Lahat ng Kabanata ng SAYUR KENTANG LIMA RIBU: Kabanata 21 - Kabanata 30
92 Kabanata
AKHIRNYA
“Argghh...!”Budi berteriak sembari melempar ponselnya kasar setelah melihat gambar undangan bertuliskan nama mantan istrinya dan nama seseorang yang sudah ia kenal dari pesan yang kakaknya kirimkan. Walaupun sudah tak ada ikatan dengan Rini, tapi hatinya seolah tak rela jika ada lelaki lain bersanding dengan Ibu dari anak-anaknya. Budi memperhatikan ponselnya sekali lagi, ia membaca dengan saksama kata demi kata di dalamnya dan terus berharap jika nama dalam foto itu adalah wanita yang pernah dinikahinya. Budi merebahkan diri di atas ranjang, ia menatap nanar langit-langit rumah yang tiba-tiba bergambar seorang wanita berwajah teduh dengan senyum menawan yang telah dikenalnya sejak remaja. Bayangan wanita berwajah sembab yang menggendong seorang bayi dan menuntun seorang anak kecil tiba-tiba muncul dibenaknya, saat itu hatinya benar-benar hancur. Namun tekadnya untuk membahagiakan keluarga membuatnya harus tetap tega meninggalkan mereka.Awalnya semua berjalan sebagaimana mestinya.
Magbasa pa
BELUM SEPENUHNYA BERAKHIR
“Kalo ngamplopnya cuma sepuluh ribu enggak usah ambil sate, nanti yang punya hajat rugi,” bisik Wulan pada wanita bergamis merah yang tengah menambahkan dua tusuk sate pada piring yang telah terisi nasi, lauk pauk dan tujuh tusuk sate.Wanita itu berbalas melirik kemudian berlalu sambil memasukkan satu tusuk sate ke dalam mulutnya.Wulan mengentak-entakkan kakinya saat perkataannya tak diindahkan oleh Sari. Wanita itu terus bersafari memakan semua menu yang di sediakan. Wulan beralih menatap tajam pada wanita berbaju batik yang tengah mengambil makanan sembari menggandeng seorang anak perempuan yang juga memegang piring. Dia lebih parah lagi karena ia mengisi piring anaknya sama penuh dengan makanan di piringnya seolah porsi mereka sama. Padahal Wulan yakin perut anaknya yang kecil itu tak akan muat menampung makanan sebanyak itu. Benar-benar tak tahu malu!Sadar tak bisa berbuat apa-apa akhirnya Wulan pasrah, ia membiarkan tetangganya berpesta sesukanya. Ia yakin jika semua orang ya
Magbasa pa
SABAR
[Hei, tukang cungkil kelapa. Jangan ganggu aku terus. Aku mau tidur]Ari tersenyum setelah membaca pesan yang Juwita kirimkan, ia tersenyum geli karena meskipun marah-marah, tapi teman sekelasnya itu tetap membalas pesannya sejak siang. Sebagai remaja belasan tahun yang baru saja merasakan cinta monyet membuat keduanya hampir setiap hari berbalas pesan. Ada saja topik pembicaraan yang mereka obrolkan setiap hari.Juwita yang mempunyai wajah cantik dan kulit putih sangat kontras dengan Ari yang berkulit sawo matang dan wajah sedikit garang. Menjadi pekerja keras sejak kecil membuat penampilan remaja yang baru menginjak kelas dua SMP itu terlihat lebih dewasa dari usianya. Apalagi sejak pindah ke rumah kakeknya ia ikut bekerja sebagai tukang cungkil kelapa di rumah tetangganya yang mempunyai usaha pembuatan kopra putih. Walaupun awalnya hanya bermain-main saja, namun setelah mendapatkan upah yang menurutnya lumayan, hal itu menjadi kegiatan rutin yang Ari lakukan selain membantu mama d
Magbasa pa
CIUT
“Kamu gila ya, Mas! Ini tabungan buat lahiran anak kita, kenapa kamu pake enggak bilang-bilang, hah?” bentak Ningsih pada lelaki yang kini tengah lahap memakan makanannya.“Duit-duit aku, terserah aku dong mau ngabisin,” jawab Budi santai sembari terus memasukkan makanannya ke dalam mulut.“Aku enggak pernah ngelarang kamu ngirim uang ke anak-anak kamu, tapi enggak perlu sebanyak itu, kan? Ingat, sebentar lagi anak kita lahir.”“Aku kan kerja, besok juga dapat uang lagi. Enggak usah sok drama kayak aku enggak pernah kasih duit, deh! Lagian selama ini duitku kan sama kamu semua. Kamu enggak lupa, kan?”“Iya, tapi sekarang berbeda, sekarang kita butuh uang lebih banyak. Kamu tahu, kan, kalo biaya lahiran di sini mahal? Lagian di tempat terpencil kayak gini, apa-apa serba duit. Kamu mikir enggak, sih?”Ningsih menghentak-hetakkan kakinya, ia geram pada suaminya karena telah lancang memakai uang yang susah payah ia kumpulkan untuk mengirimi anaknya. Selama ini mereka jarang sekali berten
Magbasa pa
BERHASIL
Dua anak lelaki duduk berdampingan sembari melihat televisi yang sedang menayangkan film kartun agen rahasia. Hal itu sudah menjadi kebiasaan mereka setelah pulang sekolah. Tak seperti saat di kampung yang mempunyai ruang gerak yang luas, di tempat baru, mereka baru mempunyai sedikit teman yang tak memungkinkan bisa diajak main di luar. Kalaupun mereka bosan berdiam diri di rumah, atau acara televisi tak lagi menarik, mereka akan turun untuk bermain bola di garasi atau halaman rumah. [Sebentar lagi Bapak pulang, Nak]Ari dengan serius membaca pesan yang baru saja dikirimkan Budi. Ia tersenyum kecut, merasa jika Bapak kandungnya seolah berniat merecoki keluarga barunya. Bagaimana tidak, setelah lama tak pernah memedulikan keluarganya, kini Budi seolah sedang gencar mendekati anak-anaknya.[Tak usah pulang, Pak. Lagian kita enggak akan bertemu. Jika perlu jangan pernah pulang] Dengan cepat Ari membalas pesan lelaki yang menurutnya semakin hari semakin tak tahu diri. Ia bukan anak keci
Magbasa pa
PERMINTAAN MENGEJUTKAN
Rini dan Tanto tengah duduk berdua sambil menonton televisi sembari memperhatikan Ari yang tengah serius membantu Bagus menyusun permainan lego. Biasanya di akhir pekan seperti sekarang ini rumah mereka ramai karena kedatangan kakak juga semua keponakan Tanto, tapi saat ini mereka tak datang karena ada acara masing-masing. Apalagi akhir-akhir ini Ibu sering menginap di rumah Eka yang membuat kumpul keluarga beralih ke rumahnya.“Kamu betah, kan, tinggal di sini?” tanya Tanto yang beralih duduk di sebelah Ari.“Betah, Om.”“Kalo ada apa-apa bilang sama Om, ya!”“Iya, Om.”Hingga saat ini Ari memang belum mau memanggil Tanto dengan sebutan Ayah, seperti janjinya, Ari masih tetap menganggap Tanto sebagai teman hingga ia siap menerimanya sebagai seorang Ayah. Hal itu juga diikuti adiknya yang ikut memanggil ayah sambungnya dengan sebutan ‘om’.Saat Tanto beranjak karena harus menerima telepon kini giliran Rini yang mendekat pada kedua anaknya. “Kamu beneran udah kerasan tinggal di sini?”
Magbasa pa
MENCOBA MENGERTI
“Enggak bisakah kamu melupakan Rini sebentar saja? Aku juga butuh perhatian, Mas,” Ningsih terus berbicara disamping Budi yang akhir-akhir ini terus disibukkan dengan ponselnya.“Enggak usah berlebihan, kita ini udah tua!” jawab Budi yang terus fokus pada ponselnya dan tak memedulikan wanita berperut buncit di sampingnya.Ningsih memberengut kesal kemudian memutuskan pergi. Lagipula percuma saja ua mengemis perhatian sedangkan kepala suaminya hanya digunakan untuk memikirkan mantan istrinya. Sebenarnya Ningsih ingin sedikit diperhatikan, di kehamilan yang sudah memasuki bulan akhir, membuat tubuhnya cepat merasa lelah. Tak meminta hal aneh, ia hanya ingin Budi sering duduk bersama sambil mengelus perutnya. Itu sudah cukup memberinya kekuatan untuk menghadapi persalinan yang mungkin akan terjadi kurang dari sebulan lagi. Tapi bagaimana itu bisa terjadi, sedangkan Budi selalu terlihat risih saat Ningsih mendekatinya. Alih-alih diperhatikan, tak jarang ia mendapat makian serta kata-k
Magbasa pa
KETAKUTAN
“Hay nyonya Hartanto, sombong sekarang, ya? Mentang-mentang udah tinggal di kota langsung lupa sama teman yang di desa. Awas aja kalo nanti kamu ada masalah terus kepengin curhat, enggak bakal aku dengerin. Ora sudi!” Rini menjauhkan ponselnya dari telinga. Baru saja mengangkat telepon ia langsung di suguhi pidato orasi dari Wulan. Semenjak Rini pindah mengikuti suaminya, hubungan kedua orang itu bisa di katakan menjadi semakin jauh, walaupun masih sering berbalas pesan, Rini yang disibukkan oleh statusnya sebagai istri membuatnya tak banyak mempunyai waktu untuk ngobrol dengan sahabatnya.“Apa kabar Bu Wulan?” “Ya seperti inilah, semenjak aku ikutan jualan online kayak kamu, aku jadi sering pergi-pergi COD gitu. Mayan hasilnya bisa buat beli make up sama buat nyumpel mulut pedes tetangga,” jawab Wulan asal. Rini terkekeh, sahabatnya satu ini memang tak ada duanya, selalu saja merepet saat berbicara. Kalo saja sekarang Rini berada di depannya, sudah pasti ia sumpal mulutnya itu deng
Magbasa pa
MEREPOTKAN
Terik matahari sudah mulai terasa ditubuh wanita lansia yang sedari tadi asyik berjemur sembari menikmati beberapa potong kentang rebus kesukaannya. Ia meletakkan piring yang sudah kosong itu ke meja yang terletak disampingnya dan beralih mengambil susu hangat yang masih tersisa separuh. Semenjak anak bungsunya menikah dengan Rini, hidupnya benar-benar terurus. Saat sebagian para mertua mengeluh dengan tinggal menantunya yang keterlaluan, Bu Riyati malah bahagia dengan kedatangan Rini dan kedua anaknya ditengah-tengah keluarga mereka. Bagaimana tidak, ia yang biasanya hanya mengandalkan ketiga anaknya yang juga mempunyai kesibukan masing-masing, sekarang bak memiliki perawat khusus yang akan menemaninya dua puluh empat jam.“Bu, masuk dulu, yuk!” ajak Rini sembari mendorong kursi yang Bu Riyati duduki.“Iya, bawa Ibu ke depan televisi ya, Nduk. Ibu mau nonton film india terusan kemarin.”Rini mengangguk sembari tersenyum geli dengan sikap mertuanya yang senang sekali menonton film in
Magbasa pa
TERANG-TERANGAN
Budi memandang bayi merah yang sedang menggeliat dalam dekapannya. Ia tersenyum sebari mengelus lembut bayi perempuan yang baru berumur sepuluh hari. Budi merasa wajah bayi itu tak asing baginya, bukan mirip ayah atau ibunya, tapi lebih mirip dengan Bagus saat terakhir kali ia tinggalkan.Setelah dirasa sudah tenang, Budi meletakkan bayi itu di atas ranjang kemudian menyelimutinya dan menutupnya dengan kelambu. Pandangan mata Budi beralih pada sosok wanita yang tengah tidur meringkuk disampingnya. Sejak melahirkan, tubuh Ningsih memang sangat lemah. Pendarahan hebat yang dialaminya sebelum persalinan membuatnya harus berjuang lebih keras untuk melahirkan bayi dalam kandungannya. Awalnya Budi sudah pesimis jika keduanya memang bisa bertahan, mengingat Ningsih hanya bersalin di klinik kecil dengan alat sederhana. Tempat tinggal mereka yang berada di tengah hutan, membuatnya sulit membawanya ke rumah sakit. Namun Tuhan berkata lain, dengan perjuangan yang luar biasa akhirnya keduanya bi
Magbasa pa
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status