All Chapters of Perginya Istriku : Chapter 51 - Chapter 60
204 Chapters
Bab 51
"Mas ...." Indri masih terpaku. "Ayo!" Pria itu mengajak Indri lagi. "Mas, kenapa kamu ada di sini?" Seolah tak mendengar ajakan pria itu, Indri belum juga beranjak dari tempatnya berdiri."Sudahlah, ceritanya nanti saja." Fabian mengusap air mata di pipi wanita cantik itu. "Coba tunjukkan jalannya!" Fabian mengulum senyuman.Indri yang masih mendongak, beralih pandangan jauh di ujung jalan. Setelah itu, dia mengangguk. Mereka bergandengan, ada rasa yang menggetarkan hati. Indri sadar, tak seharusnya dia membiarkan lelaki itu terus menggenggam tangannya. Mereka bukan suami istri. Sampai di depan dua makan kecil dengan batu bertuliskan nama, Indri berjongkok mengelus pusara hitam di sana. Fabian ikut berjongkok dan membersihkan makam yang terdapat dedaunan kering. "Ini putra-putramu, Ndri? Pasti mereka sudah bahagia di sana. Jangan bersedih, kelak kalian pasti bisa bertemu lagi. Meski sudah berbeda cerita." "Iya, Mas. Aku tahu, aku tidak boleh berhenti di tengah jalan. Aku harus m
Read more
Bab 52
Angin bertiup membawa debu yang memenuhi jalan, dua mobil saling beriringan dengan laju yang tak tentu. Dua bersaudara saling beradu. Hingga sebuah suara yang memekik telinga membuat penumpangnya terasa seperti tengah mengadu nyawa. Indri mengatur napasnya bersama mobil yang telah berhasil ditekan remnya."Mas, aku mau turun saja. Aku tidak sanggup naik mobil begini. Perutku mual." Indri mendadak berkeringat dingin. Tenaganya seolah terhempas bersama dengan udara yang memuai. "Maafkan aku, Ndri. Aku kesal dengan Rasya yang masih saja berusaha inginkan dirimu." Fabian jujur. Ia tak bisa menahannya terlalu lama. "Aku mencintaimu." Mereka masih di dalam sana. Begitu Indri mengatakan keadaannya, Fabian membuka kaca mobil tanpa diminta.Indri membuka pintu, ia keluar dengan napas memburu. Duduk di pinggir jalan dan hampir saja lengah. Satu tangan Rasya terulur dan separuh tubuh wanita itu berhasil melekat kembali pada dada bidang."Ndri, kamu baik-baik saja? Rasya tersenyum bahagia dalam
Read more
Bab 53
Keadaan tenang itu dikejutkan dengan sebuah klakson yang berbunyi nyaring. Mobil mewah berwarna putih berhenti di bawah pohon mangga milik keluarga Indri. Dari balik jendela, Indri bisa melihat sosok gagah dengan outfitnya yang berkelas turun setelah mesin mati."Nah, kan. Dia datang." Tiba-tiba saja tengkuk terasa gatal, ingin rasanya langsung tidur."Udah, temuin saja! Siapa tahu, kamu dapat job yang lumayan. Bukan hanya perihal asmara." Ali terkekeh geli."Bener apa kata Mas-mu, Ndri. Coba temuin dulu!" tambah Rumi. Ia bersiap menuangkan minuman setelah pergi dari kamar Indri.Langkah yang terlihat malas itu mencoba membuka pintu sebelum si tamu mengetuknya. Mereka bertatapan lalu, terlihat kaku karena sama-sama gugup."Masuk, Pak!" Indri membuka lebar-lebar pintu dengan ukiran kayu tersebut."Iya," balas Dave singkat. Dave duduk setelah meletakkan kunci mobilnya di meja. Ia melihat keadaan sekitar yang terlihat sepi. Padahal, Ali dan Rumi tengah menguping dari kamar masing-masing
Read more
Bab 54
"Kamu beneran berangkat sama dia, Ndri?" Ali yang tengah berdiri di depan cermin lemarinya, memastikan sang adik duduk di kursi ruang tengah. "Au ah. Dia maksa banget, Mas. Masa iya aku nolak, aku sudah terikat kontrak kerja juga dengan dia. Aku belum siap kehilangan pekerjaan ini. Cuman nemenin emaknya doang, kok." Indri terlihat malas meski sudah siap dengan penampilan rapi. Gaun hitam dengan beberapa manik yang berkilau, dipadu dengan jilbab berwarna nude. Indri menyandarkan kepalanya pada kursi. Menemani Ibunya yang tengah menonton televisi.Waktu baru menunjukkan pukul tujuh, lepas salat Isya' Indri sudah siap. Menunggu pria yang katanya ingin menjemput. Tangannya mengotak-atik ponsel sejak tadi."Aku duluan, yah?" Ali keluar kamar. Menutup pintu agak renggang. Pria dewasa seusia Fabian itu terlihat sangat sempurna. Jambangnya yang mulai merambat tipis, mempertegas dirinya sudah benar-benar matang untuk segera berumah tangga."Duluan, deh. Kalau si es batu enggak datang, aku bis
Read more
Bab 55
"Terima kasih, Miss. Kami pergi dulu." Dave menyelesaikan pembayaran dan membuka pintu mobil untuk Indri. Mereka kembali ke jalanan yang padat. Kebetulan malam Minggu, banyak pengguna jalan yang sengaja keluar malam untuk menikmati suasana kota Jakarta.Sampai di tempat tujuan, mereka turun. Namun, saat berjalan Indri kesusahan. High heels yang ia pakai terlalu tinggi. Memang sepadan dengan tinggi badan Dave, agar mereka terlihat serasi. Berbeda menurut Indri, ini akan sangat mengganggunya."Pegang!" Dave mengulurkan tangannya. "Tapi, Pak. Kita bukan pasangan, apalagi suami istri. Saya tidak bisa berpegangan dengan anda." Dave berdecak. "Kalau kamu jatuh, siapa yang malu?" "Ya, saya sendiri. Memangnya siapa?" Indri menyincing gaunnya dan mulai masuk. "Dita!" teriak Dave. Pria itu mengejarnya. Yang dikhawatirkan Dave benar terjadi, hampir saja Indri terjungkang. Dengan sigap, tangan kekar itu menangkap pinggang ramping lalu menariknya. Mereka menjadi pusat perhatian. Sejenak bumi
Read more
Bab 56
Indri berlari dan memutar badannya, menghalangi pria dewasa itu dengan berpegangan pada pinggang Dave. Seseorang yang memegang gagang pisau telah menusukkan benda tajam itu hinggap mengalirkan cairan merah. Serupa dengan gaun yang baru saja melekat pada tubuh Indri."Dita," pekik Dave. Tangannya menahan tubuh Indri yang sudah tak berdaya. Pria bertopi hitam dengan jaket kulit tadi berlari dengan sangat cepat. Beberapa pengawal dan sekuriti langsung mengejar sosok misterius tadi. Orang-orang di dalam gedung mulai berhamburan melihat Indri dalam dekapan Dave. "Tolong!" Dave berteriak."Indri!" Fabian tak mau kalah. Ia membantu Dave mengangkat wanita itu dan membawanya ke dalam mobil. Ali pun yang paling panik diantara pria-pria itu segera mengejar adiknya yang sudah dibawa ke rumah sakit.Mobil-mobil hitam beriringan, melaju menerpa hujan lebat. Sang bidadari banyak kehilangan darah. Indri sudah tak berdaya lagi meski sekadar membuka mata. Bibirnya berubah putih memucat. Dave yang dud
Read more
Bab 57
"Maksud, Tuan?" Ali tak paham. Ia ingin mempertegas ucapan Dave. "Saya bingung, apa yang akan saya katakan nanti pada Ibu kalau tau kondisi Indri begini." Ali menunduk."Ya, jika dia memang akan kehilangan rahimnya, maka saya yang akan menerima dia apa adanya. Dia akan saya nikahi." Dengan mantap, Dave mengutarakan niatnya. Semua orang di sana terkejut. ***"Al, jangan bercanda kamu, benarkah Indri akan dioperasi? Indri sekarang gimana?" Rumi yang baru dijemput lagi itu, sudah tak kuasa menahan tangis. Mereka berjalan dengan langkah yang sangat terburu. Melewati pasien-pasien yang didorong di atas ranjang dan para dokter yang sibuk dengan urusan masing-masing."Tenang, Bu. Kalau Ibu panik, yang ada Ali juga ikut panik. Mana bisa Ali menikah sedangkan Indri dirawat begini?" Pria itu seperti tengah memakan buah simalakama. "Ada Nak Fabian dan Tuan Dave, di sana?" Rumi kembali bertanya. Sungguh, apa yang ada di dalam hatinya tak bisa lagi untuk terus ditahan.Ali mengajak Ibunya masu
Read more
Bab 58
Sayup-sayup bulu mata lemah terlihat bergerak. Sesekali meremas rasa nyeri dengan isyarat mata. Indri meringis karena ia tak bisa dengan mudah bergerak ke samping. Tubuhnya kaku. Saat membuka mata dengan sempurna, ia malah berbicara aneh. Seperti orang linglung, kata dokter ... itu hal biasa. Seperti pada umumnya, pasien selesai dioperasi karena pengaruh obat bius, ia menjadi tak sadar meski sudah membuka mata. Bayangan seseorang memenuhi ruangan itu hingga ia berteriak. Membuat perhatian Dave yang tadinya tertunduk mengantuk, jadi terbangun."Dita ... kau sudah bangun? Alhamdulillah, kalau sudah sadar." Menggenggam jemari lentik yang terasa dingin, Dave menggosok tangan Indri agar terasa hangat."Aku di mana?" Lemah, suara Indri terdengar lirih dan berat. Bibirnya masih pucat, menandakan betapa dia merasakan sakit yang luar biasa."Di rumah sakit. Tenang, aku ada di sini. Kau tidak sendirian." Indri tak lagi memaksakan keinginannya untuk bangkit. Ia pasrah dengan keadaan yang tenga
Read more
Bab 59
Indri mulai mengunyah, ia tidak banyak protes sebab tatapan Dave saja mampu membuatnya bungkam. Pria berwajah tegas itu meletakkan tempat makan yang sudah kosong. Ia menarik satu sudut bibirnya melihat Indri menjadi sangat penurut. Sesungguhnya, wanita yang seperti ini yang ia inginkan."Pak," panggil Indri. Dave yang pergi menatap jendela segera menjawab sekenanya. "Saya mau pulang sekarang aja, deh. Saya enggak betah, Pak." Indri menyandarkan punggungnya pada bantal yang ditumpuk. Ia tak tahan dengan bau obat-obatan."Saya mau bilang sesuatu, tapi saya harap kamu tidak marah nanti." Pertimbangan yang sudah matang telah dibicarakan oleh kedua belah pihak. Dave sempat ragu, hanya saja ia tak mau orang lain mendahuluinya."Bilang apa, Pak? Bapak, mau pecat saya?" Kening yang terlipat, iris mata yang mengecil karena prasangka yang ia rasakan, Indri tak ingin kehilangan pekerjaannya. Ia masih ingin mewujudkan impian tinggi. "Bukan. Bukan itu, bahkan nanti kamu akan menjadi salah satu o
Read more
Bab 60
Urusan kantor yang semrawut membuat Rasya malas mengerjakan tugasnya. Belum lagi mendapat teguran dari atasan kalau salah input data. Pria berkemeja putih itu semakin hari semakin lesu. Pasalnya, ia rindu dengan seseorang. "Sya, tolong berkasnya sudah ditunggu Pak Ali." Salah seorang karyawan datang."Iyaahh." Setelah menjawab, Rasya bangkit dari kursinya dan melangkah ke ruangan mantan kakak ipar. Di sana, seorang pria dengan gagahnya duduk mengetik sesuatu pada layar segi empat di meja."Ini berkasnya," ucap Rasya. Meletakkan kertas terbalut map biru di atas meja. Tak banyak bicara dan segera pergi dari sana, membuat perhatian lawan bicaranya mengerutkan dahi.Ali mendengkus kesal. Sejak pertama ia memasukkan Rasya ke dalam perusahaan itu, dia tidak melihat attitude yang baik dari mantan adik iparnya itu. Rasya semena-mena dengan adiknya, sekarang mengerjakan tugas juga sesuka hati."Hallo, kamu di mana? Aku jemput siang ini." Rasya menyandarkan tubuhnya pada dinding bercat putih d
Read more
PREV
1
...
45678
...
21
DMCA.com Protection Status