All Chapters of Tajamnya Lidah Istri: Chapter 21 - Chapter 30
55 Chapters
Part 21. Hati Yang Patah
    Selamat membaca 🌷🌷🌷   “Sari...! Kenapa melamun? apa yang kamu pikirkan.” Dokter Wisnu memandang Sari gusar, setelah mendengar ceritanya Sari banyak melamun yang terlihat di matanya. Dokter Wisnu memandang Sari dengan getar cinta yang sama. Ya Tuhan andai bisa diulang kembali, ingin kurengkuh wanita ini dalam pelukan. Tapi sayang, dia sudah punya suami.    Sari tergagap, “ I-Itu M-Mas ... A-Aku tak menyangka jalan cinta kita serumit ini. Dulu aku sempat mengeluarkan kata-kata kotor, sumpah serapah keluar begitu saja, karena mas Wisnu hilang tak ada kabar. Tanpa ada kepastian mengenai hubungan kita, jadi jangan salahkan aku bila aku menikah dengan pria lain. Coba dulu, seandainya Mas Wisnu jujur dan berterus terang, aku pasti mengerti. Karena pada dasarnya perempuan itu hanya butuh kepastian. Tapi apa yang mas lakukan, mas pergi begit
Read more
Part 22. Si Dokter Tampan
    "Kemana aja Bun? Jam segini baru pulang! Pasti janjian ketemu sama si dokter tampan itu ya!” ucap Heru curiga sekaligus cemburu. Gimana tidak curiga, tadi siang si dokter tampan itu berani-beraninya meminta nomor handphone istrinya, lalu tiba-tiba istrinya menghilang dari rumah tanpa pamit. Mama dan Dela saja yang berada di rumah,  tidak tau kemana Sari pergi. Apa tah ia yang tengah bekerja mengantar penumpang, jelas tidak mengetahui gerak gerik Sari seharian.   Ya, semenjak Heru dan Sari dikasih mobil oleh Maya, adiknya Sari. Mereka mendaftarkan mobil itu untuk alat transportasi. Sejak saat itu, Heru memulai rutinitasnya di jalanan, mengantar penumpang sesuai pesanan. Bahkan sampai malam Heru jabani demi memberikan hidup layak untuk keluarganya.   Sari yang baru saja sampai di rumah, terpaku mendengar ucapan suaminya yang tidak masuk akal. Sari mer
Read more
Part 23. Heru Menyesal
Bantu Subscribe, rate, like dan bintang 5 sebelum baca ya...   Malam baru saja menjelang. Suara tokek terdengar sambung menyambung. Begitu juga  detak jam dinding mulai menghiasi malam yang sunyi. Sebagian orang mungkin tengah merajut mimpi, tapi mata Heru masih terjaga, enggan terpejam. Heru menoleh ke samping, terlihat olehnya Sari tidur dengan pulasnya. Seakan tiada beban dan masalah. Sungguh berbanding terbalik dengannya yang sedang dihinggapi kegalauan.   Sari tidur dengan sengat lelap, sedikitpun tidak terganggu dengan keresahan suaminya. Sementara Heru yang berada di sebelah Sari, masih betah  bergelisah ria, menggeliat kanan kiri. Matanya enggan terpejam, padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidur. Semilir angin sesekali menyapa kulit Heru, harusnya ia bisa tidur dengan belaian angin sepoi-sepoi yang datang mengelus kulit dan meniup bola matanya. Namun, karena pikiran sedang
Read more
Part 24. Sari Hamil
 Sari semakin menunduk dalam diam. Pengakuan mas Wisnu membuatnya gemetaran,  antara senang dan sedih. Sari tidak percaya, jika sampai detik ini mas Wisnu belum menikah. Padahal usianya tidak lagi muda. Apa yang membuatnya tidak juga menikah. Apa karena dirinya? Sari bertanya-tanya dalam hati. “Kenapa Mas,” tanya Sari berusaha bersikap biasa saja. Ia tidak mau mas Wisnu salah mengartikan sikapnya. Walaupun sebenarnya ia merasa kasihan dan empati terhadap Mas Wisnu. Bagaimana Sari tidak iba melihatnya, seharus diusianya yang sekarang, mas Wisnu harusnya sudah memiliki keluarga dan anak, sebagai estafet keluarganya.  “Tidak ada perempuan yang menarik di mata Mas kecuali kamu,” jawab Wisnu memandang Sari lekat-lekat. Pandangan penuh cinta. Bukan pandangan penuh nafsu. Pengakuan jujur mas Wisnu makin membuat Sari merasa bersalah. Padahal semua ini m
Read more
Heru Menceraikan Sari
  Bu Sri yang tengah duduk di teras langsung berdiri, melihat kedatangan menantu dan anaknya. Tak sabar rasanya ingin mendengar kabar baik dari mereka. Bu Sri memandang Sari dan Heru dengan tatapan bahagia.  Bila ia  ingat kejahatan yang dilakukannya pada Sari, membuat ia menyesal. Kemana pikirannya dulu, begitu jahat memperlakukan Sari. Sekarang ia berjanji akan memberikan perhatian dan kasih sayang tulus untuk Sari. Sari layak bahagia. Apa lagi nanti setelah cucunya lahir. Betapa bahagia hati bu Sri, tak bisa ia lukiskan dengan kata-kata.   “Kalian sudah pulang? Apa kata Dokter?” tanya bu Sri penasaran. “Benar tidak dugaan mama?” lanjut bu Sri mendekat ke Sari, karena ia sudah tak sabar mendengar penjelasan dari menantu dan anaknya.   “Ma! aku hamil!” Jawab Sari spontan lalu segera menghambur kepelukan bu Sri.   “Benarkah...!” uc
Read more
Part 26. Kekecewaan Sari
  Spontan Sari berlari keluar kamar, sambil menangis sesengukan. Kata cerai yang baru diucapkan suaminya melukai hatinya. Ia tidak menyangka, pengorbanannya selama ini tiada artinya. Apa lagi perceraian itu, akibat dari salah paham saja. Ia berlari ke kamar bu Sri mengadukan nasibnya.    “Ma ...!” teriak Sari seraya  menggedor-gedor pintu kamar bu Sri. Tangannya gemetar menghapus air mata yang terjun bebas dari pipinya.    Tak lama pintu segera terbuka, dari balik pintu muncul bu Sri dengan raut muka kaget melihat Sari menangis sesengukan.   “Heey Sari... Ada apa? Kenapa menangis?”    “Bang Heru menceraikan aku Ma,” jawab Sari spontan dan singkat. Sementara air mata tak kunjung berhenti mengalir.   Bu Sri terbelalak kaget.    “A
Read more
Part 27. Sari Menolak Rujuk
Bantu subscribe, rate, like, favorite, komen dan bintang 5 ya. Terima kasih atas kemurahan hatinya.    Selamat membaca🌷🌷🌷   Sari segera bangun dari tempat tidur, kemudian melangkah sempoyongan keluar kamar menuju kamarnya sendiri.    Eh... ! Maksudnya mantan kamarnya bersama Heru. Tanpa menggubris pertanyaan Heru. Sakit hatinya masih terasa, tiada obat yang bisa menyembuhkan lukanya.   “Heyy... Bunda mau kemana?” tanya Heru gusar melihat Sari yang pergi begitu saja,  tanpa menjawab pertanyaannya, dengan langkah  sempoyongan, bahkan hampir saja jatuh ke lantai. Untung Heru sigap, ia segera mengulurkan tangannya bermaksud menolong Sari. Tapi sayang, Sari menampik tangan Heru dan terus melangkah pergi. Tangan Heru melayang di udara.   Heru sangat terpukul menghadapi kenyataan, bahwa Sari
Read more
Part 28. Tetangga Julid
  Sari segera menyeret kopernya perlahan-lahan. Ia tinggalkan motornya dan mobil pemberian Maya untuk mantan suaminya.  Percuma ia bawa, mengendarai mobil itu saja ia tak bisa. Bagaimana Heru memenuhi kebutuhan keluarganya, jika mobil pemberian Maya ia bawa paksa. Sekarang hidup dan matinya ia pasrahkan pada Allah pemilik alam semesta.    Kemana langkah ini akan membawanya, ia pasrah saja atas kehendak yang maha kuasa. Tak lama berselang Sari sampai di sebuah halte. Ia berteduh dan berhenti untuk istirahat. Sari memandang kendaraan yang hilir mudik berseliweran sepanjang jalan Akasia daerah Jakarta.   Setelah puas memandang nun jauh ke sana,  ia pun berpikir akan tinggal di mana. Harusnya tadi motor ia bawa, agar langkahnya tidak terhambat. Setelah memikirkan mateng-mateng, Sari berniat untuk mengambil motornya kembali sebelum pergi. Tanpa motor, bagaimana ia m
Read more
Part 29. Sengsara Membawa Nikmat
Bantu subscribe ya   “Saya ayah dari bayi itu!” tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengaku sebagai ayah dari bayi yang dikandung Sari. Seorang pria gagah yang sangat berwibawa.    Pria itu mendekati kerumunan, lalu berdiri di tengah-tengah keramaian dengan gagah berani tanpa takut akan diamuk massa.    Seluruh warga yang berada di tempat kejadian, menoleh ke asal suara. Kasak kusuk terjadi seketika, semua warga memandang dokter Wisnu penuh tanya.   Kaum emak-emak terpesona dengan kegantengan dokter Wisnu.  Bu Ramlan menyikut tangan bu Santi dan berbisik ke telinga perempuan pemilik warung tempat Sari menitipkan dagangan.   “Ganteng pisan tu cowok, mau tak jadiin mantu,” ucap bu Ramlan tersenyum manis.   “Untuk si Mila...! Ketuaan dah tu l
Read more
Part 30. Heru Itu Bodoh
    "Begitulah ceritanya Mas Wisnu, Bang Heru menceraikan aku karena menyangka anak yang tengah ku kandung ini anaknya Mas Wisnu."   Dokter Wisnu yang mendengar penjelasan ku,  jelas kaget dan tidak menyangka aku  mendapat tuduhan sekeji itu.    "Heru itu benar-benar lelaki yang tidak punya hati dan perasaan. Tega sekali dia menuduhmu sekejam itu. Apakah ia tidak berfikir, betapa hancurnya hati seorang istri, bila anak yang dikandungnya dengan susah payah, bahkan sampai taruhan nyawa, tidak diakui keberadaannya. Sungguh terlalu." Setelah mengucapkan perkataan itu,  Dokter Wisnu menggeleng-geleng heran.   "Astagfirullahal adziim, tega benar suamimu itu,” sambung dokter Wisnu melanjutkan.   “Mantan suami,” ralat Sari cepat.   “Eh... iya! mantan suami
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status