Semua Bab Cintaku Terhalang Status: Bab 41 - Bab 50
90 Bab
40. Orang yang Bisa Kupercaya
"Sudah, tenanglah, Velove. Ada aku di sini, jangan takut lagi." Pria itu terus berupaya menenangkanku, membiarkan aku menangis di dadanya, sambil sesekali mengusap kepalaku dengan penuh kelembutan. Sikapnya seperti seorang bapak yang menenangkan anak perempuannya. Setelah mengalami kejadian naas dengan Charlie tadi, aku hanya bisa syok dan terdiam. Di depan para polisi pun aku tak bisa menangis. Namun, ketika tetangga yang aku sayangi ini datang, aku merasa diriku sangat lemah, dan butuh dilindungi, hingga akhirnya aku mencurahkan seluruh air mataku kepadanya. Memang, orang yang berhasil dihubungi oleh pak polisi tadi adalah tetanggaku, entah bagaimana ceritanya bisa begitu. Barang kali Mas Vincent mengirimiku pesan karena aku belum juga pulang. Walau tidak bisa menjemputku, pria itu selalu memastikan aku pulang dengan selamat. "Sepertinya istri Bapak mengalami pelecehan seksual," ujar salah satu polisi itu kepada Mas Vincent sewaktu tangisanku mulai mereda. Cukup lama juga aku mena
Baca selengkapnya
41. Bidadari Jatuh
"Turunkan aku, Mas," desakku dengan suara bernada keras. Kami sudah sampai di depan rumahku di lantai dua. Tadinya aku bilang pada Mas Vincent untuk membiarkan aku naik tangga sendiri. Kasihan kan kalau dia harus menggendongku sampai ke lantai dua. "Mas, aku jalan sendiri saja. Kasihan Mas Vincent kalau gendong aku terus, aku berat, Mas," ucapku memintanya untuk tidak bersikap berlebihan lagi. Apa coba katanya? "Kamu berat? Enggak ah, badanmu tuh ringan, seringan badan Ricky. Kalau harus membawa kamu sampai lantai lima pun aku sanggup," sahutnya, lalu dengan santai membawaku berputar seperti orang yang menari. "Udah kayak pengantin baru saja ya kita ini," kekehnya. Edan memang nih orang! Pingin aku timpuk rasanya, tapi kok sayang? Eh, maksudku sayang kalau sampai dia jatuh, nanti aku ikutan jatuh, gitu. Terus apa tadi katanya, bobotku seringan Ricky? Aku disamain dengan bocah umur tiga tahun? Dia pikir tulangku terbuat dari apa? Daun bambu? Ampun deh! Yang lebih edan lagi, setel
Baca selengkapnya
42. Aku Serius
Katanya kita bisa melihat wajah jujur seseorang ketika ia sedang tertidur. Tidak ada kepura-puraan atau rekayasa di sana. Sama halnya yang aku lihat saat ini, wajah jujur Mas Vincent yang masih tidur di ruang depan rumahku. Rupanya setelah aku tertidur ia memilih tidur di situ ketimbang pulang ke rumahnya. Pria ini bahkan hanya tidur di atas tikar piknik yang biasa dipakai Ricky saat bermain. Iba rasanya hatiku. Aku mengamati pria yang selalu tenang dan suka bercanda itu. Wajahnya tampak damai, namun tampak sedikit tanda kelelahan. Entah jam berapa dia tidur semalam, ia pasti capek karena kejadian semalam. Ah, betapa banyak hutang budi yang aku miliki kepadanya. Dan di lubuk hatiku yang terdalam aku semakin sadar betapa aku masih membutuhkan sosok seorang pria, dan khususnya pria itu adalah Vincent. Maksudku, setidaknya pria seperti dialah yang mampu menopang aku dan anakku. Entah berapa lama aku terdiam menatapnya, sampai akhirnya tetanggaku itu terbangun dan membuka matanya. Bebe
Baca selengkapnya
43. Sebenarnya Charlie
"Pffft ... hahahaha!" Sehabis mengucapkan kalimat sayang dengan begitu serius, bisa-bisanya Mas Vincent tertawa begitu? "Kenapa ketawa, Mas? Ada yang lucu?" tanyaku keheranan. "Mukamu yang lucu, seperti anak gadis yang diajak menikah oleh kekasihnya. Diterima atau diterima ya? Hihihi," kekehnya menggodaku. Hadeuh! Perbandingan macam apa itu? Aku kan bukan anak gadis lagi, dan Mas Vincent bukan kekasihku. Namun, tak pelak aku tersipu akibat ucapannya. Berpikir bahwa seseorang yang istimewa menyukaimu bisa menimbulkan perasaan campur aduk di dalam diri, tetapi mendengar langsung pertanyaan sayangnya nggak cuma bikin campur aduk, tapi juga membuat jantungmu jungkir balik, senam aerobik sampai zumba keliling Asia. "Aku ke sebelah dulu ya, kamu makan gih, mumpung masih hangat," pamitnya tak melanjutkan ungkapannya yang begitu serius tadi. Nah, sekarang malah mau pergi begitu saja. Nggak ingin dengar jawaban dariku kah? Aneh bener ini orang! "Mas ...," panggilku menghentikan langkahny
Baca selengkapnya
44. Curahan Perhatian
Setelah panggilan suara dengan Mbak Sasha berakhir, tak henti-henti notifikasi ponselku berbunyi, entah itu pesan atau telepon dari teman kerja yang lain yang menanyakan kondisiku. "Velove, aku jenguk ya," ucap Mbak Jeje dengan suara bernada prihatin. "Nggak usah, Mbak, udah sore, nanti Mbak masih harus ke kafe, rumah Mbak Jeje kan jauh," cegahku, tak ingin merepotkan temanku itu. Wanita itu terdengar mendengus kecewa, namun tak lama kemudian ia langsung mengatakan, "Ya sudahlah, aku kirim makanan buat kamu dan Ricky saja ya." "Jangan repot, Mbak ...." "Jangan ditolak!" tegasnya tak menerima kompromi. Ya sudah, aku terima deh, namanya juga rezeki, masa ditolak? Mbak Jeje tulus ingin berbagi denganku, tak mungkin aku terus menolak. Dan rupanya yang mengirimi aku makanan bukan hanya Mbak Jeje, teman-teman yang lain, termasuk bosku juga ikutan delivery makanan. Pak Benny malahan sampai meminta tolong si tukang antar makanan untuk memberikan uang tunai padaku. "Loh, Mas, ini kok mal
Baca selengkapnya
45. Hari Wisuda Erick
Erick telah menyelesaikan kuliahnya, dan sebentar lagi ia diwisuda. Itulah penyebab dia sempat menghilang selama beberapa waktu: mengerjakan tugas akhir alias bikin skripsi. Wajah tampannya masih tampak lelah saat datang ke rusun lagi, namun tetap ada senyuman puas menghiasi karena sudah menyelesaikan studinya. "Apa?? Kamu hampir dilecehkan??? Mana orangnya? Biar kuhajar sekalian!" serunya dengan mata berapi-api.Nggak nyambung banget ya? Mengapa dia mendadak marah? Erick tidak tiba-tiba berubah jadi jahat, hanya saja ia tidak terima saat mendengar tragedi yang hampir menimpaku akibat perbuatan Charlie, si cowok cabul. "Kamu sih pakai acara ngelarang aku jemput kamu, akhirnya ada garong yang nyelonong," tegurnya sengit. Sekarang gantian aku yang dimarahi."Aku mana tahu, Rick, kalau aslinya dia jahat gitu," dalihku dengan muka cemberut. Toh, kejadian itu sudah berlalu juga, tapi aku maklum sih kalau Erick emosi, karena ia baru tahu sekarang. "Hhhhh, rasanya pingin kucubit dia," ger
Baca selengkapnya
46. Sophia
"Hai, Erick, Velove!" panggil satu suara lembut. Seorang wanita cantik menghampiri kami. Raut muka Erick yang tadinya begitu ceria, berubah keruh. "Mau apa ke mari, Tante?" tanyanya ketus. Ia memalingkan muka dan menolak bertatapan mata dengan wanita itu. "Gantiin Mas Johan ke acara wisudamu. Ini pasti Ricky ya. Halo!" Wanita itu melambai-lambaikan tangannya di depan anakku, dan mencoba mengajaknya bersalaman. "Ricky, salim!" perintahku pada anakku yang bergegas menyambut tangan perempuan itu dan menempelkannya di pipi. Orang yang datang itu mama tiri Erick. Awalnya aku sedikit lupa dengan wajahnya, namun demi melihat sikap Erick yang tidak bersahabat, dan juga mengetahui maksud kedatangannya untuk menggantikan Om Johan, aku bisa menyimpulkan kalau dia adalah istri kedua Papa Erick. Orangnya masih muda dan cantik. Kata Erick mama tirinya itu hanya beberapa tahun lebih tua dari kakaknya. "Oh, ya. Kita pernah bertemu, tapi belum sempat berkenalan ya, Velove. Saya Shopia," ucapnya r
Baca selengkapnya
47. Luka dari Masa Lalu
"Mas Johan itu sebenarnya orang yang selalu kesepian," papar Mbak Sophi saat memulai ceritanya. "Ia tipikal pria ibu kota yang merasa diri harus bekerja keras untuk memberi kehidupan yang layak, atau lebih tepatnya mewah, untuk keluarganya." Aku mendengarkan cerita Mbak Sophi tanpa menyela. Sesaat matanya tampak menerawang jauh, seolah mengingat kenangan masa lalu. Aku tahu di setiap luka pasti ada kenangan sendu di baliknya. "Dulu saya bisa bekerja sebagai sebagai sekretaris Mas Johan atas kebaikannya mempekerjakan seorang lulusan diploma yang belum cakap bekerja. Bapak saya sudah lebih dulu bekerja di sana, dan banyak berutang budi atas kebaikan Mas Johan. Beberapa karyawan kurang suka melihat saya direkrut, namun Mas Johan terus mengatakan pada saya, 'Tidak usah dipikirkan apa kata mereka. Yang penting kamu bekerja keras, Soph,' seperti itu." Suasana sedikit berubah ketika ibu tiri Erick bercerita tentang masa hidupnya sebelum menikah. Ada senyum merekah di bibir wanita itu, sep
Baca selengkapnya
48. Ibu Tiri Tidak Selalu Jahat
Kami berpisah dengan Mbak Sophi di depan rumah makan. Ia pulang bersama sopirnya, dan Erick mengantarkan aku dan Ricky ke rusun. Sebelum meninggalkan restoran ia sempat mengajakku bicara sebentar. "Velove, ini buat Ricky ya," ujar Mbak Sophi sembari menyerahkan sebuah amplop kepadaku. "Mbak Sophi, jangan repot-repot," desisku berupaya menolak. Aku merasa tidak enak hati untuk menerima pemberiannya karena ini kali pertama kami berkenalan tapi dia sudah memberiku sesuatu. Sepertinya sih uang. "Nggak repot, Velove! Ini buat Ricky, dari Mas Johan dan saya. Ricky itu anak Erick, jadi secara otomatis dia cucu kami, walaupun saya mungkin belum pantas menjadi seorang oma." Ia tersenyum geli demi membayangkan dirinya menjadi seorang nenek padahal masih muda. "Baiklah, saya terima. Terima kasih banyak, Mbak Sophi ... juga Om Johan." Nama terakhir aku sebutkan dengan sedikit ragu. Bagaimanapun masih ada rasa canggung dalam diriku saat mengingat ayah Erick itu. "Sama-sama. Ingat ya, Velove, a
Baca selengkapnya
49. Mantan Mertua yang Tak Pernah Menjadi Mertua
Hanya dalam hitungan hari, mama tiri Erick melancarkan upayanya dan berhasil membuka jalan bagiku dan anakku untuk bertemu dengan opanya, Om Johan. Dan di sini lah kami hari ini, di rumah yang baru kali kedua ini kupijak, rumah yang seharusnya menjadi tempat Ricky mengenal pribadi yang disebut kakek dan nenek, merasakan kehangatan dalam hubungan darah. Seperti biasa Erick menjemput kami di rusun. Awalnya aku ragu untuk memenuhi permintaan Mbak Sophi ke mari, namun setelah kupikir-pikir tidak ada gunanya aku terus menghindar. Sejahat apapun Om Johan kala itu, ia tetap kakek Ricky. Walau orang tuanya berpisah, aku ingin anakku bisa merasakan kasih sayang sebanyak-banyaknya dari keluarga yang ada. Dan aku sendiri harus menyelesaikan permasalahan hatiku dengan pria yang menjadi mantan mertuaku itu; mantan mertua yang tidak pernah menjadi mertua. Maka jika ada jalan untuk silaturahmi aku akan menempuhnya, entah apapun yang terjadi selanjutnya. "Terima kasih, Velove, kamu mau datang," uc
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status