Semua Bab Choice: Bab 21 - Bab 30
53 Bab
Chapter 21
Maya memandang layar ponselnya. Dia menghela napas berat. Tuntutan calon ibu mertua membuatnya ingin membanting ponsel. Apa sebagai anak, Handoko sama sekali tidak bisa memberi pengertian? Dadanya terasa sesak. Maya menekan nomor ponsel calon ibu mertuanya.“Ibu, aku sudah lihat model-model gaunnya, tapi itu mahal sekali. Kalau misal yang skala 10 juta bisa, kan? Toh, dipakai hanya sekali. Lagipula tiga kali ganti baju.”“Ya nggak bisalah. Tamu-tamu bakal tahu kalau itu gaun murahan. Jangan sampai kita malu.” Suara calon ibu mertuanya terdengar sewot.“Tapi, Bu,”“Ibu nggak mau tahu. Pokoknya harus pakai gaun dari desaigner pilihan ibu.”Sambungan telepon langsung terputus. Dadanya semakin terasa sesak. Dia telungkupkan kepala di meja dengan tangan sebagai sandaran. Tidak mungkin meminta orangtuanya menjual tanah warisan lagi.Air mata Ririn ikut mengalir. Disentuhnya lembut bahu tantenya. “Kalau memberatkan lebih baik dibatalkan
Baca selengkapnya
Chapter 22
Maya membuat jus sayuran untuk menu diet Ardi. Campuran sawi, brokoli, strawberry, madu. Dituangnya jus itu ke tumbler bergambar winnie the pooh.“Ardi nggak bakal tahu warna jusnya karena tumbler tertutup gambar winnie the pooh, bahkan kalau jus itu warna hijau sekalipun. Rasa sayuran bisa tersamar dengan rasa segar buah. Ajak nonton kartun kesukaan dia, jadi dia teralihkan.”“Tuh, dengerin Bu Guru ngomong.” Ujar Ray. Reihan mengulum senyum malu.“Kalau kita nggak ngakalin dengan cara begitu anak-anak nggak bakal mau makan sayuran. Pengalaman ponakanku, yang namanya Dimas susah banget makan sayur. Selipin sayuran di semua makanan dia tanpa harus nunjukkin kalau itu sayur.”Maya membawa dua tumbler berisi jus campuran sayuran dan buah untuk Ardi dan Rachel. Ardi suka dengan rasa jus yang enak. Reihan takjub saat Ardi mau makan sayur bayam dan jagung. Awalnya Ardi ragu, Maya membujuk dengan menyicip dulu kuah sayur. Selanjutnya Ardi makan dengan la
Baca selengkapnya
Chapter 23
Maya memberanikan diri menatap ibu Handoko. Dia harus bisa meluluhkan hati wanita paruh baya itu.“Ibu, kalau ibu tetap memaksa aku harus beli gaun pengantin itu, aku ada solusi. Untuk gedung, WO, dan catering kita bisa pakai jasa dari temanku.”Ibu Handoko masih memasang wajah cemberut. Maya mengeluarkan brosur hotel Nani, WO Shafira, dan Catering Reihan.“Sahabatku, Nani, dia bersedia meminjamkan hotelnya untuk resepsi pernikahan. Dia bahkan nggak menarik bayaran untuk itu. WO Shafira, kita bisa diskusi dengan mereka konsep pernikahan yang kita mau seperti apa, mereka akan buat sesuai dengan budget kita. Catering Restoran Nusantara untuk harga terjangkau dan kualitas rasa terjamin. Ibu ingat, kan, waktu kita pakai jasa Restoran Nusantara untuk acara temu keluarga, itu punya Reihan, temanku. Ibu pasti sudah tahu kualitas makanannya. Ibu bahkan bilang sendiri waktu itu rasa makanannya enak sekali, ngalahin makanan di hotel-hotel berkelas.”“Iya, B
Baca selengkapnya
Chapter 24
Terdengar salam dari ruangan depan restoran. Anak-anak langsung memeluk Maya dengan erat. Mereka menciumi pipi Maya tanpa henti. Silva geleng-geleng melihat hal itu.“Sayang, bisa habis pipi Tante Maya sama kalian.” Fadil terkekeh akan kelakuan dua cucunya. “Sampai papanya dianggurin begitu.” “Namanya juga habis manis sepah dibuang.” Reihan mengelus kepala Ardi.Dua anaknya melepas pelukan pada Maya lalu beralih memeluk dan menciumi pipi Papa mereka, tapi hanya sebentar lalu beralih lagi ke Maya.“Sayang, nanti lanjut lagi peluk dan ciumnya di apartemen. Papa kalian ada acara di Bandung sore ini.” Maya memberikan pengertian pada mereka.Reihan mengecek sekali lagi keadaan restoran. Setelah merasa semua aman, dia keluar bersama keluarganya dan Maya. Reihan memeluk dua anaknya sebelum masuk taksi. Mencium pipi mereka dengan gemas. Dia berpamitan pada Tante Silva dan Om Fadil.“Maya, titip anak-anak, ya.”“Iya, Rei. Tenang
Baca selengkapnya
Chapter 25
Ray melihat dua ponakannya duduk di sofa ruang tengah dengan tatapan lesu. Bibir mereka cemberut. Tidak bersemangat.“Kalian kenapa?” Ray duduk di sebelah Rachel.“Tante Maya kapan pulang, Om?” Ardi berpindah duduk di sebelah Ray.“Belum tahu, Sayang. Nanti Om tanyain ke Tante Maya, ya.”“Sudah kangen banget, nih.” Ucap Rachel manja. “Kalau Tante Maya pulang, kita nginap di tempat tante, ya.”Ray mengangguk menyetujui. Dua ponakannya mengeluarkan mainan mereka dari boks. Memilih mainan yang mereka suka. Ray masuk ke kamar kakaknya. Dia mendapati kakaknya tengah bermalas-malasan di kasur.“Tumben nggak ke restoran habis jemput mereka sekolah.” Ray merebahkan diri di dekat kakaknya.“Lagi pengin istirahat.”Ray meraih ponsel kakaknya yang tergeletak di kasur. Dia membuka galeri foto, berhenti saat melihat foto punggung kakaknya yang dikerik.“Ini dikerikin Tante Silva?”“Maya.”Ray terte
Baca selengkapnya
Chapter 26
Maya kembali ke Jakarta dengan hati yang ringan. Pasalnya setelah bicara dengan orangtuanya melalui telepon, ibu Handoko akhirnya luluh dan menyetujui usulnya. Sesampainya di Jakarta, Maya membicarakan dengan Nani terkait tawaran menggunakan hotelnya.“Syukurlah, calon mertuamu mau mengerti.” Nani mengelus bahu Maya. “Sekarang sudah nggak ada yang dipusingin lagi.”“Makasih, ya, atas semua bantuan kamu ke aku. Aku nggak tahu gimana balasnya.”“Aku sudah anggap kamu kayak saudara perempuanku sendiri. Jadi jangan pernah sungkan untuk minta bantuanku kalau kamu lagi ada masalah.”Bel berbunyi, Maya melihat di layar monitor siapa tamunya. Dia meminta Nani mengerjai mereka. Maya berlari ke kamar untuk sembunyi. Nani membuka pintu.Ardi dan Rachel langsung menanyakan keberadaan Maya tapi Nani bilang Maya belum pulang. Mereka tidak percaya. Mereka memanggil Maya berulang kali, tapi tidak ada sahutan.“Papa, Tante Maya di mana?” Rachel s
Baca selengkapnya
Chapter 27
Maya menyandarkan kepala pada bahu tunangannya. Dia bahagia bisa menghabiskan waktu bersama. Handoko memeluknya dari samping.“Sayang, kamu beneran nggak mau jalan-jalan? Mumpung weekend ini aku luang.”“Nggak, kayak gini aja sudah cukup.” Maya mengangkat sandaran kepalanya. Dia menatap penuh cinta wajah kekasihnya.Handoko mengecup kening Maya. “Maaf, ya, selama kamu di Jakarta, aku terlalu sibuk dengan pekerjaan jadi kurang memperhatikan kamu. Maafkan kelakuan ibu aku yang sudah nyakitin hati kamu.”“Yang penting sekarang ibu kamu sudah ngerti dan nggak ada halangan lagi bagi kita untuk menikah.”Handoko memeluk mesra Maya. Bibirnya mengecup kening lalu turun kedua pipi. Saat akan mencium bibir, Maya menahan dengan tangan. Dia meminta maaf. Sebagai gantinya dia mengecup tangan Maya.“Sampai kita menikah, ya, Sayang.” Ucap Maya lembut. Handoko mengangguk mengerti.Tak munafik, dia juga ingin merasakan ciuman itu. Tapi e
Baca selengkapnya
Chapter 28
Maya menahan napas ketika tubuh itu memerangkapnya di tembok. Tangan kiri pria itu memeluk pinggangnya. Tangan kiri meraih dagunya. Bibir pria itu mendarat di pipi. Maya memejamkan mata menikmati sentuhan lembut itu.“Reihan,” ucapnya pelan.Matanya terbuka, menatap sayang mata teduh itu. Kedua tangannya mengalung mesra ke tengkuk. Wajah mereka semakin dekat. Bibir bersatu tanpa permisi. Matanya terpejam lagi merasakan kelembutan bibir Reihan. Dia membuka diri menerima seluruh perhatian pria itu. Ciuman yang dia nantikan selama ini. Hanya dengan sentuhan di bibir, Reihan mampu membangkitkan gairahnya. Bibirnya terus meminta perhatian lebih.Tubuhnya terangkat dalam gendongan. Dia menautkan kedua kakinya di pinggang pria itu. Tangannya menekan kepala Reihan agar ciuman mereka semakin dalam. Tubuhnya dibaringkan perlahan di ranjang.“Reihan, aku sayang kamu.”Bibir mereka saling terpagut kembali. Dia sangat menikmati ciuman ini. Dia suka. D
Baca selengkapnya
Chapter 29
Ardi dan Rachel bermain bola besar di halaman depan restoran. Ardi tertawa ketika Rachel jatuh karena tidak kuat menahan laju bola yang menggelinding ke arahnya. Dia menghampiri Rachel dan membantunya berdiri. Mereka bermain lagi. Kali ini bola menggelinding ke arah parkiran mobil. Ardi berlari kecil mengambilnya. Tangannya hendak menyentuh bola besar itu namun tangan yang lain sudah lebih dulu mengambilnya.“Hati-hati mainnya, Sayang.” Pria itu membelai lembut kepala Ardi.“Iya, Om.” Ardi menerima bola besarnya dari pria itu. “Terima kasih, Om.”“Siapa namanya?”“Ardi.”Pria itu memandangi Ardi untuk beberapa saat. Mata Ardi mengingatkannya pada wanita itu.“Om pamit, ya, Ardi main lagi. Kapan-kapan kita ketemu lagi.”Ardi mengangguk dan melambaikan tangan sebagai balasan untuk pria tersebut. Mobil melaju meninggalkan restoran.“Ardi, jangan sembarangan ngomong sama orang yang nggak kita kenal. Kalau Papa tahu
Baca selengkapnya
Chapter 30
Zahra mendekati tunangannya yang tengah membaca koran pagi. Matanya mengarah pada cangkir teh di meja yang sudah berkurang setengah. Tandanya sebentar lagi Martin akan berangkat kerja.“Ada yang mau aku omongin. Bisa fokus dulu ke aku?” ucapnya manja.Martin melipat korannya. Matanya beralih fokus pada tunangannya. Zahra memberanikan diri menatap mata elang itu.“Aku bosan di rumah.”“Lalu?”“Aku butuh hiburan.”“Seperti?”“Boleh nggak aku ikut Ray dan Riyan syuting ke Bogor?”“Berapa lama?”“Mungkin 2 sampai 3 hari. Kalau misal lebih dari 3 hari, aku langsung pulang. Nanti aku hubungi supir untuk minta jemput.”Zahra memperhatikan wajah Martin yang cenderung akan menolak permintaannya.“Boleh, ya? Please, Sayang.”Martin membelai lembut pipi Zahra. “Ok, aku ijinkan. Tapi hanya 2 hari.”“Iya, nggak apa-apa. Itu juga sudah cukup buat aku. Makasih, Sayang.”Zah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status