Semua Bab Guardians of Shan: Bab 31 - Bab 40
198 Bab
Penyihir Hijau – 5
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵"Berdua?" Aku berbisik ketika mengekori Mariam keluar."Apa yang kaupikirkan?" balas Mariam. Dia entah kenapa tampak bingung ditanya. "Tidak aneh kalau mereka ingin berduaan untuk sementara."Aku paham kalau Idris dan Khidir lebih lama berteman sementara Mariam ibarat pendatang. Tapi, kenapa harus rahasia? Apa yang dibahas?"Kamu mau berkeliling?" tanya Mariam.Aku mengiakan."Terserah mau menjelajah sampai manapun," ujar Mariam sebelum pamit. "Tidak ada yang disembunyikan darimu." "Kamu mau ke mana?" tanyaku.Mariam berjalan, tanpa menoleh. "Makan."Kami pun berpisah.Saat itulah, pikiran malas melintas. Aku berniat ke kamar inap kami untuk berbaring.Kamar kami dipadu dengan warna biru pucat. Kasurnya luas dan empuk, bahkan ada nama Aibarab-nya di sana, Mariam. Mungkin aku akan punya kamar tersendiri nanti. Di dinding ada beberapa foto dipajang berupa gambar Mari
Baca selengkapnya
Penyihir Hijau – 6
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵"Begitu, ya."Zahra memandang rangkaian bunga yang menghias taman istana. Aku bertemu dengannya beberapa saat setelah ucapan Khidir tadi.Sebelumnya, aku tidak bisa mengomentari keputusan Khidir. Wajar saja kalau ia menolak, aku saja sudah dianggapnya sebagai sosok penting. Terasa aneh jika seorang raja yang tunduk pada "Putri" sepertiku. Tapi, aku pun tidak bisa menyela lagi.Mariam pun hanya diam, berbeda dari biasanya. Barangkali juga tidak punya ide sanggahan. Maka, ketiganya pun berpisah dan tersisa aku yang menatap mereka dengan melonggo.Demi mengusir rasa bosan, aku pergi mencari tempat bermain. Perpustakaan bukan tempatku karena aku sendiri tidak terbiasa membaca meski ingin sekali melahap satu buku yang lebih tebal dari sebuah kitab.Langkahku kian memelan akibat kaki yang mulai sakit. Rencanaku ingin duduk sejenak di lantai dan meluruskan kaki agar tidak kesemutan.Saat itul
Baca selengkapnya
Penyihir Hijau – 7
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Begitulah yang kulakukan seharian ini, mengikuti langkah Zahra demi mengusir rasa bosan. Meski masih penasaran dengan apa yang Mariam dan kedua temannya lakukan di sana.Sepertinya mereka terlalu sibuk sampai tidak mencari lagi. Atau tahu dan menyuruh Zahra menemaniku.Yang pasti, aku di sini sedang mengusir rasa bosan dengan bertingkah seperti anak kecil menunggu kepulangan orangtuanya."Zahra." Aku memanggilnya begitu karena dia memintanya. "Boleh bertanya soal penggalan puisi tadi?"Zahra balik bertanya. "Yang mana?"Aku pun memberitahu puisi tentang sosok yang akan bangkit tadi. Siapa tahu itu musuh yang telah lama disegel dan kemungkinan akan melawan.Entah kenapa firasatku mengatakan, ini adalah musuh akhir dari hikayat ini dan aku harus membantu mencegah setidaknya sedikit. Meski tidak tahu pasti kapan dan bagaimana.Mendengar penjelasanku, Zahra genggam tanganku. "Jangan dilepas!"Kami ber
Baca selengkapnya
Penyihir Hijau – 8
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Aku terbangun di sebuah kasur sambil diselimuti.Menghela napas, aku pun duduk.Terdengar bunyi orang berdecak.Ketika menoleh, aku sudah menebak."Mariam?"Dia mengurai rambut, sedang duduk di sisi kasur dan membelakangiku. "Bagaimana pengalamanmu di harem?""Seru!"Mariam menatapku, entah kenapa ekspresinya tampak aneh. "Kamu tahu harem itu apa?""Tempat istirahat?" tebakku.Mariam menatapku tajam, bibirnya bergetar seakan mencoba mengatakan sesuatu. Dia seolah bimbang hendak memberitahu atau tidak."Kamu kenapa?" tanyaku.Mariam mendengkus. "Sudahlah. Khidir terkejut melihatmu tertidur di sana. Kamu kira itu tempat untuk anak-anak?""Mereka tidak menegurku." Aku membela diri. "Memangnya ada apa? Kami cuma bermain dan makan.""Untung mereka tidak memberimu minuman beracun itu!" Terdengar gumaman Mariam."Racun?" Aku jelas heran. "Benarkah? Memangnya ada
Baca selengkapnya
Penyihir Hijau – 9
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Kapal yang dimaksud ternyata sudah tersedia di sisi pantai dan tampak siap berlayar. Meski tidak terlihat begitu megah, namun cukup luas di mataku."Idris, ingat dulu kita sering naik kapal ini?" tanya Khidir yang serta merta menaikinya.Idris terkekeh. "Tentu, hanya Kyara yang tampaknya tidak ingat."Aku tercengang. "Setua apa kapal ini?""Tidak terlalu tua," jawab Khidir. "Benar, 'kan, Mariam?""Kenapa menanyaiku? Kalian yang bermain," balas Mariam.Ketika masuk, tidak banyak barang yang bisa dilihat di sini. Hanya beberapa tong dan alat pembersih lantai. Tidak ada kru kapal. Tempat ini begitu kosong.Khidir melepas genggaman lalu berjalan menuju bagian depan kapal. "Ke Nedai!"Tepat ketika dia mengucapkan, kapal seketika berlayar. Terjadi guncangan kecil dan terdengar bunyi jangkar terangkat.Aku yang terkejut nyaris oleng kalau saja tidak dipegang Idris. Belum pernah aku naik kapal, tap
Baca selengkapnya
Penyihir Hijau – 10
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Ketika berjalan ke kamar, aku menemukan sebuah ruangan yang menarik. Rupanya ada ruangan lain dalam kapal. Berupa tempat disebut 'planetarium' yang dipenuhi beragam tanaman indah disertai bau segar. Tanpa disadari, aku malah berjalan ria mengelilingi tempat indah ini. Tanaman anggrek merambat di atasku, bunga mawar menyapa, bahkan tanaman yang tidak kukenal tidak mau kalah dan membuatku kian betah.Semakin yakin aku kalau kapal ini memang diperuntukan bagi ketiga pelindungku dan sudah layak menjadi tempat menongkrong mereka nanti di hari tua.Aku pun kembali mencari Khidir untuk menjelaskan soal planetarium itu. Tanpa sadar, hampir menyeretnya.Kutunjuk plantetarium itu."Kamu suka?" tanya Khidir yang berdiri membelakangiku. "Jangan sentuh semuanya, ya."Aku mengangguk. "Kamu dan Idris punya hobi yang sama.""Lebih tepatnya, aku yang menyuruh Idris merawat tanaman langka agar tidak lekas punah akib
Baca selengkapnya
Misteri Negeri Awan – 1
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵"Ah, sepertinya pertanyaanmu terlalu jauh," ujar Mariam."Oh, tidak, tidak," sanggah Khidir. "Biar kucoba jelaskan sesuai nalarnya.""Silakan." Mariam kembali menyantap sarapannya.Khidir menatapku. "Begini, Shan dibangun atas dasar ikatan kuat antara kami dan keluargamu dulu.""Maksudmu persahabatan?" tanyaku polos."Anggap saja begitu," jawab Khidir. "Alasan Shan akan dibangun kembali juga tidak begitu rumit dan setelahnya, kita akan hidup damai bersama selamanya.""Maksudmu kita akan membangun kembali Shan agar bisa bermain bersama lagi?" tanyaku.Tidak ada balasan darinya melainkan senyuman.Aku menggaruk rambutku yang hijau. "Terdengar seru. Baiklah."Kulihat Khidir tersenyum penuh kemenangan ke arah kedua temannya, reaksi mereka tampak antara tidak percaya dengan kebingungan.Tidak mau ambil pusing, aku kembali menyantap sarapanku.***Beberapa waktu berlalu, akhi
Baca selengkapnya
Misteri Negeri Awan – 2
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Setahuku sejauh ini, Shan adalah kerajaan yang berdiri di atas awan yang mana berarti sangat aneh jika runtuh tanpa menciptakan kehebohan di muka bumi. Tapi, aku belum bertanya lokasi pasti di mana Shan itu dan bagaimana kisah keruntuhannya.Lagi-lagi, pertanyaan muncul di saat yang tidak tepat.Ketika aku mencoba mencari jawaban dengan menyusuri perpustakaan istana, malah pusing sendiri melihat deretan buku  begitu banyak dan tebal melebihi apa yang biasa kubaca. Hal terakhir kubaca hanyalah beberapa lembar kertas atau sebaris dua baris kata, tidak sampai ratusan bahkan ribuan seperti ini.Bagaimana cara mencarinya?"Halo."Aku tersentak saat mendengar suara asing dari samping.Refleks menyentuh kalung, memastikan benda itu bersinar dan memancarkan kehangatan. Nyatanya, tidak terjadi perubahan.Di depanku berdiri sosok mungil tersenyum padaku. Berpenampilan androgini dengan rambut pendek, mata hita
Baca selengkapnya
Misteri Negeri Awan – 3
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵"Ratu Yamlica dipersilakan duduk di sini."Seorang pelayan berusaha menahan agar suaranya tidak gemetar.Aku dan Zahra duduk di ruang khusus yang bersebelahan dengan taman istana. Ruangan ini begitu luas layaknya lapangan, seperti tamut kami saat ini.Yamlica. Itulah namanya. Badan besar hampir memenuhi ruangan. Kami ibarat kelingking baginya. Rambut hitam Yamlica sepanjang pinggang dilengkapi sepasang tanduk mirip domba dengan sepasang mata biru. Dialah ibu kandung Zahra. Yamlica membuka mulut. Suaranya mampu menggetarkan seantero istana. Disertai jeritan batinku. "Hai!" sapa Yamlica dengan senyuman manis. Dengan badan sebesar itu, membuatku gentar meski dia sudah tampak berusaha ramah. "Oh, ini temanmu?""Dia putri Shan itu, Umi," jawab Zahra.Kami berdua duduk sebangku di meja sementara Yamlica duduk di depan tanpa kursi sama sekali. Bajunya yang dipenuhi warna dari hitam, kel
Baca selengkapnya
Misteri Negeri Awan – 4
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Sakhor mengangkat tangan. Secercah cahaya menyilaukan menyambut. Tampak istana yang dipenuhi batu hitam laksana dalam gua.Kulihat Mariam menyerang ke arahku. Menusuknya bertubi-tubi. Barulah aku ingat, ini kabut yang menghalangi jarak antara kami, dan Mariam berusaha menghancurkannya."Dia menyerang dengan percuma," ujar Sakhor. "Padahal, dia tinggal membunuh tubuh yang ini."Aku mengepalkan tangan, berniat menghajar. Namun, percuma saja. Aku tidak punya senjata dan tenagaku lemah. Dia memakai raga orang lain. Tentu saja aku tidak tega namun di sisi lain harus memusnahkan makhluk ini.Pandangan beralih di bawah. Raja Khidir tengah menyerang itu dengan dahan berlapis-lapis. Sementara Idris menyerang dalam wujud naga. Tampak jelas, mereka mencoba menembus kabut ini."Berhenti!" seru Sakhor. "Percuma saja!"Suara Sakhor menggema hingga keluar dari kabut itu. Kutatap wajah ketiga pelindungku. Mereka t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status