Semua Bab PERNIKAHAN KONTRAK WASIAT KAKEK: Bab 11 - Bab 20
42 Bab
HARI YANG PENUH TANDA TANYA
Aku terkejut, sontak membuka mata dan merasakan suasana yang hening. Mengalihkan pandanganku ke arah pintu, aku menyadari bahwa aku tertidur di sofa. "Aku ketiduran di sini, lalu bagaimana dengan Anya?" pikirku dalam hati, sambil mencoba memahami keadaan sekitar.Aku keluar untuk melihat mobil Anya yang awalnya terparkir di sana. Sial! Tapi mobil Anya sudah tidak berada di tempatnya. Perasaanku campur aduk."Bukan aku yang mengerjainya tapi dia yang mengerjaiku," gumamku pelan sambil mengusap wajah kasar, mencoba memahami apa yang terjadi.Drtt. Drtt. Telepon dari Frans masuk."Jam berapa aku harus ke sana?" tanya Frans melalui telepon."Sekarang aja, sekalian bawakan makanan, aku lapar," jawabku cepat."Ini hari terakhir para tukang bekerja. Apa saja yang akan aku lakukan hari ini?" pikirku dalam hati, mencoba merencanakan langkah selanjutnya."Pertama aku harus makan dulu," ucapku sambil membayangkan makanan yang lezat, mencoba menenangkan perut yang kosong."Kemudian, aku akan ke b
Baca selengkapnya
TOPENG RAJU
Aku terus mengamati pergerakan Raju dan wanita itu di tengah keramaian restoran yang penuh dengan aroma makanan lezat dan gemerlap lampu. Lampu-lampu berwarna-warni memantulkan cahaya yang memperindah suasana, sementara bau rempah-rempah dari masakan yang sedang dimasak membuat perutku bergelora.Seketika aku teringat ucapan Raju ketika kami masih berpacaran, "Aku akan membangun restoranku sendiri satu atau dua tahun kemudian, aku akan memberi nama Ra-food. Bagaimana menurutmu?" Ucapannya menggema di telingaku, dan rasanya aneh untuk menyadari bahwa restoran ini adalah buah dari mimpi yang pernah diucapkannya padaku."Jadi, inilah restoran milik Raju. Dia tidak lagi bekerja di restoran keluarganya," gumamku seorang diri, memperhatikan pergerakan Raju dan wanita itu dari kejauhan."Lalu, siapa wanita itu?" tambahku penasaran, mencoba mengintip percakapan mereka dari kejauhan.Rasa penasaranku membuatku berjalan mendekat ke arah kasir. Aku ingin memastikan apakah pemilik restoran ini be
Baca selengkapnya
LUSI VS ANYA (1)
Malam itu, aku kembali ke rumah dengan perasaan kosong. Aku memutuskan untuk memberikan waktu dan ruang bagi diriku sendiri, untuk menyembuhkan luka dan menerima kenyataan yang sulit ini.Sesampai di rumah, aku tidak merasakan keberadaan Rendra. Aku memilih untuk mengabaikannya dan segera masuk ke kamar untuk istirahat."Raju. Aku tidak menyangka dia pandai membalikan fakta. Membuat seolah-olah dia adalah korban," ucapku pada diri sendiri, mencoba meredakan kekesalan dan kekecewaan yang melanda hatiku. Perasaan itu terus menghantuiku bahkan di dalam kegelapan kamar yang sunyi. Aku membiarkan diriku terlelap dalam kelelahan yang menyelimuti hatiku. Sesak. Sesaat, semua terasa sesak.Pagi-pagi buta, mentari menyapa jendela kamarku dengan sinar hangatnya. Kuatkan hati, aku bersiap untuk menghadapi hari dengan tekad baru. Aku meninggalkan kamar dan menuju ke dapur untuk mengambil segelas air. Saat itu, Rendra terlihat sibuk di dapur, sementara Anya dengan senyuman penuh kemenangan menya
Baca selengkapnya
LUSI VS ANYA (2)
Setelah menempelkan kertas pemberitahuan di sebelah bel rumahku, aku memasuki rumah dan memilih untuk melanjutkan aktivitasku di ruang tamu. Aku ingin memantau pergerakan kurir yang datang.Dari dalam rumah, aku memperhatikan beberapa kurir yang berdatangan dan meletakkan paket-paket mereka sesuai petunjuk yang aku tulis di kertas yang aku tempelkan di depan pintu. Suara derap langkah kaki yang terdengar dari ruang tamu yang sepi. Sambil bersandar di sofa yang empuk, aku menggumam sendiri, "Berapa banyak pesanan Anya?"Keramaian dari para kurir yang masuk dan keluar tidak mengganggu ketenanganku di ruang tamu. Aku memilih untuk membiarkan mereka bergerak dengan leluasa, membawa paket-paket yang ditujukan untuk Anya."Hah... Anya Anya," desisku tak habis pikir atas tindakan yang dilakukannya untuk membalasku. Rasa heran campur jengkel menyelinap ke dalam hatiku, menghadapi serangan balasan yang begitu tak terduga."Ini bukan levelku, Anya. Mudah sekali untuk kuatasi," gumamku pelan, men
Baca selengkapnya
SENAM JANTUNG
Drrtt. Drrtt.Telepon pagi itu menghentikan mimpiku yang masih hangat di dalam selimut. Kusentuh layar ponselku dan mataku segera tertuju pada angka 08:00 yang berkilau di jam dinding."Hmm?" tanyaku dengan suara masih terdengar mengantuk."Mama...." suara Rendra terdengar cemas di ujung telepon.Segera terbangun dari kantukku, "Ada apa, Rendra? Katakan dengan jelas!" ucapku, mencoba menghilangkan kebingungan."Orangtuaku ada di depan," ucap Rendra, dan rasanya detak jantungku langsung berhenti sejenak."Anya, ada di kamarku," tambahnya lagi.Sial!! Masih pagi, tapi ada saja masalah yang datang.Aku merasa kebingungan, mengutuk dalam hati. Orangtua Rendra datang di pagi hari seperti ini? Dan Anya ada di kamarnya? Aku meminta Rendra untuk menemui orangtuanya terlebih dahulu, mencoba untuk menenangkan diri. "Datangilah mereka terlebih dahulu," pintaku padanya.Tapi Rendra bertanya, "Kenapa begit
Baca selengkapnya
ANYA
Setelah beberapa saat, Mama Rendra berdiri dari tempatnya dan menyeka lengan bajunya. "Kami sebaiknya segera pulang, Lusi, Rendra. Kami tidak ingin mengganggu kalian terlalu lama.""Ah, tidak apa-apa, Ma. Kami senang bisa berbincang-bincang sebentar," ucapku sambil mencoba menenangkan suasana.Papa Rendra mengangguk setuju. "Iya, tetapi kami tidak ingin menyita waktu kalian terlalu banyak."Mereka memberikan senyuman hangat. Aku tersenyum balik, mencoba menyembunyikan perasaan canggung yang masih menghantui.Mama Rendra mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tasnya dan menyerahkannya padaku dengan lembut. "Kunci cadangan rumah ini, sekarang kamu yang harus memegangnya, Lusi," ucapnya dengan nada hangat.Aku menerima kunci itu dengan senyum tipis. "Terima kasih banyak, Ma," ucapku tulus.Papa Rendra menambahkan, "Kami akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua."Kami berdua mengucapkan terima kasih lagi sambil m
Baca selengkapnya
TOPENG RAJU (2)
Aku tidak pernah menyangka Anya akan melakukan sesuatu seperti ini, bahkan sampai pada titik rela melukai dirinya sendiri."Apa sebenarnya yang Anya inginkan?" gumamku pelan, mencoba merenung atas tindakannya.Hening terasa menyelimuti ruangan, hanya terdengar hembusan napasku yang panjang saat aku menyandarkan diriku ke sofa yang empuk. Udara sejuk pagi hari menyusup masuk melalui jendela terbuka, menambah kesan sepi. Ting tong.Bel rumahku berbunyi, memecah keheningan dengan suaranya yang samar. Aku bergerak perlahan, meninggalkan sofa, langkahku memecah kesunyian ruangan saat aku menuju pintu untuk melihat siapa yang datang di pagi hari."Bukankah kamu adalah kekasih Raju?" tanyaku, mencoba memastikan dugaanku.Wanita itu mengangguk, "Saya Lia," sapanya sambil mengulurkan tangan.Aku tidak membalas uluran tangannya, memandangnya dengan ketus. "Ada apa?" tanyaku tegas."Bisakah kita membicarakannya di dalam?" tanya Lia, mencoba menembus dinginnya suasana.Aku merenung sejenak, lalu
Baca selengkapnya
TOPENG RAJU (3)
"Kerjasama dalam hal apa?" tanya Frans, mencari klarifikasi tentang kerjasama yang telah disebutkan.Lia berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan penuh antusias, "Merobek topeng Raju!!"Frans mengangguk setuju, "Aku ikut dia saja," ucapnya sambil menunjukku, menunjukkan kesediaannya untuk bergabung dengan rencana tersebut.Namun, aku dengan tegas menolak, menghentikan senyuman yang terlukis di bibir Lia. "Aku tidak setuju," ucapku dengan tegas, merasa bahwa rencana itu terlalu berisiko.Lia dan Frans menatapku dengan serius, menunggu penjelasan lebih lanjut dari sikapku yang tegas. "Kamu harus banyak istirahat, Lia," tegasku lagi, mencoba menjaga keamanan Lia.Frans menyipitkan matanya, seolah-olah mencoba membaca pikiranku. "Tidak biasanya kamu akan menolak hal seperti ini," ucapnya, menunjukkan keheranannya atas sikapku yang tidak biasa."Aku akan baik-baik saja, Lusi," jelas Lia padaku, mencoba meyakinkanku. Dia melanjutkan dengan pelan, sambil menunduk mengelus perutnya,
Baca selengkapnya
KESUNYIAN MALAM
Di ruang tamu yang sunyi, aku merenung tentang masa lalu yang penuh kenangan indah bersama keluargaku. Ingatan akan tawa dan cerita di sekitar meja makan membuat senyum terukir di wajahku. "Aku rindu tinggal bersama Mama, Papa," gumamku pelan, merasa kesepian di tempat yang sunyi ini.Saat matahari mulai meredup dan cahaya senja memenuhi ruang tamu, aku merasa damai dan tenteram. Suasana yang tenang membuatku semakin larut dalam ingatan- ingatan manis bersama keluargaku.Lama-kelamaan, kelelahan yang menumpuk dari hari yang panjang membuatku terlelap di sofa yang nyaman. Ketika aku terbangun dari tidurku, ruangan tampak lebih gelap dari sebelumnya. Cahaya redup dari lampu malam memancar lembut, menerangi sudut ruangan, dan memancarkan suasana yang tenang. Aku menggosok-gosokkan mata, mencoba memperjelas pandanganku, sementara hening malam membuatku merasa tenang."Sudah berapa lama aku tertidur?" gumamku pelan, mencari jawaban dalam kegelapan yang menyelimuti ruangan. Aku melirik
Baca selengkapnya
KAKEK TERCINTA
Keesokan paginya, sinar mentari menyapu ruangan dengan lembut, menandakan kedatangan pagi. Aku membuka mata dengan perasaan segar, tetapi ketika kugeliatkan pandanganku ke arah tempat tidur Kakek, sebuah kegelisahan menyelinap perlahan ke dalam hatiku. Napasnya terdengar berat, dan warna kulitnya terlihat pucat dibandingkan semalam. Langkahku ragu ketika kudekati Kakek, dan ketakutan menghantui pikiranku saat aku meraih tangannya yang semakin dingin.Dengan getaran hati, aku menggenggam erat tangan Kakek. "Kakek, tolong bertahanlah," bisikku dengan suara gemetar, doa terlontar dari bibirku dalam keheningan pagi.Segera aku mencari bantuan dengan memanggil perawat yang bertugas. "Maaf, bisakah Anda segera memeriksa kondisi Kakek? Saya merasa ada yang tidak beres," ucapku dengan ketegangan yang terasa memenuhi udara.Dalam hitungan detik, seorang perawat memasuki ruangan dengan ekspresi cemas yang terpahat jelas di wajahnya. "Keluarga Kakek Jaya, kondisinya semakin memburuk. Kami har
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status