Semua Bab Aku Ibumu, Nak!: Bab 31 - Bab 40
44 Bab
Bab 31. Pemuas
Keesokan harinya, Weni dikejutkan dengan sebuah paket tanpa nama pengirim. Weni ragu untuk membukanya, khawatir jika akan terjadi sesuatu padanya. Weni tidak langsung membukanya melainkan membiarkannya begitu saja sampai ada orang yang mengirim pesan kepadanya tentang paket yang diterima."Aku curiga dengan paket ini."Usai meletakkan paket itu tanpa ingin membukanya dulu, Weni kembali bersantai sebelum waktu bekerja. Sebatang rokok dan segelas bir kini menjadi teman kesehariannya. Hanya dua benda itu yang bisa mengobati keresahannya.Ting nungWeni beranjak dari kursi menuju ke pintu untuk membuka tamu pagi-pagi yang datang menemuinya."Mas Aris?" Weni terkejut saat membuka pintu dan melihat seseorang di hadapannya. Aris datang tiba-tiba ke apartemennya pagi-pagi. Weni hendak menutupnya lagi namun kaki Aris digunakan untuk menahan pintu supaya tetap terbuka."Apa maumu?" Weni terjungkal ke belakang ketika Aris dengan spontan mendorongnya. Aris menutup pintu dan menghampiri Weni yang
Baca selengkapnya
Bab 32. Mimpi Buruk
BrukFaridah tidak sengaja menabrak dinding saat hendak ke kamar mandi. Kepalanya yang masih terasa berat dipaksakan mengambil air untuk berwudhu. Alhasil, kepalanya terbentur dinding kamar mandi"Ibu kenapa?" Fatma yang kebetulan sedang menyapu mendengar benturan dan seketika berlari ke arah suara benturan tersebut. Terlihat Faridah sedang terduduk sambil memegangi kepalanya."Ibu hanya kebentur sedikit, kamu tenang saja!" Faridah berusaha bisa berdiri sendiri namun tetap saja tidak bisa. Kepalanya semakin berputar-putar dan berat."Ibu hanya ingin berwudhu saja," Fatma membantu Faridah mengganti pakaiannya sebelum berwudhu kemudian membantu Faridah berwudhu. Fatma juga memapah Faridah sampai ke kamar dan membantu memakaikan mukenah. Melihat Ibunya begitu khusu menjalankan ibadah meski hanya mampu sambil duduk di atas ranjang. Fatma berharap, Weni bisa segera sadar dan kembali pulang ke kampung. Fatma ingin sekali Ibunya bisa segera sembuh.Usai shalat, Faridah mulai mengurutkan biji
Baca selengkapnya
Bab 33. Harapan besar
Hingga menjelang siang, Aris belum bangun dari mimpi indahnya. Weni menyesap secangkir kopi sambil menatap mantan suaminya masih tertidur lelap. Weni menyibak gorden hingga membuat Aris terganggu tidurnya."Sayang, ini masih pagi. Kenapa kamu bangunkan aku?" Aris menggeliat karena pancaran sinar matahari yang mengganggu tidurnya."Ini sudah siang, Mas. Apa kamu tidak menemui istrimu?" Aris merubah posisinya. Tatapannya kembali mengarah pada Weni yang hanya mengenakan handuk kimono berwarna putih."Aku ingin tetap disini, Sayang. Bisakah kamu kemari dan bermesraan denganku?" Weni meletakkan cangkir kopi dan menghampiri Aris. Tubuh yang selalu membuat Aris tergila-gila ini kembali diterkamnya. Hal terlarang yang seharusnya tidak dilakukan kembali terjadi. Mereka berdua menikmati kebersamaan mereka di kamar Weni. Siang pun tiba, Aris kini sudah bersiap untuk mengunjungi Ibunya terlebih dahulu. Tidak lupa, Aris juga mengirim sejumlah uang senilai puluhan juta melalui aplikasi bank online
Baca selengkapnya
Bab 34. Pasrah dan Ikhlas
Ting nungSedang asik-asiknya menunggu respon menantunya, Meli sudah dikejutkan sosok yang menekan bel pintu rumahnya. Meli begitu bersemangat sekali, berharap sosok menantu idamannya yang berada di depan rumah."Pasti dia datang membawa emas itu!" Meli bergumam kegirangan menuju ke arah pintu sambil bersenandung kecilCeklekBibir yang tadinya tersenyum, kini mendadak muram ketika menjumpai sosok yang ada di depannya. "Orang kampung, ngapain kamu kemari?" Meli membuang muka melihat Fatma sudah berada di depan pintu rumahnya."Assalamu alaikum, Tante. Saya mau tanya alamat tempat tinggal Mbak Weni. Apakah Tante tahu dimana alamatnya?" "Tidak usah basa basi, yang jelas aku tidak tahu dan tidak mau tahu keberadaan Weni sekarang!" BrakMeli menutup pintu rumah begitu saja, harapan mendapat kejutan dari menantunya ternyata nol besar. Fatma terpaksa kembali dari kediaman Meli. Pupus sudah membawa Weni pulang untuk menjenguk Ibunya. Fatma dan Ridho kembali ke kampung tanpa mendapatkan ha
Baca selengkapnya
Bab 35. Tabrak Lari
Meski masih ada rasa rindu pada rumah warisan mendiang suaminya, dalam hati Faridah mencoba mengikhlaskan. Bagaimanapun rumah itu sudah bukan menjadi miliknya. Faridah kembali melanjutkan pekerjaan paginya dengan menanam beberapa benih bunga di depan rumah Fatma. Menanam bunga menjadi kegemarannya sejak masih muda."Ibu masih suka menanam bunga," Fatma duduk berjongkok di samping Faridah yang sibuk dengan campuran tanah dan pupuk hewan."Bapak kamu dulu sangat menyukai bunga yang selalu Ibu tanam. Rumah terasa begitu cantik jika ada bunga bermekaran di halaman rumah!" Senyum tersungging di bibir Faridah, teringat masa saat bersama mendiang suami."Fatma sayang Ibu!" Fatma memeluk Faridah yang tengah menyemai benih. "Jangan terlalu mengkhawatirkan Ibu. Tidak akan terjadi apa-apa pada Ibu!" Kedua wanita beda generasi terlihat sibuk dengan mencampur tanah dan menyemai. Kegiatan berlangsung sampai menjelang siang hingga kegiatan mereka terhenti ketika Ridho datang bersama seorang lelaki
Baca selengkapnya
Bab 36. Keadaan membaik
Suhu tubuh Keynan semakin tinggi membuat Keynan mengigau. Fatma, Ridho dan juga Faridah bergantian menenangkan Keynan. Hingga menjelang dini hari, Keynan barulah merasa tenang."Alhamdulillah, sudah lebih tenang daripada tadi!" Gumam Fatma sedikit lebih lega melihat perubahan keadaan Keynan. Begitu pula dengan Faridah, cukup tenang melihat Keynan sudah kembali tenang. Tidak lagi memanggil Ibunya yang tidak pernah ingin menemuinya."Fat, istirahatlah! Biar Ibu saja yang menjaga Keynan!" Fatma duduk bersandar di sebuah kursi sedangkan Faridah duduk di samping brankar Keynan. Keduanha begitu lelah hingga dengan cepat kedua mata mereka terpejam.Ridho berjaga di depan ruang rawat inap Keynan memastikan jika terjadi apa-apa di dalam ruangan. Keesokan harinya, Fatma berpamitan untuk menjual gelang sebagai biaya untuk pengobatan Keynan. Meski tidak besar namun cukup untuk membayar tagihan rumah sakit. Faridah bersyukur sekali masih ada salah satu anaknya yang selalu ikhlas menolongnya tanp
Baca selengkapnya
Bab 37. Modus
Meli kesal melihat gelang baru milik Weni. Gelang yang pernah diinginkan. Bahkan sampai sekarang, hanya saja Weni ternyata lebih dulu mendapatkan gelang yang diimpikan."Kok bisa dia punya gelang itu. Gelang itu harganya sangat mahal. Mustahil jika Weni bisa memilikinya!" Meli tidak hentinya menggerutu menuju ke meja. Tanpa disengaja Meli melihat menantu dan anaknya sedang makan siang. Bibir seketika tersenyum, ada niat tersembunyi saat ini. Kebetulan sekali Meli ingin gelang yang lebih cetaf dari yang dimiliki Weni."Halo, anak dan menantuku!" Kedatangan Meli yang tidak disengaja mengejutkab mereja berdua. Termasuk Aris saat ini. Sedangkan Marisa terlihat biasa saja saat Meli kini berada di depannya."Mama pesan dulu gih!" Tanpa pikir panjang, Meli memesan sesuai permintaan Marisa. Sesekali Meli berpikir untuk merangkai kata yang akan digunakan membujuk Marisa. Meli benar-benar tidak ingin kalah saing dari Weni."Marisa, bagaimana kandunganmu? Apa ada sesuatu yang kamu inginkan. Mis
Baca selengkapnya
Bab 38. Rencana Lancar
Pagi ini Fatma melihat Faridah sedang duduk melamun di pekarangan rumah. Tatapannya kosong seperti memikirkan beban teramat berat. Fatma menghentikan pekerjaanya dan menghampiri Faridah."Ibu," Faridah terkejut melihat Fatma sudah di sampingnya."Fa-Fatma!" "Ibu sedang memikirkan apa?" Fatma mencoba bertanya kepada Faridah. "Tidak ada apa-apa. Fat, Ibu mau bertanya padamu." Fatma mengernyitkan dahinya. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Faridah."Apa Ibu salah jika ingin mencari keberadaan Kakak kamu? Ibu merasa Kakak kamu sedang berada di dalam lembah hitam. Ibu khawatir jika Kakakmu salah jalan." Andai jika diijinkan, Fatma ingin mengatakan untuk tidak mengijinkan Ibunya ke kota sendirian, apalagi sudah dipastikan akan mendapatkan hinaan dari Weni maupun orang yang kenal dengannya. Namun, Fatma sama sekali tidak punya hak atas keinginan Ibunya terhadap Weni."I-Ibu tidak salah. Hanya saja Fatma takut jika Mbak Weni menyakiti hati Ibu ketika bertemu," Fatma terpaksa mengungkapk
Baca selengkapnya
Bab 39. Majikan Baru
Pagi ini Fatma terpaksa mengijinkan Faridah ke kota untuk mencari alamat Weni. Fatma ingin mendampingi namun Faridah berharap Fatma tetap menjaga Keynan di rumah.Kini Faridah berada di depan rumah Weni. Rumah yang sudah menjadi jaminan atas hutang Aris tanpa sepengetahuan Weni. Kenangan pahit muncul begitu saja hingga tak terasa air mata menetes begitu saja."Bu Faridah," sapa salah seorang tetangga. Lebih tepatnya seorang istri dari ketua RT yang dikenal dengan nama Murti."I-iya, Bu RT. Bagaimana kabarnya?" Faridah berjabat tangan dengan Murti."Alhamdulillah, Bu. Bu Faridah bagaimana kabarnya?" "Alhamdulillah. Bu Murti, saya mau tanya." Murti menatap Faridah begitu lekat seakan tahu apa yang akan ditanyakan."Weni sekarang tinggal di apartemen, Bu. Saya tahu alamatnya, nanti saya antar kesana," kedua mata Faridah berbinar mendengar Murti akan membantunya mempertemukan dirinya dengan Weni.Murti mempersilahkan Faridah terlebih dahulu untuk beristirahat di rumahnya. Rumah yang cuku
Baca selengkapnya
Bab 40. Cuek
"Kenapa Faridah?" Fatimah melihat Faridah seperti tidak percaya dengan yang ada di depannya."Ah, tidak ada apa-apa, Nyonya. Hanya saja saya heran, semua menikmati sarapan di satu meja makan yang sama," Fatimah tersenyum mendengar pengakuan Faridah."Kita disini keluarga. Kamu juga termasuk menjadi bagian dari keluarga ini. Biasakanlah dirimu dengan kehidupan di rumah ini!" Faridah kembali menikmati makanannya seperti asisten yang lain. Tidak ada rasa canggung sama sekali pada mereka. Usai sarapan bersama, mereka kembali pada pekerjaan masing-masing. Fatimah berkutat dengan komputernya memeriksa beberapa laporan yang masuk. Meski usianya tidak lagi muda, namun Fatimah lihai menggunakan komputer untuk menjalankan bisnisnya. Faridah tertegun dengan sikap majikan yang baru ditemuinya. Begitu mandiri meski rumah tidak ada siapapun kecuali asisten rumah tangga."Sibuk, Nyonya?" Faridah meletakkan secangkir teh di meja kerja Fatimah."Ya, beginilah orang tua. Masih harus bekerja di masa tu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status