Semua Bab Melawan Suami dan Mertua: Bab 21 - Bab 30
110 Bab
21
Setelah saling diam di sepanjang perjalanan, kami akhirnya sampai juga di sebuah parkiran basement sebuah mal besar di kota ini. Dr. Vadi menghentikan mobilnya setelah memastikan mobil terparkir dengan presisi di tempatnya.            “Ayo,” katanya sembari melepas seat belt dan mematikan mesin.            Aku hanya mengangguk dan mengikuti geraknya. Keluar mobil dan berjalan beriringan dengan lelaki yang berpakaian bagai ingin main ke rumah tetangga tersebut.            “Pelan-pelan, nanti aku jatuh,” kataku sembari sedikit mengejar dr. Vadi yang mempunyai langkah panjang tersebut.            Dr. Vadi seketika menghentikan langkahnya. Menoleh dengan wajah datar sehingga membuatku sedikit tak enak hati.&
Baca selengkapnya
22
PoV Rauf            “I-itu ....” Lidahku benar-benar kelu. Aku tak yakin alasan apa yang bisa membuat Mama percaya.            “Kamu berselingkuh, Uf?” Mama membelalakkan kedua matanya. Spontan membuatku kalang kabut dan serasa kehilangan pijakkan.            “Jawab, Uf!” Mama mencengkeram kerah jaketku. Aku tak menyangka bahwa dia akan semarah ini saat tahu bahwa aku main serong.            “Ini karena Risa, Ma. Dia tidak melakukan kewajibannya sebagai istri dengan baik.” Akhirnya, bibirku lancar juga mengeluarkan sebuah statement. Mata Mama masih membeliak. Dia seakan masih tak percaya dengan ucapanku.            &l
Baca selengkapnya
23
PoV Lestari            “Uek! Uek!” Sesaat setelah kepergian Mas Rauf dari kontrakan, aku pun tak mau menunggu lama lagi buat memuntahkan semua isi perut. Jamu peluruh haid tadi harus keluar! Bagaimana pun caranya.            “Tari! Tari, kamu nggak apa-apa?” Rizka menghambur padaku. Tangannya langsung cekatan mengurut tengkuk.            “Uek!” Tak bisa berucap lagi, aku hanya bisa muntah. Terus mengeluarkan cairan jamu berwarna cokelat tersebut bercampur dengan sisa makanan yang belum tecerna.            “Banyak sekali muntahmu, Ri. Ya Allah, kasihan kamu. Kita ke dokter kah?” Suara Rizka panik. Tangannya terus mengurut tengkukku, membuat lebih rileks dan nyaman.   
Baca selengkapnya
24
Bagian 24PoV Lestari            “Ayo, cepat! Jangan cengeng, Tari! Hidup kita ini sudah susah, jangan ditambah susah lagi dengan laki-laki seperti pacarmu itu!” Rizka benar-benar menarik tanganku. Dia bahkan tidak mempedulikan tangisku yang semakin membanjir. Helm yang kukenakan bahkan dia yang melepaskannya.            Sambil berurai air mata, langkahku terus dipimpin oleh Rizka masuk ke ruang IGD. Rasanya aku sangat malu. Terlebih ketika berpasang-pasang mata tertuju padaku.            Di dalam ruangan yang berisi tiga buah bilik bersekat korden warna hijau yang tak ada pasiennya sama sekali, kami berjalan terus ke arah pojok kanan ruangan, tepatnya pada meja yang ditempati oleh tim medis maupun paramedis yang berjaga.        &n
Baca selengkapnya
25
Bagian 25PoV dr. Vadi            Dua tahun bekerja sama dengan seorang suster tua bernama Bu Maria, membuat karierku sebagai dokter umum yang melayani poli rawat jalan di sebuah RS swasta bernama Citra Medika ini, ya ... dapat dikatakan tanpa warna. Bagaimana tidak. Selain kaku dan terlalu formal, beliau juga cerewet. Tak bisa leluasa untuk kusuruh-suruh. Kadang aku merasa tertekan sendiri. Merasa kalau aku ini yang sebenarnya bawahan Bu Maria.            “Dok, kalau periksa pasien itu jangan lama-lama! Buang waktu! Kan saya maunya kita pulang cepat.”            “Dok, kalau ngomong sama pasien itu jangan bertele-tele. To the point!”            “Besok saya izin ya, Dok. Anak saya mau tunangan. Pengg
Baca selengkapnya
26
Bagian 26PoV dr. Vadi            Pagi-pagi sekali aku sampai di rumah sakit. Tepat pukul 06.30 kakiku sudah melangkah menuju ruang paling depan yang berfungsi sebagai loket plus ruang tunggu para pasien berobat jalan.            Loket sudah dibuka, para petugas yang melayani pun standby di meja masing-masing. Antrean mulai panjang. Orang-orang dengan berbagai keluhan sudah duduk di bangku-bangku tunggu. Dr. Clara, seniorku di kampus yang kini menjabat sebagai kepala promosi kesehatan rumah sakit (PKRS), telah menanti kedatanganku. Perempuan berkulit gelap dengan wajah cantik khas Indonesia Timur tersebut tampak tengah meletakkan proyektor di atas meja yang berada tepat menghadap ke arah bangku-bangku para pasien dan pengantar yang menunggu.            Aku mempercepat langkah. Mend
Baca selengkapnya
27
Bagian 27PoV dr. Vadi            “Jadi, bukan kecelakaan?” Kutekankan sekali lagi buat meyakinkan bahwa yang kudengar darinya barusan tadi adalah benar.            “Ini lebi dari kecelakaan, Dok.” Suara Risa penuh penderitaan. Namun, bukannya ikut bersedih, semangatku seolah termantik. Vadi, apakah kamu masih waras?            “Tas besar di belakang itu? Punya siapa?” Saat mencuci tangan tadi, aku melihat di bilik tempat kami menyimpan tas, ada sebuah tas travel kulit yang teronggok. Jangan-jangan ....            “Aku kabur dari rumah, Dok. Mungkin ingin cari kost di sekitar sini. Atau kontrakan. Ya, lihat nanti.”          
Baca selengkapnya
28
Bagian 28PoV Risa            Usai makan malam yang sangat menyenangkan, aku dan dr. Vadi kemudian memutuskan untuk pulang karena mal sebentar lagi akan tutup. Sebelum keluar dari restoran, dr. Vadi menyuruhku untuk menukar wedges yang dia bilang norak itu dengan sepasang sandal berwarna peach yang tadi kupilih.“Nah, begini sangat pas.” Pujian dr. Vadi begitu manis terdengar di telingaku. Namun, jangan lihat ekspresinya yang datar. Cukup dengar dan tutup telinga. Saat harus melihat sosok itu kala sedang berbicara, yang ada terkadang cuma rasa jengkel. Bagaimana tidak?  Mukanya itu, lho. Datar. Mau muji, mau ngomong serius, wajahnya sama saja. Sama-sama bikin sebal. Coba kamu itu senyum, Mas Vadi. Kan, enak juga dipandang jadinya.Sandal sudah terpasang dan kami pun berjalan menuju basement. Sepanjang perjalanan, jangan ditanya lagi siapa yang membawakan barang-barang belanjaanku. Su
Baca selengkapnya
29
Bagian 29PoV Risa            Pagi ini terasa sungguh sangat menyenangkan. Tidurku lumayan nyenyak di kamar yang sejuk dan beraroma harum, sungguh sangat berbeda suasana di sini dengan di rumah Mama. Ya, tentu saja. Tidur tinggal tidur, tanpa harus memikirkan besoknya harus mengerjakan seabrek pekerjaan rumah tangga yang tiada usai. Bangun juga tinggal mandi dan siap-siap berangkat. Tak perlu repot masak segala. Betapa indahnya! Aku bangun lumayan awal, tepatnya pukul 05.00. Kegiatanku tak banyak, hanya salat, beres-beres kamar yang memang sudah rapi, lalu mandi. Usai mandi dan berpakaian, kuputuskan untuk segera keluar kamar sebab sudah berjanji untuk sarapan bersama dr. Vadi. Baru saja membuka pintu, aku begitu kaget luar biasa sebab tepat di depanku telah berdiri sosok dr. Vadi dalam kondisi yang rapi plus wangi semerbak. Lelaki itu terlihat menawan dalam balutan kemeja warna kuning kentang yang se
Baca selengkapnya
30
Bagian 30PoV dr. Vadi            Sedetik setelah pintu kamar Risa tutup, ada yang aneh dengan jantung. Detaknya makin cepat. Irama tak beraturan. Aneh. Huhft. Sudah macam ABG saja kelakuanku. Dasar bodoh! Kelamaan jomblo ternyata membuatku jadi tak bisa mengontrol diri begini kala jatuh cinta. Oops! Ya, aku sekarang sudah tidak betah lagi untuk menyembunyikannya, bahkan pada diriku sendiri. Aku jatuh cinta pada Risa. Benar-benar jatuh yang sejatuh-jatuhnya. Cepatlah menjanda, Ris. Biar kau bisa setidaknya mengobati kekakuanku yang kadang aku sendiri pun sangat membencinya.            Sembari mengawang-awang, aku berjalan. Saat hendak menaiki anak tangga, Ela memanggilku dari arah ruang tamu. Aku langsung menoleh ke belakang. Melihat anak itu masih duduk di atas sofa sembari melambaikan tangannya. Sedang di sampingnya ada fino.   
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status