Semua Bab Istri Seksi Tetangga Sebelah: Bab 51 - Bab 60
133 Bab
51. Kembali Kuliah
"Syamil, kamu mau bilang apa tadi sama Abah? Kenapa jadi bengong?" lamunan Syamil buyar saat merasa pundaknya ada yang menyentuh. Pemuda itu menggeleng. "Gak ada, Bah, besok pagi sehabis subuh Syamil berangkat. Udah bilang sama Mas Ibnu. Nanti dia yang antar ke terminal. Syamil besok kuliah jam sepuluh, jadi agak longgar bisa berangkat subuh, Bah," terang Syamil. Aba Haji pun mengangguk paham. Lalu ia mengeluarkan dompet dari dalam saku baju koko-nya. "Ini, ambil buat ongkos kamu. Sisanya buat bekal makan sampai nanti awal bulan, Abah kirimin lagi." Syamil menerima uang saku pemberian abahnya dengan canggung. Ia harusnya sadar diri dan tidak terlalu berlebihan memikirkan Hani. Ia masih muda dan fokusnya saat ini kuliah. Uang saja ia masih mengandalkan orang tuanya, tidak mungkin ia malah senang wanita lain, padahal ia masih kecil.Bagaimanapun Hani sudah lebih dewasa darinya dan pasti Hani bisa menjaga diri. Hani juga memiliki kakak yang sayang padanya. Wanita itu dan bayinya pasti
Baca selengkapnya
52. Belajar Mandiri
Hari berganti minggu, minggu pun terlewati begitu saja, berganti dengan bulan. Tiga bulan sudah berlalu sejak Hani menitipkan bayinya di sebuah pesantren. Ia sudah mulai menikmati alur kehidupan yang membawanya menjadi pedagang online tanpa stok barang. Alias dropship. Setiap harinya, Hani bisa mengumpulkan keuntungan lima puluh ribu rupiah, tanpa modal barang, hanya modal kuota saja. Sangat lumayan banyak bagi pedagang online pendatang baru seperti dirinya. Ia bisa membayar iuran kamar sebesar tiga ratus lima puluh ribu per bulan, membayar patungan token listrik lima puluh ribu per bulan. Sisanya untuk makan dan juga ia tabung. Ia harus giat menabung, agar putranya bisa segera ia ambil kembali. Hani, temen kampus ada yang mau order mukena yang kamu jual. Sebuah pesan masuk dari Zahra. Hani tersenyum senang. Teman-teman di kampusnya banyak sekali yang order barang padanya. Mulai dari mukena, aksesoris kerudung, kaus kaki dan barang lainnya. Ada satu hal lagi yang dilakukan oleh Han
Baca selengkapnya
53. Ngidam
"Kamu tadi siang lihat sendiri kakak kamu mencari ke kampus sampai seminggu dua kali. Apa kamu gak rindu? Apa kamu gak mau memberitahu kakak kamu, saat ini kamu ada di mana dan kamu baik-baik saja. Ia pasti sangat mencemaskan kamu, Hani. Ada banyak kejahatan di luar sana, meskipun kalian mungkin bukan adik kakak yang super akur, tetapi pikiran buruk tentang kejahatan di luar sana yang bisa saja menimpa kamu, pasti membuat kakak kamu cemas. Ini hanya saran saja, Hani. Oke, kalau kamu tidak berniat untuk ikut bersama kakak kamu lagi, tetapi kamu harus muncul dan memberitahu bahwa kamu baik-baik saja." Zahra menasihati Hani, saat gadis itu menemani Hani yang tengah menyetrika di kamarnya. Tidak ada sahutan dari Hani. Ia bukan tidak mau bertemu kakaknya, kalau ia ke sana, pasti kakaknya menanyakan bayinya dan ia tidak mungkin akan diam saja saat tahu bayi adiknya malah dititipin ke orang lain. Hadi mungkin akan marah besar, mengingat hanya dialah yang sangat antusias dengan kehamilan Ha
Baca selengkapnya
54. Istri Baru Hadi
Assalamu'alaikum, Syamil, masih ingat saya? Saya Jadi, kakaknya Hani. Beberapa hari lalu, Hani menelepon saya dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan saat ini bekerja di Jakarta, tapi Hani gak bilang tinggal di mana karena teleponnya langsung ditutup. SendHadi mengirimkan pesan pada Syamil. Ia baru teringat pesan pemuda itu yang mengatakan bahwa untuk memberitahunya bila ada kabar dari Hani. "Mas, ini kopinya," ujar Ratih sembari menaruh cangkir kopi di atas meja. "Terima kasih, Sayang." Hadi tersenyum begitu senang. Ini hari kedua ia dan Ratih resmi menjadi suami istri, secara nikah siri. Baru dua hari dan ia merasa bagaikan menjadi raja. Semua dilayani oleh Ratih. Rafli juga senang bicara dengan bercanda ringan dengannya. Rumahnya yang dulu sepi, kini menjadi ramai karena ada istri dan anak sambung yang sudah remaja. "Bagaimana hari ini, apa toko rame?" tanya Ratih. Hadi mengangguk sambil menyesap kopi buatan sang Istri baru. "Rafli mana?" Hadi mencari keberadaan putra sam
Baca selengkapnya
55. Wisudawan Muda
"Syam, ayo ke sini, Dek!" Teriak Syamil pada bayi tampan yang kini sudah berusia hampir empat tahun. Ummi, abah, teteh, semua ikut datang dan berbahagia atas berlangsungnya acara wisuda Syamil hari ini. Akhirnya, Syamil mampu menyelesaikan kuliahnya kurang dari empat tahun karena memang Syamil pintar dan ia mengisi hari-harinya dengan fokus kuliah. Teman satu kelas baru mau mulai jadwal skripsi, Syamil sudah wisuda. Tentu saja jadwal wisuda Syamil berbeda dari teman-temannya. Namun, hari ini gadis berkerudung besar bernama Hanum, Abdul, Azizi, dan Risa yang datang untuk memberikan selamat untuk Syamil atas prestasi cumlaude yang didapat. "Abang!" anak kecil berusia empat tahun itu berlari menghampiri Syamil lalu minta digendong di punggung. Keduanya sangat dekat dan juga sedikit mirip. Jika orang lain melihat sekilas, banyak yang menyangka Syam adalah anaknya Syamil. "Lama nih!" keluh Syam yang sudah berada nyaman di punggung Syamil. "Lama, Sayang, acara Bang Syamil memang lama.
Baca selengkapnya
56. Pertemuan Hadi dan Hani
"Udah atuh ih, masih nangis aja sih!" Hani menepuk pundak abangnya. Pria itu masih menangis sesegukan, begitu tiba di rumah dan mengetahui ada Hani di sana. Hari bahkan tak mampu berjalan untuk menghampiri adiknya karena rasa terkejutnya yang amat sangat besar. Hadi bersimpuh sambil menangis karena terlalu lega dengan kehadiran adiknya. Hani-lah yang datang menghampiri Hadi, lalu keduanya pun berpelukan. Hingga saat ini, Hadi masih menangis dan tidak mau berhenti. Teh buatan istrinya pun dari panas, menjadi hangat saja karena suaminya yak kunjung menyentuh gelas teh tersebut. "Bang, udah ngapa! Hani udah di sini. Makin cantik, makin bersinar, makin makin pokoknya, kurang apa lagi? Udah nangisnya!" Hani kembali memukul pelan pundak Hadi dengan gemas. "Ck, si Abang, mubazir tisu jadinya." Ratih ikut menimpali. Awalnya ia ikut terharu, lama-kelamaan ia menjadi kesal karena tangis suaminya tidak mau berhenti, sedangkan sampah tisu bekas air mata dan air ingus berserakan di mana-mana.
Baca selengkapnya
57. Kejutan dari Syamil
"Anak kamu mana, Hani?" tanya Hadi ketika mereka semua sudah ada di meja makan. Sudah terlambat untuk jam makan malam, karena sudah pukul delaoan lebih tiga puluh menit, tetapi karena semua penghuni rumah lapar, jadi acara makan malam pun tetap berlangsung. Apalagi tamu yang datang juga belum makan. "Anak Hani gak diajak, Bang, lagi kurang enak badan." Hani terpaksa berbohong. "Oh, sakit apa?" tanya Hadi. "Demam, kayaknya mau tumbuh gigi," jawab Hani bingung. "Loh, kamu punya bayi lagi, Han? Udah nikah?" Hani menelan ludah, lalu menggeleng dengan cepat. Pertanyaan bingung dari kakak iparnya membuat Hani menyesali diri. Ia tak pernah tahu banyak tentang bayi, oleh karena itu, asal sebut alasan saja. "Radang, ya, Teh, radang. Jadi biar di kontrakan dulu.""Sama siapa?" Jadi benar-benar ingin tahu tentang kehidupan adiknya selama ini. Nasi di tangan sampai kering karena mereka terus berbincang hingga jam sepuluh malam. Hani menguap beberapa kali karena sudah amat mengantuk, tetapi
Baca selengkapnya
58. Mencari Jodoh untuk Syamil
"Menurut Abah, anaknya siapa yang bisa kita jadikan mantu?" tanya Bu Umi pada suaminya, saat mereka sudah berada di dalam kamar. Abah haji baru saja selesai mandi dan tengah memakai baju. Ia akan mengisi pengajian satu jam lagi di masjid yang letaknya cukup jauh dari pesantrennya. "Siapa ya, Mi? Abah juga bingung, belum ada kandidat. Belum pernah tanya-tanya juga sama teman kajian, atau ustadz lain, karena Abah kirain, Syamil gak mau dijodohkan dan juga gak mau buru-buru nikah." Abah Haji duduk di pinggir tempat tidur sambil memasang kancing baju koko. "Berarti sekarang mulai di tanya-tanya, Bah. Oh, iya, ada tabungan kita buat pesta Syamil nanti?" Abah Haji tersenyum, lalu mengangguk sambil tersenyum. "Syamil katanya punya uang, Mi, kita hanya menambahkan." "Alhamdulillah, tapi tetap saja kita harus sediakan uang, Bah. Syamil juga perlu uang buat bekal dia nanti pergi ke Kairo." Abah Haji mengangguk setuju dengan pendapat istrinya. Suami istri itu terus berdiskusi tentang permin
Baca selengkapnya
59. Tiga Kandidat Muslimah untuk Syamil
"Ya ampun, Zahra, apa kabar?" Hani terkejut, karena begitu tiba di rumah kontrakan, ada Zahra di sana sambil berbincang dengan Mbak Nunuk. Sama-sama penghuni lama seperti dirinya. "Kamu dari mana, Han? Untung aku belum pulang." Zahra memeluk Hani, lalu cipika-cipiki. Hani pun menyalami Mbak Nunuk yang tersenyum dengan kepulangannya. "Ke rumah kakaknya. Jadikan, Han?" Mbak Nunuk memang mengetahui ke mana ia pamit pergi kemarin, karena setelah Zahra pindah, hanya Mbak Nunuk penghuni lama yang sangat dekat dengannya. "Jadi, Mbak." Hani tersenyum senang. "Ya ampun, kamu sudah bertemu kakak kamu? Alhamdulillah, Hani." Zahra tersenyum begitu lebar. Setelah sekian tahun ia membujuk Hani agar mau menemui keluarganya, akhirnya Hani mau juga. Tidak apa terlambat, asalkan ia tetap bertemu dan bersilaturahim dengan keluarga. "Ya sudah, kalian lanjut ngobrol ya. Mbak mau siap-siap berangkat ke pabrik. " Nunuk bangun dari duduknya. "Iya, Mbak, makasih udah temani saya." Zahra tersenyum sangat
Baca selengkapnya
60.Pilihan Syamil
Tiga hari berlalu, setiap malam, di waktu sepertiga malam, pemuda itu meminta petunjuk pada Sang Maha Pencipta, Sang Maha Pembolak-balik Hati untuk memberikan sebuah nama yang akan menjadi tulang rusuknya. Syamil sengaja berpuasa untuk membulatka tekadnya berumah tangga. Kekhawatiran perihal satu nama yang sampai saat ini membuatnya penasaran, terpaksa ia tepis. Pemuda itu meminta, jika memang bukan jodohnya, maka jauhkan dan jangan biarkan mereka bertemu. Satu nama itu adalah Hani. Ia tidak boleh mencondongkan nafsu dalam memilih jodoh, apalagi wanita itu tidak ada di depannya. Bismillah, satu nama itu sudah ia tentukan. Selesai salat dhuha, Syamil keluar dari kamarnya. Suara tawa dan canda terdengar dari halaman belakang. Siapa lagi kalau bukan tetehnya dan juga Mbak Nela yang sangat besti. Sungguh aneh, anak istri pertama, begitu akur dengan istri kedua ayahnya. Sampai saat ini, otak cerdas Syamil tidak dapat memikirkan bagaimana bisa seorang lelaki melakukan poligami? "Kenapa,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status