All Chapters of Salah Melamar: Chapter 31 - Chapter 40
69 Chapters
sesion 2 bab.8
Tangan melambai ke arah kendaraan roda empat yang berlalu, di mana mata Mbak Anita terlihat sendu namun dipaksakan untuk tersenyum. Beberapa detik kemudian tubuh ringkih itupun ambruk, bersamaan dengan mobil Mas Adam yang mulai tak terlihat.“Mbak Anita,” ucapku cepat sambil menyangga tubuhnya.Ia tersenyum. “Aku tak apa, cuman mendadak kehilangan keseimbangan.” Lagi-lagi wanita itu menutupi rasa sakitnya.Kupegangi tangan kurus itu, dan kupapah menuju kamar. Namun, ketika melewati pintu kamarku, langkah kakinya terhenti. Ia menoleh ke pintu kamarku yang masih tertutup rapat.“Boleh aku tidur bersamamu, Dijah,” ucapnya.Kulihat gelagat aneh dari raut wajahnya. Namun, akupun tak berani menolak ketika mbak anita meminta.“Boleh, Mbak, dengan senang hati.”Kubantu wanita cantik dengan tubuh pucat itu merebahkan diri di ranjang. Sengaja meninggikan bantalnya agar ia nyaman. Hitungan detik pun kudengar dering ponselku terdengar. Kuraih benda yang terletak di atas meja, dan mataku terperan
Read more
sesion 2 bab.9
“Mas Adam,” ucapku lirih menatap wajah yang mirip suamiku. Lelaki berpakaian formal dengan kemeja dan celana panjang itu terlihat basah. Berdiri tegak dengan tangan kanan yang memegangi payung yang diarahkan ke aku. “Mas, kamu menepi saja,” ucapku setengah berteriak karena melawan derasnya air hujan. “Kamu basah kuyup. Kamu bisa sakit kalau terus-terusan disitu,” ucapku lagi. Lelaki itu tak bergeming, seakan tak mendengar apa yang kuucap. Lalu kutarik lengannya, dan sedikit berlari menuju tempat teduh. Suara riuh dari tetesan air yang jatuh mengenai atap usang saling beradu, memecah rasa sepi di antara kami. Tak ada pembicaraan, melainkan sama-sama menatap puluhan gundukan tanah yang basah dengan pikiran masing-masing. Kugesekkan kedua telapak tanganku, mencoba sedikit mencari kehangatan. Angin yang menyapa, lebih dari cukup untuk memberiku rasa dingin. “Sudah tahu dingin, kenapa harus hujan-hujanan?” ucapnya tanpa menoleh ke arahku.“Mas Adam kenapa nyusulin Dijah kesini? Dimi
Read more
sesion 2 bab.10
“Mbak, Dijah gak ada hubungan apa-apa sama Mas Adam.”“Yakin?”“Iya, Mbak.”“Dua orang lawan jenis bersamaan dalam satu tempat. Setan di antara kalian.”“Kami di makam, Mbak.”“Maka dari itu, setannya banyak, Dijah. Aku tahu kamu orang baik, tapi yang namanya manusia gak ada yang tahu.”“Maaf, Mbak. Dijah gak akan mengulanginya kembali.”“Sebelumnya maaf ya, Dijah. Bukannya Mbak mau ikut campur dengan hidupmu. Tapi, Mbak mohon sekali, andaipun kalian memang ada rasa, tunggu sampai kakak iparmu itu menduda. Mbak belum bisa melihat Anita diduakan. Mbak tahu sekali, bagaimana cerita mereka dulu,” ucapnya.“Dijah juga gak pernah berpikiran untuk menjadi yang kedua, Mbak. Dijah juga belum berpikiran jauh kesana. Nama Mas Ammar masih terukir jelas di hati Dijah.”“Ya syukurlah, Dijah. Mbak Cuma kasihan sama Anita, dia sudah sakit cukup lama, dan mbak gak ingin dia juga merasakan sakitnya punya madu.”Aku tersenyum, meskipun kuyakin mbak Sri tak akan melihat senyumku di sebrang sana. “Dijah
Read more
Sesion 2 bab.11
“Bapak, masakan tante Dijah seperti buatan ibu anita, capjaynya enak sekali,” ucap lelaki kecil itu tanpa pernah kusangka. Seketika, Mas adam menolehku dengan tatapan yang tak mampu kuartikan. “Makanan ibu Anita tetap yang nomer satu, Tito,” jawabnya tanpa menoleh ke arah anaknya, masih menatapku sinis. Entahlah, aku tak tahu kesalahan aku apa dengan Mas Adam. Dia benar-benar terlihat dingin padaku. “Enggak kok, Pak. Capjay buatan tante Dijah memang benar-benar enak. Lebih enak dari buatan ibu malah.”“Sudah makan saja, Tito. Bapak mau ke kamar dulu.”“Baik, Pak.”Tak lama kemudian ibu datang dengan bapak, dimana wajah wanita pemilik mata teduh itu terlihat redup. Binar indah yang biasa ia tampakkan dulu, kini kehilangan cahayanya. Beliau berjalan dipapah lelaki yang menjadi kekasihnya, duduk di bangku yang sama seperti saat awal aku datang. “Nduk Dijah, pasti kamu capek sekali, masak sendiri,” ucap beliau sambil menatap jejeran makanan yang kusajikan. Ada sop udang untuk Anas, c
Read more
Sesion 2 bab.12
Tanpa jawaban, aku hanya menampakkan telapak tanganku. Tak ingin seseorang mendekat. Baik Mas Adam dan anak-anak hanya terdiam. Sedangkan aku menahan rasa mual yang terus menggelayut dalam perutku. Seakan organ dalam itu diremas-remas begitu kuat.Keringat sebiji jagung mulai bermunculan di dahiku, termasuk tubuh yang mulai terhuyung dengan pandangan yang semakin meredup.“Dijah, ini air hangat,” ucap Mas Adam yang ternyata sudah berada di sisiku. Sayup-sayup kulihat gelas kaca berisi air hingga penuh.“Terimakasih, Mas.”Kupaksakan kuat, dengan tubuh yang gemetaran. Hampir kuraih benda itu hingga tiba-tiba pandanganku kembali mengabur. Gelas kaca terlihat menjadi 2, lima, dan kemudian banyak. Hingga semua tertutup oleh pekatnya kegelapan.“Dijah, Nak Dijah.” Suara ibu nan lembut terdengar dari kejauhan. Juga bayangan Mas Ammar yang tiba-tiba datang menampakkan senyumannya. Tak berbicara apapun. Melainkan hanya memamerkan lesung pipi yang begitu kurindu.“Nak Dijah, bangun, Sayang.” S
Read more
Sesion 2 bab.13
“Kamu hamil, Dijah?” tanya Mas Adam yang tiba-tiba berada di ambang pintu dapur. Dahinya mengernyit dengan tatapan aneh.“Sepertinya sih begitu, Dam. Lihat saja, dia akan mual-mual kalau mencium bau ikan. Padahal biasanya dia paling rajin masak dan berkutat dengan bau amis dari ikan,” jawab Mbak Sri. Aku terdiam, tak menyanggah ataupun mengiyakan. Kembali melanjutkan aktifitasku, mengguyur alat makan yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan spons yang berbusa. “Mbak dulu juga kayak gitu, Jah. Tiap kali mencium bau Mas mu akan mual, eh tak tahunya wajah Anas plek sama abi-nya . gak mirip sama sekali denganku,” ucap Mbak Sri kembali. “Dijah, apa gak seharusnya kamu periksakan diri ke dokter?’ tanya Mas Adam. ‘Sejak akpan dia peduli padau?’ batinku mencerca lelaki yang sellau dingin padaku. “Tidak, Mas. Dijah baik-baik saja. Kenapa harus periksa?”Mas Adam mendekat, lalu membuka kulkas. Diambilnya ikan beku yang ada di dlamanya didekatkan ke arahku. Seketika mual kembali menyapa. De
Read more
sesion 2 bab.14
“Dijah, kamu….”Kuambil benda pipih yang berada di tangan ibu. Seketika dua bola mataku pun menatapnya dengan haru. Dua garis tergores di dalamnya, menandakan adanya benih di rahimku. Netraku kini mengemnun, berikut dengan ibu yang bibirnya gemetaran, dipeluknya aku dengan erat, berikut dengan suara tangisan yang terdengar.“Kamu hamil, Dijah,” ucapnya. Masih dengan posisi memelukku. Dielusnya punggungku begitu lembut.“Iya, Bu. Alhamdulillah,” ucapku masih tak percaya. Allah begitu baik kepadaku, di tengah rasa suudzonku terhadapNya. Sang pemilik semesta terus memberikanku kejutan dengan hal yang membahagiakan. Allah menjawab doa-doaku untuk kembali menghadirkan Mas Ammar di sisiku.“Ya Allah, Nduk. Ibu bahagia sekali,” ucapnya yang melepas pelukan dan langsung mengelus perutku. “Cucunya nenek baik-baik disana ya,” ucapnya yang semakin membuatku tenggelam dengan rasa haru.Kalimat alhamdulillah tak henti-hentinya keluar dari bibirku. Hingga ibu akan membuat sebuah acara syukuran keci
Read more
sesion 2 bab.15
“Aku ... e ....”“Bagaimana aku bisa tidak mencintaimu, Jah? Sedangkan sejauh ini namaku selalu kau sebut dalam doamu. Kau serahkan hatimu dengan sang maha pembolak balik hati manusia.”“Mas ammar ....”“Hm, apalagi?” tanyanya.“Jangan marah-marah.”“Bagaimana aku tidak marah sedangkan kamu membuatku kesal.”“Dijah minta maaf, Mas.”“Tidak gratis.”“Maksudnya?”“Ya bayar.”“Bayar pakai apa? selama ini Mas Ammar gak pernah beri Dijah uang belanja.”Lelaki itu menatapku untuk sesaat, lalu mengambil dompet dari saku celananya. Dibukanya benda tersebut, hingga menampilkan beberapa lembaran uang seratus ribuan. Namun, yang diambilnya bukanlah uang yang itu, ia mengambil bagian yang terselip, dimana lembaran uang itu kini berbentuk gulungan layaknya rokok, yang sudah pipih. “Ini jatahmu dari beberapa hari kemarin. Maaf baru memberikannya hari ini. toh kita makan juga masih numpang sama ibu kan?”Aku terdiam. Ini semua rasanya seperti mimpi bagiku.“Dijah, mau uangnya gak? Aku kembalikan la
Read more
Sesion 2 bab.16
“Mas … ini… kamu yang ...?” tanyaku tergagap, tak percaya dengan apa yang terjadi.“Ibu yangmemintaku. Jangan lupa ponselmu jangan sering ditinggal. Jika tidak ingin ibubolak balik kesini.”“Baik.”“Ini kuncirumahmu yang baru, maaf kemarin masuk tanpa permisi, jadi kunci rumah digantibaru,” ucapnya sambil memberikan sebuah gagang kunci dengan gantungan hellokitty.“Dirusak,Mas, kuncinya?”Tanpajawaban, lelaki berparas tampan mirip Mas Ammar berlalu begitu saja.Kulangkahkankakiku mendekat ke pintu, menarik nafas panjang dan masuk. Hingga tedengarsuara berderit ketika papan segi panjang itu kudorong, tampaklah suasana barudimana cat dalam rumah sudah berbeda. Jika dulu berwarna hijau usang, yangbeberapa dindingnya tampak menjamur, kini berubah bersih dengan warna putihpastel. Juga meja kursi tamu yang rapuh dimakan usia, kini berganti sofa denganwarna senada cat rumah. Sebuah memo terletak di atas meja dengan disolatif kebahan kaca tersebut.“Kenangancukup dalam hatimu saja. Sekarang
Read more
Sesion 2 bab.17
“Assalamualaikum, Mas Adam. Iya, ini Dijah lagi mau minum obat. Tolong sampaikan ibu, beliau tidak perlu khawatir.”“Waalaikumsalam, Nak Dijah. Ini ibu pakai nomornya bapakmu. Tadi kamu bilang apa?Adam?” tanya dari balik sana yang membuatku mengecek nomor yang masuk.‘Astagfirullah,’ batinku. Karena terburu-buru mengangkat panggilan, membuatku salah menduga. “Iya, Bu. Tadi ibu titip pesan untuk Dijah minum obatkan? Ini baru mau Dijah minum,” ucapku.Sesaat terasa hening. Tak terdengar apapun dari sebrang sana. Lalu, tawa kecil ibu terdengar. “Ibu, maaf. Apa ada yang lucu?”“Maaf, Nak Dijah. Ibu tidak berpesan apa-apa sama Adam. Lagian, pulang dari rumahmu tadi, ternyata ada Sri dan Adi di rumah. Jadi sampai saat ini, belum bertemu Adam.”Aku terdiam, masih mencerna perkataan ibu. “Ya sudah jaga diri baik-baik saja ya, Nak. Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk memberi kabar.”“Iya, Bu. Terima kasih banyak atas semua perhatiannya. Ibu terlalu perhatian, sampai rumah lama Dijah dija
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status