All Chapters of Amarta : Eternal Curse: Chapter 11 - Chapter 20
65 Chapters
Bab 11 Sarah
Beberapa jam sebelumnya...Setelah pertemuan pertamanya dengan Amarta, kehidupan Sarah tak lagi sama. Dia jelas sangat menghargai pertolongan yang Amarta berikan, namun resiko dari menerima pertolongan itu ternyata cukup menyusahkannya.Setelah membunuh lelaki yang hendak memperkosanya, kini Amarta membunuh lagi empat orang lelaki sekaligus. Entah sampai kapan Sarah dapat menutupi semua tindakan kriminal ini.Dini hari Sarah baru saja kembali dari kediaman Amarta. Dia terburu-buru karena harus menghadiri beberapa pertemuan penting."Setelah pertemuan ku bersama ayah selesai, aku mau kamu langsung bersiap menuju kediaman Amarta." Sarah memberi perintah pada Hadi sembari berjalan terburu-buru kedalam rumahnya."Baik non." Hadi menundukan kepalanya tanda mengerti.Sarah sengaja melepaskan alas kaki miliknya, ia takut orang tuanya akan terbangun mendengar suara ketukan sepatu saat hari bahkan masih gelap.Perlahan kakinya berjalan menaiki anak tangga, menuju kamar tidurnya.Sesampainya di
Read more
Bab 12 Mbok Inah
Sarah duduk di lantai, ia bersimpuh bersama mbok Inah."Aku mohon Amarta, kali ini saja... Ampuni nyawa simbok." Sarah menatap Amarta penuh harapan."Tapi dia sudah melihat mayat itu Sarah, akan lebih mudah dia mati sekarang dan kita akan menguburnya bersama mayat didalam koper itu," seru Amarta."Tapi dia sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri... Aku sudah mengenalnya sejak kecil." Suara Sarah mulai meninggi."Lalu, apa kamu bisa mencari jalan keluar selain membunuh dia?" desak Amarta.Sarah beranjak dari posisinya, gadis itu berdiri dan mulai berjalan menghampiri Amarta.Perlahan Sarah membisikan sebuah kalimat tepat didekat telinga Amarta, "Dia mungkin melihat mayat, namun ia tidak mengetahui siapa yang yang membunuhnya." Sarah menatap Amarta penuh yakin."Jadi, kamu tidak keberatan mengakui bahwa semua itu ulahmu sebagai jaminan?" sindir Amarta."Tentu saja. Asal biarkan dia hidup," usul Sarah."Sebagai gantinya, wanita itu harus tinggal bersamaku, dan ikut kemanapun aku pergi aga
Read more
Bab 13 Gadis di Panti asuhan
Sarah segera menghampiri mbok Inah yang mematung setelah mendapat ancaman dari Amarta."Ayo mbok, aku antar ke kamar." Sarah mengambil alih tas yang dibawa mbok Inah.Sebelum pergi mbok Inah memberanikan diri menatap mata Amarta. Ia dapat merasakan bahwa Amarta tidak main-main dengan perkataannya. Obsidian berwarna coklat milik Amarta seperti menelan semua keberanian mbok Inah, juga orang-orang yang pernah bertemu dengannya.Didalam kamar Mbok Inah langsung terduduk lemas di atas tempat tidur. Entah mengapa setelah berhadapan dengan Amarta, ia seperti kehabisan tenaga."Mbok, aku mohon ya...jangan ceritakan kejadian sebelumnya pada siapapun. Mbok tahukan bahwa aku juga sangat menyayangi simbok. Ini demi kebaikan semua orang." Sarah meraih tangan mbok Inah dan menggenggamnya hangat."Baik non Sarah." Mbok Inah mengangguk pelan."Dan jangan membuat masalah apapun lagi didekat Amarta. Wanita itu berbahaya." Sarah berbisik pada Mbok Inah.Mbok Inah sekali lagi mengangguk. Walau dia mengat
Read more
Bab 14 Obsidian Coklat Keemasan
Sharon kembali ke bagian gedung yang lebih dalam. Dimana lorong dengan pintu-pintu kamar berwarna coklat yang sudah memudar berbaris rapih.Langkah kakinya terhenti di depan sebuah pintu berwarna merah di ujung lorong. "Tok...tok...tok." Sharon mengetuk pintu."Siapa?" Suara yang terdengar dalam dan lemah terdengar dari dalam."Sharon, Bu. Ada yang harus saya bicarakan," jawab Sharon dari balik pintu."Masuklah." Wanita dari balik pintu kembali menjawab.Tanpa ragu lagi Sharon memegang gagang pintu dan mendorongnya agar terbuka.Di dalamnya terdapat suster Anna, wanita yang sudah cukup tua dengan kerutan di mana-mana. Ia mengenakan sebuah dress berwarna hitam yang sudah terlihat memudar."Ada apa Sharon?" tanya suster Anna."Di depan ada seorang perempuan bersama seorang lelaki yang memberi pakaian untuk anak-anak," jawab Sharon."Syukurlah. Ucapkan terimakasih pada mereka. Tepat sekali, kita memang sedang kehabisan pakaian anak-anak." Suster Anna tersenyum, walau wajahnya sudah berk
Read more
Bab 15 Manusia Pendosa
Hadi juga Sarah serentak mengerutkan dahi mereka. Semua perkataan Amarta memang menarik sekaligus mengerikan untuk didengar."Meninggalkan Tuhan mereka? Apa maksudmu?" Sarah bertanya dengan serius."Tidak mungkin kamu tidak mengerti Sarah," Amarta tersenyum."Mereka lebih memilihku dibandingkan Tuhan mereka, Sarah," lanjutnya."Keluar dari agama yang mereka peluk maksud mu?" Sarah kembali bertanya."Bukan. Tidak harus keluar dari agama yang kamu anut untuk meninggalkan Tuhan mu. Cukup dengan menjauhi apa yang Ia perintahkan itu sudah cukup menjauhkanmu dari-Nya." Amarta menyeringai.Perkataan Amarta seperti cambuk pengingat bagi Sarah dan Hadi. Wanita itu benar, tidak perlu menjadi iblis untuk masuk ke neraka, cukup menjadi manusia yang tidak tahu diri terhadap Tuhannya. Mobil terus berjalan di bawah langit yang perlahan menghitam. Semua orang di dalamnya sibuk tenggelam dalam pikirannya masing-masing."Sebaiknya kamu tidak membuat masalah lagi setelah ini, Amarta." Ucap Sarah pelan.
Read more
Bab 16 Alasan dibalik kejadian
Hadi mematung, begitupun dengan Sarah. Mereka tak memiliki jawaban dari pertanyaan lelaki itu. "Apa aku bunuh saja lelaki tua bangka ini?" Ucap Amarta dalam Hati."Sebenarnya siapa kalian? dan ada urusan apa di sini?" Lelaki itu kembali bertanya, kali ini nada suaranya terdengar tidak sabar."Apa kamu tahu pemilik tanah di sana?" Amarta mengarahkan jari telunjuknya mengarah ke hutan."Tentu saja saya tahu. Semua tanah di sana milik Pak Agus, ia penjabat yang tinggal di kota." Lelaki itu menjawab tanpa ragu."Maka seharusnya anda mengenal putrinya. Ini adalah putri semata wayang Pak Agus." Dengan santai Amarta menarik Sarah lebih dekat kehadapan lelaki itu.Sarah tersenyum canggung dengan tangan yang menunjukkan gesture menyapa."Benarkah?" Lelaki itu masih bertanya."Benar. Saya putri pak Agus. Sebelumnya saya kesini untuk melihat-lihat tanah milik ayah. Lalu tanpa sengaja gelang ini hilang, di sini." Sarah berusaha meyakinkan lelaki itu."Tidak ada hal mencurigakan yang kami lakukan
Read more
Bab 17 Buhul
Sudah sangat larut saat Sarah sampai di rumahnya. Rasa lembab dan tidak nyaman memenuhi tubuhnya. Ia bergegas pergi ke kamar tanpa menyapa ibu dan ayahnya."Ah pelayan itu kenapa selalu lupa menghidupkan lampu kamarku." Sarah menggerutu mendapati kamarnya yang masih gelap.Dengan langkah hati-hati Sarah mencari saklar lampu kamarnya. Keadaan yang gelap tentu menyamarkan pandangannya. Hingga saat ia hampir sampai pada posisi saklar, tangannya yang meraba-raba dinding tanpa sengaja memegang sesuatu."Akh! Apa itu?" Jerit Sarah.Lalu hanya persekian detik lampu tiba-tiba menyala. Manik mata Sarah berusaha segera menyesuaikan dengan keadaan yang tiba-tiba saja menjadi sangat terang. Beberapakali ia mengedipkan matanya, berusaha menangkap jelas sosok bayangan yang ada di hadapannya."Aku sudah menunggu mu sejak pukul delapan malam, kira-kira sudah berapa jam aku menunggu di sini?" Suara bariton yang berat dan sedikit serak mengangetkan Sarah."Bima?" Sarah tak dapat menyembunyikan wajah ka
Read more
Bab 18 Bimantara dan Sarah
Rinai di luar membuat suasana semakin syahdu. Dua manusia dengan balutan selimut bernama asmara semakin merasakan kehangatan. Bersiap menaiki lakara kehidupan percintaan.Beberapa kali obsidian hitam milik mereka bertatapan, seolah bertanya tanpa suara."Bima.." Sarah bergumam pelan.Bima menyentuh lembut bibir tebal milik Sarah. Memandanginya lama dengan tatapan rakusnya."Sebaiknya aku pulang sekarang." Bima menghembuskan nafas kasar.Lelaki itu berusaha mengubur nafsu yang sudah hampir menyelimuti seluruh tubuhnya."Satu saja, satu ciuman saja lalu kita bisa tidur," ucap Sarah.Entah apa yang Sarah pikirkan, sepertinya gadis itu sudah kehilangan akal."Tapi aku tidak yakin akan bisa berhenti setelah satu ciuman itu." Bima meremas bantal berusaha menyalurkan rasa frustasinya."Baiklah, tidur saja. Hanya berpegang tangan, seperti ini." Sarah berusaha menggenggam tangan Bima."Kamu gadis nakal Sarah." Bima tertawa kecil."Ayolah, kamu akan bergi sebulan. Aku rasa itu sangat lama." Sar
Read more
Bab 19 Sawala
Mengetahui kerabatnya akan datang besok, Sarah segera memacu kendaraannya menuju rumah yang ditempati oleh Amarta. Keluarganya tidak boleh tahu tentang Amarta, sekalipun itu orang tuanya.Sesampainya di sana Sarah mendapati Mbok Inah sedang menyapu halaman. Dengan tergesa-gesa Sarah segera masuk tanpa menyapanya.Pandangan mbok Inah mengikuti kemana Sarah pergi, "Ada apa lagi dengan Non Sarah?" gumamnya.Begitu masuk Sarah tidak melihat Amarta di ruang tamu. Ia langsung menuju kamar yang digunakan oleh Amarta. "Amarta! Bangun. Ada hal penting yang harus aku sampaikan." Sarah mengetuk pintu kamar cukup keras.Namun hening, tak ada jawaban dari dalam. Merasa tak dihiraukan, akhirnya Sarah terpaksa mendobrak pintu namun gagal. Ia mengusap lengan atasnya merasa kesakitan, dan tak lama kemudian pintu terbuka."Kenapa? Sepagi ini kamu sudah ribut!" Tanya Amarta tak peduli."Aku harus bicara serius. Ayo duduk." Sarah berjalan menuju sofa di ruang tamu."Sepagi ini? Oke baiklah." Amarta terl
Read more
Bab 20 Ejawantah (Penjelmaan)
Hapsari ketakutan karena bertemu kembali dengan pesaingnya yang masih muda dan cantik, sementara dirinya jelas terlihat sebagai nenek-nenek tua. Tangannya yang sudah gemetar menjadi semakin tak terkendali. Hal itu membuat keributan diantara orang-orang yang sudah mengantri ingin membeli gudeg Hapsari. Beberapa orang yang mengetahui sebelumnya Hapsari berbicara dengan Amarta mulai berspekulasi. Namun Amarta dengan santainya berlenggang meninggalkan tempat itu tanpa ada beban. Semua yang Hapsari lihat dan ketahui tentang Amarta akan menjadi asrar diantara mereka berdua. Sesampainya di motel Amarta langsung menelepon Sarah. Harus menunggu cukup lama sampai panggilan itu terjawab. "Sarah, kapan Hadi bisa mengantarkan ku ke Surabaya. Aku harus bertemu Diane." Suara dingin yang penuh tekanan terdengar oleh Sarah dari seberang sana. "Setelah ini aku harus memutus hubunganku dengan Amarta," batin Sarah. "Mungkin besok. Hari ini Hadi masih cuti." Sarah mejawab dengan lantang dari balik te
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status