“Bapak, masakan tante Dijah seperti buatan ibu anita, capjaynya enak sekali,” ucap lelaki kecil itu tanpa pernah kusangka. Seketika, Mas adam menolehku dengan tatapan yang tak mampu kuartikan. “Makanan ibu Anita tetap yang nomer satu, Tito,” jawabnya tanpa menoleh ke arah anaknya, masih menatapku sinis. Entahlah, aku tak tahu kesalahan aku apa dengan Mas Adam. Dia benar-benar terlihat dingin padaku. “Enggak kok, Pak. Capjay buatan tante Dijah memang benar-benar enak. Lebih enak dari buatan ibu malah.”“Sudah makan saja, Tito. Bapak mau ke kamar dulu.”“Baik, Pak.”Tak lama kemudian ibu datang dengan bapak, dimana wajah wanita pemilik mata teduh itu terlihat redup. Binar indah yang biasa ia tampakkan dulu, kini kehilangan cahayanya. Beliau berjalan dipapah lelaki yang menjadi kekasihnya, duduk di bangku yang sama seperti saat awal aku datang. “Nduk Dijah, pasti kamu capek sekali, masak sendiri,” ucap beliau sambil menatap jejeran makanan yang kusajikan. Ada sop udang untuk Anas, c
Read more