Semua Bab Digerebek di Toilet Masjid: Bab 21 - Bab 30
43 Bab
DUA PULUH SATU
"Kang gimana kabar Javana Group? Katanya saham turun gara-gara ada video syur ya?" ucap Zain tiba-tiba.  Kening Malik berkerut.  "Gak usah gitu juga reaksinya kali, Kang. Sekarang info saham atau apapun bisa dilihat di internet." Zain menyemburkan tawa, saat melihat keterkejutan di wajah suami Elrima.  Malik lupa jika dirinya belum mengecek pekerjaan apapun selepas pulang kampung bersama Rina. Semua tugas sudah ia delegasikan kepada Ridwan---sepupu sekaligus wakilnya.  "Kang Zain emang ngerti saham?" tanya Malik meremehkan.  "Emang zaman kiwari siapa yang gak tau saham, Kang. Kecuali emang orangnya kudet." Lelaki itu berkata dengan nada ramah.  "Wah, berarti bapak kudet dong. Soalnya gak ngerti-ngerti masalah kaya gitu. HP juga masih cinitnit, Jang. Asal bisa nelpon sama SMS aja udah bersyukur," ucap Pak Hamid merendah. 
Baca selengkapnya
DUA PULUH DUA
"Neng gak mau terus dikasihani, Pak. Lagian Kang Malik juga punya kehidupan sendiri yang gak bisa dibagi sama Rima," lirih perempuan itu. Meski dadanya sesak ia mencoba untuk rela.  Sebab tak mungkin menggenggam sesuatu yang memang bukan miliknya. Di saat ada perempuan lain yang memiliki Malik seutuhnya, baik raga maupun hatinya.  Lebih baik mundur sebelum perasaan itu kian mengakar. Daripada harus dicabut saat sudah menjadi pohon yang menjulang. Tentu akan lebih sakit dan menyesakkan.  Zain diam menyaksikan drama yang menciptakan dua kubu di hatinya. Satu sisi bahagia melihat Elrima ingin meninggalkan suaminya. Satu lagi terluka, sebab ia melihat sorot cinta saat perempuan itu menatap Malik.  "Neng, minta cerai sama suami itu dosa. Istighfar Neng." Pak Hamid mengingatkan.  Walau hatinya juga bimbang antara merestui kelanjutan pernikahan putrinya. Atau me
Baca selengkapnya
DUA PULUH TIGA
"Akang lagi ngapain di sini?" tanya Rina yang langsung membuat suaminya terlonjak kaget. "Eh, Neng sejak kapan ada di sini?" Malik balik bertanya demi menutupi kegugupannya. "Baru aja, Kang. Akang abis jenguk siapa sih?" Rina penasaran. "Eh, ruangan ini kosong, Neng. Akang rencananya mau pindahin Neng ke sini, makannya akang cekin dulu barusan," dusta Malik sembari menggaruk belakang kepala yang tak gatal. "Akang aneh deh." Rina mencebik. "Aneh gimana, Neng?" Perasaan Malik mulai tak enak. Keringat dingin membanjiri kaos biru tua yang saat ini ia kenakan. "Ya aneh aja, tiba-tiba nyuruh neng pindah kamar. Padahal hari ini juga udah bisa pulang kata suster." Rina terus menyelidiki gelagat Malik. Lelaki itu bersyukur Rina sudah dibolehkan pulang. Itu artinya, kemungkinan perempuan itu bertemu Elrima, sangatlah kecil. "Ga
Baca selengkapnya
DUA PULUH EMPAT
"N-Neng tau apa?" gugup Malik.  "Neng tahu Akang mau nikah lagi kan?" tuduh Rina masih dengan posisi memunggungi sang suami.  "Akang gak mau nikah lagi, Neng." Malik berkata jujur karena dari dulu ia tak pernah menikah lagi. Walau takdir yang ternyata mengantar sendiri Elrima padanya.  "Banyak banget gelagat Akang yang mencurigakan sejak kemarin-kemarin, Kang. Mulai pelecehan itu, terus tadi minta jatah padahal neng masih nifas, belum lagi sengaja mau ngasih tahu Rina pas udah pulang ke rumah. Biar Rina cepet mati kan, Kang!" cerocos Rina yang tiba-tiba membuka cup oksigen dari wajahnya.  Bu Santi dan Malik tak sadar karena hanya mampu menatap punggung Rina yang bergetar hebat.  "Astaghfirullah! Istighfar, Neng. Kamu jangan ngomong sembarangan atuh. Pamali omongan istri takut jadi do'a," nasihat Bu Santi sambil mengelus punggung putrinya. Ia paham Rina ba
Baca selengkapnya
DUA PULUH LIMA
Kotak hati itu ternyata berisi sebuah cincin emas dengan setitik baru permata. Melambangkan perempuan sederhana yang sangat Zain cintai.  Netra bening Elrima membulat tak percaya melihat sesuatu yang sahabatnya suguhkan di depan mata. Lelaki itu mengangkat sedagu kotak beludru yang sudah dibuka itu, memperlihatkan cicin yang sederhana nan elegan.  Bagai mimpi indah di tengah hari. Elrima berharap saat bangun ia tak berstatus seorang istri. Namun, mimpi buruk tentang bayangan pembunuh yang bisa mencelakai Zain kapan saja, merusak angan-angan menyenangkan antara Elrima dan cinta pertamanya.   "Gue curhat boleh dong?" tanya Zain sambil terkekeh melihat sahabatnya berkaca-kaca.  "Curhat sono sama Mamah Dedeh," cibir Elrima seraya melengos menyembunyikan matanya yang basah penuh haru. "Gue cuma mau curhat sama perempuan cantik yang lagi mewek," goda Za
Baca selengkapnya
DUA PULUH ENAM
"Jang Malik tunggu!" teriak Pak Hamid dengan perasaan tak karuan karena menangkap kepalan tangan sang menantu, juga rahang tegas dengan cambang tipis itu mengeras sebelum berbalik menuju ruangan Elrima.  Malik berjalan tergesa menuju ruangan paling ujung. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, istrinya tengah dibelai pipinya oleh laki-laki lain yang sangat Malik benci.  Bugh!  Sebuah pukulan tepat mengenai wajah Zain yang langsung meringis kesakitan. Sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Elrima menjerit kaget saat suaminya tiba-tiba menyeret jaket yang dikenakan sahabatnya.  "Berani-beraninya kamu menyentuh istri saya," teriak Malik tepat di depan wajah Zain. Pemuda itu diseret hingga lorong rumah sakit.  Sengaja pertengkaran dilakukan di luar ruangan, karena lelaki itu khawatir pada kondisi Elrima.  "Istri Elu kan ada dua
Baca selengkapnya
DUA PULUH TUJUH
"Pak, perasaan Neng tiba-tiba gak enak," lirih Elrima sembari menatap sayu wajah bapaknya yang juga terlihat keruh."Bapak ngomongnya keterlaluan ya, Neng?" tanya Pak Hamid memastikan. Ia takut secara sengaja melukai hati Zain, padahal tak pernah ada niat dihatinya membuat sesak dada pemuda yang baru saja pergi."Bapak gak salah. Keadaannya emang kaya gini, bikin kita jadi serba salah. Neng cuma khawatir si Zain nekat. Bapak tahu sendiri kan, dia orangnya kalau udah marah kaya gimana?" Elrima menghela napas dalam, lantas menghembuskannya perlahan."Sudahlah, mau gimana lagi. Kamu banyakin istirahat biar cepet sembuh. Nanti kita ngomong lagi baik-baik sama dia," hibur lelaki paruh baya yang mengenakan kemeja kotak-kotak gaya klasik itu."Gimana kalau dia pergi lagi terus gak pulang-pulang seperti sepuluh tahun yang lalu, Pak?" Membayangkannya saja dada Elrima dibuat sesak.
Baca selengkapnya
DUA PULUH DELAPAN
Selepas memindahkan tubuh lemah istrinya ke dalam mobil. Sejenak Malik menangkap keberadaan Elrima bersama Pak Hamid yang tengah memegangi tiang infus putrinya. Ada perasaan iba yang membuat lelaki itu menghampiri keduanya.  "El, ayo cepat naik ke mobil! Kita pindah ke rumah sakit lain," ajak Malik begitu saja tanpa pikir panjang. Sejenak ia menangkap kaca-kaca yang Elrima coba sembunyikan dari mata indahnya.  "Iya, Neng. Kamu harus banyak istirahat dan gak bisa terus berdiri di sini." Pak Hamid memapah putrinya yang baru saja mengangguk.  Elrima duduk di bangku depan bersama Sadam yang akan mengemudikan mobil. Sementara Pak Hamid duduk di kursi belakang. Rina di kursi tengah dibaringkan dengan posisi kepala di paha suaminya.  Sejenak Elrima memperhatikan bagaimana Malik membelai pipi pucat istrinya yang tertidur di pangkuan. Ada sesuatu yang terasa teremas di dalam dada wanita it
Baca selengkapnya
DUA PULUH SEMBILAN
Flashback "Ada apa sih, Ris?" tanya Santi Riska---adiknya baru saja menyeret lengannya ke belakang rumah.  "Teteh masih nanya?" Mata Riska sudah berkaca-kaca sejak tadi, sekarang ia memuntahkan tangis dengan bibir bergetar sembari menatap nyalang kakak tirinya.  "Terus kamu mau apa, hah?!" sentak Santi yang tak peduli sama sekali pada air mata adiknya. Ia menyorot tajam Riska yang menangkup bibirnya dengan sebelah tangan agar tak menimbulkan suara tangisan.  "Teteh tau Kang Maman itu kabogoh Riska. Terus teteh tega nerima perjodohan sama dia?" lirih Riska sambil menggenggam sebelah tangan kakaknya.  *Kabogoh : Pacar "Teteh juga cinta sama Kang Maman, terus kamu mau apa?!" Santi menghempaskan tangan adiknya yang kemudian berjongkok sesenggukan.  Tak pernah terbayang di benak Riska, jika kakakny
Baca selengkapnya
TIGA PULUH
"Mertua Anda saat ini sedang ditangani di ruang IGD, Pak." Sadam memberikan laporan singkat pada atasannya. "Tunggu di sana! Saya akan segera menyusul ke Rumah Sakit Sayang," ucap Malik lalu memutuskan panggilan sepihak. Sadam mengumpat dalam hati. Kebiasaan bosnya saat panik selalu menelan informasi setengah-setengah. Padahal Bu Santi sudah diungsikan ke rumah sakit yang sama dengan Rina. Lelaki berperawakan jangkung dengan kulit putih itu segera menyusul Malik sebelum bosnya lebih dulu pergi. Ia berlari tergesa menuju parkiran. Benar saja lelaki yang dicarinya sudah menaiki mobil dan menyetir dengan tergesa. Sadam memijat pelipis yang terasa pusing. Tanpa pikir panjang, segera ia menyusul lelaki itu menuju pusat kebakaran berada. Malik memarkirkan mobil sembarangan, lalu bergegas keluar hendak menemui mertuanya yang tengah kritis. Namun bukannya menemukan Bu Santi, ia malah bertemu Zain. "Di mana Rima?"
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status