Lahat ng Kabanata ng Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin: Kabanata 11 - Kabanata 20
57 Kabanata
Bab 11
"Cantika suka baca buku apa? Mau Mama bacakan buku cerita?" tawar Kiara. "Mau, Ma! Cantik mau cerita putri Elsa!"Baru saja hendak mengambil buku di rak, Kiara merasakan punggungnya menabrak seseorang.Spontan Kiara memekik. Lalu membalikkan badan karena merasakan sebuah tangan menahan kedua bahunya. "Ma-mas? Bu-bukannya tadi sedang tidur?" Kiara tergagap-gagap mendapat tatapan seintens itu. Menyadari posisinya yang terlalu dekat, spontan Samudra melepas tangannya membuat tubuh Kiara oleng dan hampir terjatuh. Beruntung lantai kamar ini dialasi dengan karpet bulu yang cukup tebal sehingga andai dia benar-benar jatuhpun tidak akan terlalu sakit. "Saya mau memastikan keadaan putri saya!" Jawaban singkat dan dingin itu mengakhiri kontak antara keduanya. Karena deuim berikutnya Samudra sudah melangkah menuju Canuika yang asik main ayunan. "Papa, tadi di bawah kok ada suara ribut-ribut? Siapa yang bertengkar, Pa? Bertengkar itu kan nggak baik ya, Pa? Kalau salah minta maaf aja nggak u
Magbasa pa
Bab 12
"Bik, tamu yang tadi apa ... masih ada di bawah?" tanya Kiara ragu-ragu.Bibik melirik Cantika yang asik dengan mainan di tangannya. "Sudah pergi, Mbak. Baru saja. Tapi ...""Tapi?" potong Kiara."Tapi beliau pergi sambil terus mengumpat. Kayaknya masih belum terima," ucapnya. Sedetik kemudian ia menutup mulut dengan tangannya. "Maafkan bibik, Mbak Kia. Duh, mulut ini suka keceplosan!" Setelah mengatakan itu buru-buru bibik pergi karena takut ditanya lebih banyak lagi oleh Kiara. Setelah menyuapi Cantika, Kiara keluar kamar putrinya. Tepat saat tangannya hendak membuka hendel pintu kamar, sebuah tangan kekar juga melakukan hal yang sama. Alhasil kini tangan Kiara digenggam oleh tangan pria tersebut. Keduanya spontan saling tatap hingga menyebabkan sengatan listrik yang membuat tubuh keduanya menegang."Maaf," ucap Kiara kikuk. Wanita itu segera menggeser tubuhnya dari depan pintu, memberi akses pada Samudra untuk masuk lebih dulu. Sesampainya di k
Magbasa pa
Bab 13
"Kalian kompak sekali," puji Melinda.Kiara duduk di sebelah Samudra. Sedangkan di sebelah kirinya Cantika yang tidak mau jauh-jauh darinya. "Pagi semuanya!" Tiba-tiba seorang gadis dengan pakaian glamour masuk dan bergabung dengan mereka seolah-olah sudah terbiasa melakukannya. Wanita itu langsung duduk di samping Samudra seperti sudah terbiasa. Mendadak suasana menjadi hening. Melinda menatap wanita itu dan Kiara bergantian. Sedangkan Samudra tetap cuek seperti sebelumnya. "Kenapa Tante selalu datang ke sini? Emang di rumah Tante tidak ada sarapan ya?" tanya Cantika. Wajah bocah itu tidak bersahabat. Tatapannya tajam seolah ingin mengintimidasi wanita tersebut. Namun dengan wajahnya yang kecil itu justru membuatnya terlihat makin menggemaskan. "Sayang, Tante ke sini untuk menemani Cantika. Katanya Cantika mau ikut lomba, jadi Tante sengaja datang untuk mengantar Cantika," jawab wanita itu lembut. Lebih tepatnya dibuat lembut. "Cantika nggak m
Magbasa pa
Bab 14
Wanita kelahiran Solo itu memejamkan mata sejenak sembari menarik nafas panjang. Setelah mampu menguasai diri ia mengetuk pintu dua kali."Masuk!" Suara bariton itu serupa lonceng kematian baginya. Dengan tangan gemetar Kiara membuka pintu tersebut. Sebuah tatapan tajam langsung menyambut kedatangannya. Namun yang lebih mencengangkan lagi adalah keberadaan seseorang yang dikenalnya duduk di sana sambil menatapnya juga."Silakan duduk, Bu Kia!" Pria berusia awal tiga puluh tahunan yang sangat disegani seluruh guru dan murid itu menatap Kiara dengan tatapan yang sulit diartikan.Jika biasanya Pak Arsel-panggilan untuk kepala sekolah-selalu bersikap ramah dan murah senyum pada Kiara, kali ini berbeda. Pria itu tampak dingin dan tegas. Membuat tubuh Kiara yang sudah diliputi kecemasan mendadak semakin menggigil. Terlebih di sofa yang berhadapan dengan Arsel duduk pria yang sejak tadi membuatnya jengkel karena ditinggal sendirian di sekolah putrinya. "Te-terima
Magbasa pa
Bab 15
Wanita yang selalu tampil sederhana tapi elegan itu mendelik mendengar ucapan Arsel. Dia tak paham kenapa mendadak pria yang sangat ia hormati selama ini mendadak suka sekali mencampuri urusan pribadinya. "Maaf, Pak itu urusan pribadi saya. Saya mohon maaf sebelumnya karena harus resign secara mendadak seperti ini."Kiara mencoba untuk bersikap tenang. Sesekali ia menoleh ke arah pintu karena khawatir akan timbul fitnah jika terlalu lama di ruangan ini berduaan saja dengan Arsel meskipun pintu dalam keadaan terbuka lebar. "Bu Kia, ide resign itu bukan dari anda sendiri, kan? Anda pasti tahu peraturan sekolah ini kan? Bagi guru yang resign pada semester berjalan harus mencari pengganti?""Iya, Pak saya paham. Tapi ... saya tidak bisa mencari pengganti secepat ini. Mohon maaf atas hal ini." Arsel menyandarkan punggungnya. Pandangannya lurus ke depan tepat pada posisi Kiara berada. Ada banyak hal yang dipikirkan pria itu tapi sayang dia tidak bisa mengutarakan pa
Magbasa pa
Bab 16
"Lakimu? Angkat, angkat! Aku mau dengar suaranya?" Bu Diana heboh sendiri."Ibu. Bentar ya, aku angkat dulu." Kiara menempelkan ponselnya di telinga. "Assalamualaikum, Bu," sapanya ketika telepon sudah terhubung.[Wa'alaikumsalam, Sayang. Kamu masih cuti atau sudah kembali kerja, Nak? Ayahmu ingin bertemu. Bisa luangkan waktu sebentar saja untuk ke rumah sakit?]Ada rasa sesak di dada saat mengingat ayahnya. Sejak menikah, dirinya belum pernah sekalipun menjenguk. Ada rindu yang bergulung-gulung di dalam jiwanya. Namun apa mau dikata, Kiara sekarang bukan lagi gadis bebas. Dia memiliki suami dan setiap langkanya harus mendapat ridlo dari suaminya. "Kia sudah ke sekolah, Bu. Nanti Kita izin dulu sama Mas Sam ya, Bu. Semoga Kita bisa mengusahakan datang. Salam buat ayah."[Iya, Nak. Kamu harus izin sama suamimu. Karena bagaimanapun dialah walimu sekarang. Kalau dia nggak mengizinkan nggak apa-apa. Nanti biar ibu yang memberi pengertian pada ayahmu]Tetes
Magbasa pa
Bab 17
"Ada apa, Mas?" tanya Kiara saat suami istri itu sudah berada di dalam kamar. Samudra melepas jas mahalnya lalu diletakkan di atas kasur begitu saja. Kiara melirik perbuatan itu lalu berjalan untuk membereskannya. Sementara lelaki itu membiarkan sang istri melakukan tugasnya. "Jaga batasanmu. Jangan terlalu dekat dengan para pekerja. Apalagi sampai tertawa-tawa seperti tidak punya adab begitu!" ujar Samudra dingin. Kiara berhenti melepas sepatu suaminya yang baru selesai sebelah. Lalu mendongak menatap lelaki yang juga menatapnya datar. Pandangan mereka bertemu tapi Kiara merasakan aura dingin yang sangat membekukan. "Saya hanya ingin berbaur dengan mereka, Mas. Apa salah?" Kiara kembali melepas sepatu suaminya yang belum selesai. Lalu berdiri meletakkan sepatu-sepatu itu ke rak yang sudah tersedia. Samudra menikmati pelayanan Kiara yang totalitas. Meskipun ia sudah mengatakan untuk tidak usah terlalu menjalankan perannya sebagai istri, tapi dia juga tidak menolak dengan apa yang
Magbasa pa
Bab 18
Melisa, wanita itu sudah lama mendekati Samudra. Berbagai macam cara ia lakukan untuk menaklukkan lelaki beranak satu itu. Dengan parasnya yang cantik, bodynya yang seksi dan ketenaran yang dimiliki, Melisa sangat percaya diri bisa meraih hati pria dingin itu. Kuncinya hanya pada Cantika, anak semata wayang hasil pernikahannya dengan istri sebelumnya. Sayangnya sudah hampir 3 tahun berjalan hubungan mereka jalan di tempat. Samudra hanya menganggapnya sebagai rekan kerja karena kebetulan Melisa selalu mendapat kontrak iklan di perusahaan Samudra. Lelaki itu tak pernah menunjukkan ketertarikannya sama sekali pada sosok bernama wanita sejak kepergian istrinya untuk selama-lamanya. Namun Melisa tak pernah patah semangat. Dia selalu berusaha untuk mengambil hati Cantika karena dia yakin jika gadis kecil itu sudah bisa ditaklukkan, papanya pasti akan langsung setuju untuk menikah dengannya. Sayangnya, usaha wanita yang kerap tampil di layar kaca itu sia-sia. Mendadak Samudra memiliki istr
Magbasa pa
Bab 19
"Cantik mau ini?" tanya Melisa begitu wanita itu berhasil merebut piring hidangan berisi ayam kecap yang diinginkan oleh Cantika. "Tante ambilin, ya?"Kiara melirik ke arah Melisa yang mulai bertingkah dan mengganggu di meja makan. Terlihat sekali kalau wanita itu ingin merebut peran yang seharusnya dimiliki oleh Kiara. Bahkan ia tak sungkan untuk menunjukkan dominasinya di hadapan semua orang padahal semua tahu kalau kehadirannya tidak diinginkan. "Cantik mau bagian apa ayamnya?" tanya Melisa sembari melempar senyum yang dibuat-buat. Bocah kecil yang diperlakukan bak putri raja itu melengos. Dia memang ingin makan ayam kecap, tapi bukan dari wanita yang selalu berusaha untuk mendekatinya. Gadis itu tahu betul kalau kebaikan Melisa tidak tulus. Dia hanya ingin menarik perhatiannya sehingga jalan untuk mendapatkan papanya semakin mulus.“Aku mau ayam dari Mama,” ucap Cantika tanpa mau melihat ke arah Melisa. “Tante aja yang ambilin, ya? Nih Tante kasih yang banyak buat kamu,” cetus
Magbasa pa
Bab 20
“Kiara, kamu ngapain di dapur?” Melinda menghampiri Kiara yang tengah sibuk mengumpulkan piring kotor. Kiara yang sedang fokus dengan piring-piring kotor bekas makan malam mereka sedikit berjengkit mendengar pertanyaan mama mertuanya yang tiba-tiba.“Mau cuci piring, Ma,” sahut Kiara.Melinda menatap menantunya dengan tatapan teduh. Lalu berjalan mendekat dan merebut piring kotor yang dipegang Kiara lalu meletakkannya di wastafel. Tak lupa wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menggenggam tangan Kiara dan diarahkan ke bawah kran air. Membasuh kedua tangan menantunya dengan telaten dan tatapan teduhnya.Kiara sampai terpaku dengan perbuatan mama mertuanya. Selama ini dia terbiasa melakukannya ketika di rumah meskipun ada asisten rumah tangga yang bekerja. Kiara sengaja melatih diri untuk bisa melakukan pekerjaan rumah tangga sebagai bekal ketika menikah. Dan kini, justru dia mendapatkan mertua yang sangat baik. Membuat hati Kiara yang sempat koyak akibat kedatangan Melisa,
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status