All Chapters of Kukembalikan Suamiku pada Istri Pertamanya: Chapter 41 - Chapter 50
86 Chapters
Bab 41
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 41"Pulanglah, Mas. Luna mau istirahat. Luna capek!" Aku hendak berdiri meninggalkan Mas Rayan yang masih termangu di tempatnya. Tapi tangan Mas Rayan tiba-tiba memegang pergelangan tanganku."Mas mohon, Lun. Jangan tinggalkan Mas. Hidup Mas benar-benar hancur sekarang. Mas tidak punya siapa-siapa sebagai sandaran. Mas mohon!" Mas Rayan menatapku dengan mengiba. Matanya mengembun. Jelas sekali terlihat ada luka yang begitu besar di matanya. Aku hanya berdiri tanpa melepaskan cengkraman tangannya. Melihatnya seperti ini, lagi-lagi hatiku rapuh. Cintaku padanya masih sama besar seperti dulu. Melihatnya terluka, hatiku ikut menjerit."Kalau perlu, kita pergi jauh dari sini Lun. Kita mulai kehidupan baru. Hanya kita!" Mas Rayan berkata lagi. Suaranya terdengar bergetar. Aku bimbang. Satu sisi hatiku ingin mengiyakan. Tapi di sisi yang lain hatiku menolak. Apalagi kata-kata Bu Ida selalu terngiang di telingaku."Mas, restu orang tua adalah s
Read more
Bab 42
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 42Setelah menimbang-nimbang, akhirnya aku memutuskan untuk tidak mempersalahkan kamera kecil itu. Untuk apa aku menanyakannya. Toh Mas Zidan berhak melakukan apa saja untuk memantau setiap kinerja karyawan. Namun, untuk memasangnya kembali aku tak bisa. Aku pun menyimpan kamera kecil itu di laci. Kalau Mas Zidan bertanya, baru aku berikan.Aku pun mulai mengerjakan pekerjaan yang sudah menunggu sentuhan tanganku. Masalah undangan pernikahan Bu Latifa untuk Mas Zidan, bisa aku berikan nanti kalau sudah senggang.***Tak terasa hari-hari mulai berganti. Sore ini, Mas Zidan meminta semua karyawan untuk berkumpul di ruang meeting dan tidak ada yang pulang lebih dulu. Aku segera menyelesaikan pekerjaan dan merapikan meja kerja sekenanya. Setelah itu, bersiap untuk menuju ruang meeting."Hai, Lun. Bareng!" Rumi yang masih duduk di meja kerjanya buru-buru bangkit dan menyusul langkahku."Ada hal penting apa ya?" tanya Rumi penasaran."Aku juga
Read more
Bab 43
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 43Selepas duhur Karin dan Mas Zidan datang. Kami pun langsung berangkat setelah berpamitan pada ibu dan bapak. Aku dan Karin duduk di jok belakang, sementara Mas Zidan duduk di depan seorang diri. Sudah seperti sopir saja. "Lun, kok, diam saja? Kayak yang gak bersemangat gitu. Tadi aja di telepon kedengarannya ceria banget," protes Karin yang melihatku memang lebih banyak diam sejak berangkat tadi."Sebenarnya aku lagi bingung, Rin. Dua hari lagi sidang perceraianku dan Mas Rayan. Aku bingung untuk menghadirinya atau enggak." Aku berkata jujur pada Karin. Selama ini, dialah satu-satunya sahabat tempatku berbagi dan berkeluh kesah. Hampir tidak ada hal yang aku tutupi darinya."Kamu itu udah yakin untuk berpisah atau belum sih? Kok kayak jadi ragu gitu?" Karin malah balik bertanya.Aku terdiam. Aku sendiri bingung dengan perasaanku. Setelah mendengar penuturan Mas Rayan kemarin tentangnya yang dibohongi Rumaisha, entah kenapa aku merasa
Read more
Bab 44
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 44Apa yang dimaksud Pak Ahmad kalau aku calon istrinya Mas Zidan? Aku mengernyitkan dahi. Kemudian melirik Mas Zidan yang hanya menanggapi ucapan Pak Ahmad tersebut dengan senyuman. Kenapa juga Mas Zidan malah santai tanpa membantah sama sekali?"Bukan, Pak. Saya--." "Assalamu'alaikum." Belum juga aku menyelesaikan perkataanku, Mas Azam keburu datang mengucap salam dan langsung dijawab serempak oleh Mas Zidan dan Pak Ahmad."Mau ke Yayasan sekarang, Pak?" tanya Mas Azam pada Mas Zidan. Mas Zidan mengangguk. "Boleh," singkatnya."Mari kalau gitu!" ajak Mas Azam dengan gerakan tangannya."Rin, Lun, mau ikut?" Mas Zidan bertanya terlebih dahulu padaku dan adiknya itu."Jauh gak, Kak?" tanya Karin."Tuh, di belakang." Mas Zidan menunjuk sebuah bangunan sederhana yang terletak persis di belakang mesjid."Ikut deh," jawab Karin antusias. "Ayo, Lun!" Karin sedikit menarik pergelangan tanganku menyusul langkah kaki ketiga lelaki di hadapan kami
Read more
Bab 45
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 45Aku menoleh. Menatap wajah ibuku lamat-lamat. Beberapa kerutan sudah terlihat jelas di parasnya yang masih cantik di usia melebihi setengah abad. Hanya saja, kehidupan yang dulu lumayan susah, menjadikan tubuh ibuku tak sesubur ibu-ibu pada umumnya. Ibuku terbilang cukup kurus. Rambutnya yang digelung asal juga sudah nampak memutih sebagian. Matanya yang bulat bahkan sudah mulai rabun. Aku menghela napas pelan. Membayangkan bagaimana sepinya hari-hari ibu dan bapakku tanpa kehadiranku. Putri mereka satu-satunya. Mana mungkin aku tega meninggalkan mereka dan membiarkan mereka hanya hidup berdua di usia mereka yang menjelang renta. Apalagi, kesehatan bapak yang tergolong sering bermasalah.Jika aku tak ada, dengan siapa mereka berbagi? Dengan siapa mereka berkeluh kesah? Tidak. Aku tidak bisa meninggalkan surga yang jelas-jelas ada di hadapanku daripada mengejar surga yang masih terbilang semu. Ibu dan bapakku adalah segalanya. Aku rela
Read more
Bab 46
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 46"Sebenarnya, aku udah janji mau datang bareng Rumi, Mas. Gak enak kalau aku tiba-tiba batalin gitu aja." Aku terpaksa berbohong. Meskipun sebenarnya aku dan Rumi belum merencanakan apa-apa."Oh, gitu, ya? Ya udah gak apa-apa. Kita bisa ketemu di lokasi kok. Aku juga kayaknya berangkat bareng Karin," timpal Mas Zidan. Sebuah senyuman kecil tersungging di bibirnya."Karin diundang juga ya?" tanyaku. Kami sama-sama melanjutkan langkah menuju parkiran."Diundang. Bu Latifa kan pelanggan di butiknya Karin. Jadi mereka udah kenal.""Ooh." Hanya itu yang keluar dari mulutku. "Aku duluan, ya. Sampai ketemu besok!" ujar Mas Zidan saat sampai di dekat mobilnya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu mendekati motorku yang terparkir tak jauh dari mobilnya.Suasana jalanan lumayan padat sore ini. Mungkin karena kondisi cuaca yang cerah atau juga karena besok sudah mulai weekend. Aku beberapa kali melirik ke arah belakang lewat kaca spion. En
Read more
Bab 47
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 47Aku melirik Rumaisha sekilas. Wanita yang kian hari, penampilannya semakin berkelas itu buru-buru menunduk saat pandangan kami beradu. Kentara sekali ada rasa semacam malu atau tak enak padaku. Entahlah. "Maaf, Bu. Tapi Luna benar-benar tidak tahu di mana keberadaan Mas Rayan. Luna juga sudah tidak pernah bertemu dengannya. Bahkan tidak pernah berkomunikasi lagi." Aku berkata yang sejujurnya. "Terakhir kali bertemu Mas Rayan, dia meminta Luna untuk datang ke pengadilan agama saat sidang perdana seminggu yang lalu. Tapi Luna tidak datang. Luna juga tidak tau apa Mas Rayan datang atau tidak.""Ibu sudah menemui pengacaranya kemarin-kemarin. Katanya Rayan mempercayakan semuanya pada pengacaranya itu. Tapi, waktu ibu minta nomor telepon Rayan, pengacaranya tidak memberi. Dengan dalih kalau Rayan selalu menghubunginya dengan nomor yang berbeda-beda. Ibu cuma mau minta tolong sama kamu, tolong bantu cari keberadaan Rayan. Barangkali kamu ke
Read more
Bab 48
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 48"Saya ke sini mau menyampaikan titipan dari Pak Rayan buat Bu Aluna. Anggap saja sebagai harta gono-gini atau bisa juga hadiah perpisahan." Pak Lukman mengawali pembicaraan. Aku hanya menyimak sambil sesekali mencuri pandang lelaki yang sepertinya berusia empat puluh tahunan itu."Ini. Surat-surat kelengkapan mobil hadiah dari Pak Rayan buat Bu Aluna. Ini kuncinya!" Pak Lukman melanjutkan bicaranya seraya meletakkan sebuah kunci mobil di atas meja beserta surat-suratnya seperti STNK, BPKB, dan faktur pembelian. Aku hanya tercengang mendengarnya sampai tak bisa berkata-kata."Mo-mobil?" tanyaku tergagap. Kenapa Mas Rayan harus memberikan barang mewah seperti mobil segala? Padahal aku hanya hitungan hari menjadi istrinya. Rasanya tak pantas saja jika harus mendapat harta gono-gini. Pak Lukman mengangguk sambil tersenyum. "Maaf, Pak. Tapi sepertinya saya tidak bisa menerimanya. Ini terlalu berlebihan. Bahkan saya menjadi istrinya hanya
Read more
Bab 49
Kukembalikan Suamiku pada Istri PertamanyaBab 49Hari ini, rencananya aku akan pergi melihat rumah yang dibelikan Mas Rayan untukku. Mengendarai motor seorang diri, aku mulai melaju menyusuri jalanan menuju alamat yang lumayan jauh dari rumah orang tuaku itu. Sengaja aku berangkat sedikit pagi agar tak kepanasan di jalan.Setelah lebih dari satu jam berkendara, aku sampai di alamat yang dituju. Namun, aku harus bertanya pada orang sekitar tentang persis letaknya rumah itu. Aku memang awam tentang daerah lain. Karena dari gadis, aku bukan tipe wanita yang suka pergi keluyuran."Permisi, Bu," ujarku saat melihat seorang ibu yang baru saja keluar dari sebuah warung. Tangannya menenteng sebuah keresek hitam."Maaf, numpang bertanya. Apa ibu tau alamat ini di mana?" Aku menunjukkan secarik kertas berisi alamat rumahku lengkap dengan RT RW-nya.Wanita dengan tubuh tambun itu memicingkan mata, menatap kertas yang diperlihatkan. "Ini sudah dekat, Mbak. Mbak tinggal lurus saja. Nanti ada jal
Read more
Bab 50
Aku menghela napas sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Karin."Bisa gak Rin, gak usah bahas itu dulu? Aku ngerasa ini terlalu cepat. Bahkan aku belum bisa melupakan Mas Rayan sampai detik ini. Ya, meskipun aku juga akan berusaha untuk melupakannya sedikit demi sedikit." Aku berkata tanpa menatap matanya. Sorot matanya yang mengiba selalu membuatku tak tega untuk bilang tidak pada sahabatku itu."Aku ngerti. Aku juga gak akan maksa kamu. Tapi, setau aku, patah hati bisa diobatinnya pakai hati lagi. Percaya deh!" Aku menoleh. Karin tersenyum lalu mengubah posisi tidurnya menjadi membelakangi tubuhku.Aku pun mulai memejamkan mata. Meski sesekali bayangan Mas Rayan dan rumah baruku terus berkelebatan. Namun, lama-kelamaan bayangan itu nampak semakin semu dan akhirnya menghilang seiring masuknya aku ke alam mimpi.Pagi ini, aku dan Karin sedang sibuk membuat adonan untuk gorengan bakwan. Jika sedang bersama seperti ini, kami memang senang mengeksekusi masakan apa saja meskipun se
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status