PREV
123
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status