Lahat ng Kabanata ng Keris Bunga Bangkai: Kabanata 31 - Kabanata 40
197 Kabanata
31 - Remaja Yang Tak Biasa
Sebelum tidur, Lastri mendatangi Rangkahasa yang saat ini masih berada di dapur. Dia datang membawakan makanan untuknya.     “Maafkan aku soal kejadian tadi. Karena kamu muntah, aku khawatir perutmu masih kosong. Aku membawakanmu makanan, takut nanti kamu merasa kelaparan malam-malam.”     Lastri yang masih merasa tidak enak langsung memilih ke luar. Namun dia berbalik dan sedikit menoleh sesaat ke arah Rangkahasa, hanya sesaat, sebelum akhirnya benar-benar pergi.   Esok paginya, Rangkahasa terbangun oleh kegaduhan yang terdengar dari luar. Begitu dia mengintip dari celah di dinding papan, Rangkahasa melihat Lastri sedang berlatih pedang bersama ayahnya.   Karena penasaran, dia pun keluar dan kemudian duduk bersandar di dinding dapur sembari memperhatikan mereka dari kejauhan.     “Sudah bangun saja, Rangkahasa?” tegur Arsih dengan pertanyaa
Magbasa pa
32 - Harapan
Sudah satu minggu Rangkahasa menetap di rumah Waradana. Sementara tujuh orang teman-temannya dari Panji Keris Bertuah masih sibuk mencari dirinya dan juga Mergo di sisi lain gunung Jompang.   Saat ini mereka mengamati keadaan Benteng Watukalis dari kejauhan di sebuah lereng bukit. Memang cukup jauh mereka mengamatinya, karena mereka tak berani mendekati tempat tersebut. Saat ini, Benteng Watukalis kembali menerima serangan pasukan dari Kerajaan Gamawuruh.     “Ngotot juga mereka kembali menyerang setelah apa yang terjadi di peperangan sebelumnya,” tutur Yudhi.     “Apa kau bisa mengenali mereka?” tanya Yasa.     “Dari bendera yang mereka bawa, jelas-jelas itu prajurit dari Kerajaan Gamawuruh. Tapi ada yang aneh,” papar Yudhi berkomentar.     Laki-laki bernama Yudhi ini terkenal memiliki daya pengamatan yang terbaik di antara ket
Magbasa pa
33 - Percikan Api Ambisi
Beberapa saat kemudian, reaksi Yasa kembali berubah, nampak mencoba memantapkan diri. Tatapan matanya memperlihatkan seseorang yang sudah siap dengan resiko terburuk sekalipun.     “Bima, kamu kembalilah dan bawa Yodha ke sini. Kita membutuhkannya. Sementara itu bilang pada Yudhi dan Basran untuk terus mengawasi di sana,” seru Yasa.     Bima mengangguk sekali dengan tegas dan langsung bergerak menuju lereng bukit di kaki gunung Jompang ke tempat rekannya yang lain.     Apa rencanamu, Yasa?” tanya Lindo Aji.     “Kita akan menyelinap ke sana. Jika memang Sabdo membawa Mergo dan Rangkahasa ke sana, besar kemungkinan mereka di tahan dalam penjara,” jelas Yasa. “Kalian masih ingat lokasinya, kan?” lanjutnya bertanya memastikan.     “Apa tidak terlalu ramai jika kita menyelinap berlima?” Lindo Aji kembali bertanya.
Magbasa pa
34 - Menyusup
Dua prajurit menghadangnya dan langsung menebaskan pedang mereka. Lindo Aji merunduk beberapa kali menghindari sabetan pedang mereka sembari menyayat tendon otot di bagian bawah ketiak salah satu dari mereka.   Dia langsung berputar setelah itu dan satu belatinya menyerempet leher dari prajurit lainnya. Satu prajurit mati, sementara yang satunya lagi melepaskan pedang karena tak lagi bisa menggunakan satu lengannya.   Sesaat kemudian, Lindo Aji langsung kembali melompat mundur menghindari beberapa tombak yang dilempar ke arahnya.     “Siapa orang ini? Gerakannya terlalu sulit ditebak,” teriak prajurit lain setelah melemparkan tombaknya.     “Tak usah pikirkan itu, mereka hanya bertiga,” teriak yang lainnya.     Ketika Lindo Aji hendak kembali maju, Yodha menahan bahunya.     “Ingat, tujuan kita hanya untuk m
Magbasa pa
35 - Rasa Iri Dan Pengkhianatan
Satu orang prajurit lainnya langsung melempar tombak. Yasa menepisnya dengan busur panahnya. Sementara itu, Aryan langsung berlari dari belakang Yasa, menghadang kedua orang prajurit tersebut.   Karena tahu tempat itu sempit, Aryan memilih menggunakan belatinya untuk menghadapi mereka. Di saat dia sedang menyibukkan satu orang penjaga, satu prajurit lainnya yang begitu leluasa langsung menebaskan pedang ke arah punggung Aryan.   Namun Aryan abai saja karena tahu saat ini anak panah Yasa pasti sudah melesat ke arah prajurit itu. Satu anak panah menghujam di leher prajurit tersebut, sementara Aryan juga sudah berhasil menghujamkan belatinya beberapa kali ke rusuk prajurit yang dihadapinya.     “Penyusup!” lontar prajurit itu mencoba mengingatkan yang lainnya.     Namun dia tak bisa berteriak begitu keras, sementara rongga mulutnya sudah dipenuhi darah karena luka dalam yang di
Magbasa pa
36 - Menjaga Asa
Raut wajah para tahanan itu kembali diselimuti oleh keputusasaan. Kecuali seorang senopati hebat seperti Mahandaka yang sampai saat ini masih terlihat tenang. Namun lebih dari keputusasaan para tahanan itu, Yasa dan Aryan sama sekali tak bisa menyembunyikan rasa frustasinya. Aryan masih saja berdiri membelakangi mereka sejak dihentikan oleh Mahandaka, masih menunduk membisu dengan kesuramannya. Sementara Yasa hanya bisa meremas jeruji besi dari penjara yang tak kunjung bisa dilumatnya. Lalu kemudian perhatiannya teralihkan oleh sikap seorang tahanan yang saat ini nampak berbisik ke telinga Mahandaka. Bahkan raut wajah Mahandaka pun nampak sedikit berubah terlihat olehnya.  “Ada apa?” tanya Yasa pada Mahandaka.  “Maaf, sepertinya dia tak berani menyampaikannya secara langsung pada kalian karena dia sendiri tidak merasa begitu yakin. Katanya, Sebelum pasukan
Magbasa pa
37 - Kobaran Api Di Benteng Watukalis
Sebagian besar para tahanan itu masih nampak khawatir dan juga penuh harap. Namun satu orang di antara mereka terlihat tidak senang dan dia pun mulai menggerutu. “Enaknya jadi anak dari prajurit yang berpangkat,” cetusnya. Kata-kata itu terkesan sedang menyindir Senopati Mahandaka, satu-satunya komandan mereka yang tersisa saat ini. Meski begitu, Mahandaka diam saja mengabaikannya, kembali duduk bersandar di dinding pejara. “Apa kau tak sadar, berada di luar sana jauh lebih berbahaya ketimbang berada di sini?” bantah seorang prajurit lainnya dengan beretorika. “Kenapa kau mengirim anakmu, Mahandaka? Dia masih terlalu muda untuk ini,” ujar prajurit lainnya. “Dia sudah bukan lagi anak-anak. Aku tak ingin dia terus-terusan manja dan lunak seperti itu. Sebagai seorang ayah, aku perlu mempercayainya untuk sedikit saja, memberinya kesempatan untuk mengemban amanah yang berat,” jelas Mahandaka. “Tapi kenapa harus sekarang?” bantah yang lainnya, merasa waktunya tidak tepat jika hanya unt
Magbasa pa
38 - Yasa Sang Pemanah
Pemimpin pasukan Gamawuruh yang menguasai Benteng Watukalis semakin sibuk untuk mengendalikan situasi. “Segera padamkan apinya!” “Yang lainnya, cepat kejar mereka ke luar benteng. Mereka mencoba melarikan diri melewati pagar,” teriak pemimpin pasukan tersebut terlihat mulai sibuk. Aryan langsung melompati pagar, sekali berbalik di udara dan mendarat dengan sangat baik di tanah. Sementara Najandra nampak ragu melompat dan memilih untuk bergelantungan di sisi pagar yang tinggi tersebut sebelum turun ke bawah. Di dalam benteng, beberapa prajurit masih mencoba melemparkan tombak-tombak mereka ke arah atap kandang kuda. Yang lainnya sibuk mengangkut air untuk memadankan api. “Cepat padamkan apinya, kudaku masih tertambat di dalam sana!” “Kita sudah susah payah merebut benteng ini. Jangan biarkan benteng ini terbakar karena kita masih membutuhkannya. Pasukan dari Kerajaan Cakradwipa pasti akan kembali untuk merebutnya.” “Panggil prajurit lainnya, segera padamkan api ini!” Kepanikan i
Magbasa pa
39 - Pendekar Dari Perguruan Pedang Buntung
Setelah melarikan diri cukup jauh, para prajurit Gamawuruh pun mulai enggan untuk terus mengejar mereka. Apa lagi saat ini sama sekali tidak ada yang memberikan arahan. Prajurit itu sama sekali belum tahu nasib dari pemimpin mereka di dalam benteng. Bima masih saja menggerutu untuk meminta Yodha menurunkannya. “Sudah ku bilang, aku masih bisa jalan sendiri!” bentaknya memukul-mukul kepala Yodha beberapa kali. Yodha diam saja saat menurunkannya. Dia tak bisa terlalu jauh meladeni sikap kekanak-kanakan Bima karena mulai sadar bahwa Yasa sama sekali tidak menemukan Mergo di Benteng Watukalis. “Jadi dia tak ada di sana?” tanya Lindo Aji pada Yasa. Yasa menggeleng sesaat. Meski dia mencoba menyembunyikan rasa nyeri di kakinya, namun teman-temannya sadar dia nampak kesulitan untuk berjalan. “Lalu bagaimana sekarang?” tanya Lindo Aji. “Bima, kembali lah dulu ke tempat Yudhi dan Bashran. Ajak mereka untuk memeriksa kondisi di daerah pantai. Apapun yang kalian temukan di sana, segera kem
Magbasa pa
40 - Kebingungan Panglima Abimana
Setelah berjalan cukup jauh, mereka sampai juga di sebuah tanah sawah kering yang dijadikan tempat perkemahan prajurit. Senopati Reswara langsung menuntun Yasa dan yang lainnya ke tenda peristirahatan Panglima Abimana. “Panglima, Senopati Reswara datang melapor dan juga membawa beberapa tamu,” ujar seorang prajurit yang menjaga di pintu masuk tenda. “Tamu? Persilahkan mereka masuk!” seru Panglima Abimana dari dalam tenda. Begitu Yasa masuk, dia melihat Panglima Abimana sedang berdiri sendirian, nampak serius menatapi sebuah peta yang terhampar di atas meja. “Maaf Panglima, saya membawa beberapa orang dari pasukan Panji Keris Bertuah,” tutur Reswara. Baru di situ Panglima Abimana mengalihkan perhatiannya dengan ekspresi wajah yang nampak bersemangat. Namun tiba-tiba reaksi wajahnya kembali berubah setelah tak menemukan Mergo ada di antara mereka. “Benarkah kalian anggota dari Panji Keris Bertuah? Di mana pimpinanmu?” tanya Panglima Abimana. “Maaf Tuan, Mergo tidak ada di sini. Ka
Magbasa pa
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status