Semua Bab Menaklukkan Duda Dingin: Bab 41 - Bab 50
128 Bab
41. Berhentilah Membuatku Cemas
Adam heran melihat buku-buku yang berserakan tanpa sang murid. Sambil menaikkan sebelah alis, ia membawa kue yang dibelinya ke dapur. Namun ternyata, Amber juga tidak berada di sana. “Ke mana perginya perempuan bodoh itu?” gumamnya sembari menaruh kotak merah berhiaskan pita itu di atas meja makan. “Apakah dia mengobrak-abrik ruang kerjaku lagi?” Tanpa membuang waktu, pria itu pergi memeriksa. Ia sudah bersiap marah. Itulah cara terampuh untuk menetralkan perasaannya. Namun, begitu mendapati ruangan yang kosong, ia mengernyitkan dahi. “Di mana dia?” Tak juga menemukan sang wanita di kamar ataupun kamar mandi, Adam pun mulai memanggil. “Amber?” Selang beberapa detik, tidak ada sahutan yang terdeteksi. Sang pria kini tidak dapat memungkiri. Dirinya memang khawatir. Dengan wajah gusar, ia memeriksa setiap jendela. Namun, tidak ada satu pun cahaya di luar sana. Bahkan, matahari sudah bersembunyi dengan sempurna di balik bumi, meninggalkan semburat biru yang tak lama lagi menghitam. “
Baca selengkapnya
42. Diagnosis yang Mustahil
Seorang pria berjas putih mengangguk-angguk mengamati laporan yang baru saja ia tulis. Setelah menambahkan satu keterangan lagi, ia kembali menatap wanita berwajah pucat yang terkulai di atas kasur darurat. “Selain itu, apakah ada keluhan lagi, Nona Lim?” Masih dengan alis berkerut, Amber menggeleng lemah. “Tidak, Dok.” Mendengar jawaban tersebut, pria yang berdiri di dekat tirai sontak berbalik. Ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak peduli. Akan tetapi, kondisi belum memungkinkan. Sang wanita terlalu lemah untuk dibiarkan sendiri. “Ada, Dok. Dia mengeluh mual saat dalam perjalanan ke sini. Dan akhir-akhir ini, dia juga sering ke kamar kecil,” tutur Adam melengkapi keterangan. Tiba-tiba, alis sang dokter berkerut lebih dalam. Selang perenungan singkat, matanya menyipit ke arah pasien. “Maaf, Nona Lim. Bisakah Anda menyebutkan kapan Anda haid terakhir?” Adam dan Amber sontak bertukar pandang. Mereka berdua heran. Bukankah pertanyaan itu biasa ditujukan kepada ibu hamil?
Baca selengkapnya
43. Keputusasaan Adam
Dengan gerak canggung, Adam mendekat ke kasur. Matanya bergerak ke sana kemari. Ia tidak berani menatap langsung si mantan kekasih. "Hmm, soal itu ...." "Kenapa dokter menanyakan tentang haid terakhirku?" tanya Amber dengan nada tak sabar. Tak tahu harus menjawab apa, Adam menelan ludah. Perlahan-lahan, ia tertunduk dan mulai menggaruk pelipis. "Dokter bilang ...." Sambil meringis, ia mencari penjelasan yang tepat. "Apakah aku mengalami gangguan hormon?" Pria itu spontan mengintip lewat sudut atas matanya. Selang keheningan sesaat, ia menjawab dengan nada datar. "Benar. Dokter bilang, kau kelelahan dan kekurangan nutrisi. Karena itulah, hormonmu terganggu." Selang satu helaan napas samar, Amber menyingkap selimut dan menurunkan kaki ke lantai. Khawatir perempuan itu terjatuh, Adam refleks meraih sikunya. "Pelan-pelan." Sontak saja, Amber bergeming dan mengerutkan sebelah alis. Setelah meruncingkan tatapan, ia menyentak lengannya lalu berdiri sendiri. "Tolong jangan berlebiha
Baca selengkapnya
44. Test Pack
Amber sontak terbangun dan mendorong pundak Adam. Dengan mata yang didominasi kebingungan, ia mencari-cari penjelasan. Sesaat kemudian, helaan napas berembus cepat. "Inikah alasanmu bersikap baik kepadaku? Kau sedang menginginkan tubuhku?" "Bukan begitu. Aku baru sadar kalau ternyata, aku sungguh-sungguh mencintaimu." Adam berusaha meraih pundak Amber. Namun, secepat kilat, wanita itu menepisnya. "Pembual!" Lagi-lagi, Amber memasang tampang itu—ekspresi kecewa seperti saat ia terpaksa memutuskan hubungan mereka. "Tidak, Amber. Aku sungguh menyimpan rasa itu. Aku sangat bodoh sempat mencampurinya dengan kebingungan akibat masa lalu." Tak ingin percaya, Amber menggeleng dan membuka sabuk pengaman. "Simpan sandiwara itu untuk perempuan lain. Aku tidak akan tertipu lagi oleh bujuk rayumu." Diiringi decak kesal, ia membuka pintu. "Tunggu, dengarkan dulu penjelasanku!" Adam bergegas turun dan menghentikan langkah sang wanita. "Aku tidak berbohong. Aku memang mencintaimu." "Lepas
Baca selengkapnya
45. Kau Membohongiku
Sudah beberapa kali Adam menelan ludah, tapi pintu kamar mandi belum juga terbuka. Ia sudah tidak sabar. Sebelum Amber menyatakan hasil negatif, hatinya tak akan tenteram. Debarnya tetap tak karuan meski bibir terus membisikkan mantra penenang. “Dugaan dokter itu pasti salah. Amber tidak mungkin hamil. Aku ini mandul. Mustahil aku bisa menanamkan janin dalam rahimnya.” Tiba-tiba, pintu terbuka dan Amber keluar dengan raut penuh kebencian. Sebelum Adam sempat menyapa, test pack dalam genggaman wanita itu meluncur menghantam pundaknya. “Kau mengaku mandul, tapi kenapa hasilnya seperti ini?” pekik Amber sembari menjatuhkan air mata. Kemarahannya sudah tidak teredam. Seketika, pundak Adam turun mengikuti arah pandang. Setelah menemukan bukti, mulutnya meloloskan tekanan dalam dada. “Kau sungguh hamil?” Dengan tangannya yang gemetar, Amber mencengkeram kerah baju sang pria. “Apa kau senang? Kau puas? Kalau begitu, tertawalah! Hidupku sudah hancur, Tuan Smith. Rencana dan impianku ....
Baca selengkapnya
46. Menikahlah Denganku
Berapa kali Adam menjatuhkannya, sebanyak itu pula Amber bangkit dan memupuk harapan baru. Sekalipun ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk beralih, mengutuk si mantan kekasih atas segala penderitaan yang terjadi, ia tetap berlari menghampiri. "Adam," gumamnya sembari membekukan air mata. "Aku tahu, kau pasti tidak tega meninggalkanku sendirian di sini." Dengan senyum kecil di wajahnya, Amber membuka pintu, bersiap menyambut. "Surprise!" seru laki-laki yang merentangkan tangan di luar pintu. Dalam sekejap, sudut bibir Amber bergerak turun. Harapan kembali layu dan keceriaan pun luntur. "Bas?" desahnya tak percaya. "Tak perlu terkejut begitu. Kau seharusnya curiga kenapa aku belum mengucapkan selamat ulang tahun padamu." Dengan senyum lebar, Sebastian maju satu langkah dan meletakkan sebelah tangan di pundaknya sendiri. "Sahabat terbaikmu ini terbang sejauh 7.599 km untuk mengucapkannya langsung. Selamat ulang tahun, Nona Kasar." Seketika, Amber menggigit bibir dan menghiru
Baca selengkapnya
47. Kue Ulang Tahun dari Adam
"Lihat? Bukankah ini mudah?" Sebastian berkacak pinggang seraya menaikkan sebelah alis. Dengan lengkung miring di bibir, Amber mengangkat bahu. "Karena kau tahu caranya." Setelah menutup pintu perapian, laki-laki itu berputar menghadap sahabatnya. "Sekarang, apa kau lapar? Aku membeli tar buah untuk dijadikan kue ulang tahunmu. Semoga saja dia masih berbentuk." "Kau membelinya untukku?" desah Amber dengan nada tak percaya. "Itu memang tidak mahal, tapi sepertinya enak," celetuk Sebastian, tak melihat kesedihan pada mata bulat yang terkunci padanya. Sambil tersenyum kecut, perempuan itu ikut berjalan menghampiri koper. Sebuah kotak terikat rapi di tongkat pemegangnya. "Akhirnya, aku memiliki calon suami yang perhatian," gumamnya. Sebastian spontan mendengus. "Bukankah Julian dulu sangat perhatian? Kau saja yang menyia-nyiakannya." Dalam sekejap, raut Amber berubah masam. Ia tidak menyangka sahabatnya tega mengupas luka lama. "Kau tidak pernah bosan menyindirku, hm?" Sambil mem
Baca selengkapnya
48. Adam vs. Sebastian
“Apakah Anda masih menyimpan hasil pemeriksaan tersebut?” tanya sang dokter dengan nada serius. Sambil menarik napas berat, Adam menggeleng. “Tidak, Dok.” “Apakah Anda ingat apa penyebabnya?” Seketika, alis sang duda merapat. “Saya tidak ingat apa istilahnya, tapi itu berkaitan dengan jumlah sperma yang sedikit. Saya juga tidak ingat angkanya.” “Oligospermia?” celetuk sang dokter dengan sebelah alis bergerak naik. Mata Adam sontak melebar. “Apa itu?” “Suatu kondisi yang menyebabkan ketidaksuburan pria di mana jumlah sperma kurang dari standar. Apa Anda ingat derajat keparahannya?” Sekali lagi, sang duda menggeleng. Pria di sampingnya pun bersandar pada jok dan melipat tangan di depan dada. “Sebetulnya, bukan tidak mungkin seseorang yang didiagnosis mandul bisa mendapatkan keturunan.” “Maksud Anda?” “Begini .... Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan oligospermia,” terang sang dokter sebelum menautkan telunjuk pada tiga jari. “Faktor medis, lingkungan, dan gaya hidup.” Al
Baca selengkapnya
49. Menahan Air Mata
Dengan tangan kekar yang dialiri kegeraman, Adam mencengkeram kerah mantel Sebastian. Setelah merapatkan pandangan, menunjukkan betapa merah matanya dalam kegelapan, pria itu memperdengarkan deru napasnya. “Kutegaskan padamu! Amber adalah milikku, bayi di dalam perutnya adalah milikku, dan cintanya juga ada padaku. Kaulah yang seharusnya menjauh dari kehidupan kami!” Sambil menekan sudut bibirnya dengan lidah, Sebastian tertawa datar. “Kenapa kau yakin sekali kalau Amber mencintaimu? Jika benar, dia tidak akan memilih pergi bersamaku, Tuan Smith. Sekarang, kenapa dia malah enggan tinggal bersamamu?” “Hentikan omong kosong itu!” Sebastian menegakkan tubuh dan memasang tampang remeh. “Aku tidak mengada-ada. Dia sudah menerima lamaranku. Besok, kami akan segera pergi dari pondokmu dan pulang untuk menyelenggarakan pernikahan. Apakah kau bersedia datang kalau kami undang?” Cengkeraman Adam mendadak semakin kuat. Jarak pandang mereka pun merapat. “Kau pikir mudah memisahkan kami? Deng
Baca selengkapnya
50. Hadiah Perpisahan
Begitu keluar dari kamar mandi, Amber tertegun. Adam kembali menyambutnya di depan pintu. Pria itu tidak lagi menunjukkan punggung, melainkan kotak merah yang sempat membuatnya menangis selama bermenit-menit dalam pelukan Sebastian. “Aku tahu ini terlambat. Tapi, selamat ulang tahun, Amber,” ucap Adam sembari memaksakan senyum. Mendapat kejutan yang tak lagi diharapkan, helaan napas berembus cepat dari mulut sang wanita. “Inikah usaha terbaikmu?” tanyanya dengan nada meremehkan. “Kau sungguh menyedihkan, Adam.” Sebelum Amber berjalan pergi, sang pria bergeser menghalangi langkahnya. “Dengarkan aku! Ini adalah bukti kalau aku sungguh peduli padamu. Aku tahu, belakangan ini, aku kembali bersikap dingin kepadamu. Tapi ketahuilah, aku bersikap begitu demi mengingkari rasa cintaku padamu. Aku mengira itu palsu. Aku takut kau tersakiti kalau kujadikan pelarian.” “Aku memang pelarian. Itulah faktanya,” sela Amber dengan anggukan tegas. Alisnya terangkat tinggi menyangga kekesalan. “Tida
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status