All Chapters of Demon King: Chapter 11 - Chapter 20
46 Chapters
King On The Line
Dada Devon bergemuruh. Terlalu banyak fakta baru membuat dia bimbang. Entah mana yang harus dia percaya."Saya adalah paman anda, Yang Mulia. Saya, Robertson Hadar," seringai pria itu.Robertson kemudian meraih telapak tangan Devon dan membelainya lembut. Devon menjadi sedikit risih dibuatnya."Bentuk fisik anda begitu sempurna. Kekuatan yang anda kuasai adalah mengendalikan gelombang elektromagnetik yang berlimpah dari dalam diri anda. Selain itu, anda juga dapat memunculkan gelombang listrik dari seluruh permukaan kulit," tutur Robertson sambil masih menggenggam kuat telapak Devon."Valishka, cenderung memiliki kekuatan pengendali pikiran," gumam Robertson. "Hanya itu kemampuan yang dia miliki.""Mari saya antar Yang Mulia menuju singgasana," ujar Valishka tiba-tiba, mengalihkan pembicaraan. Dia sepertinya tidak begitu suka dengan topik yang dibahas oleh Robertson.Devon mengangguk lalu membalikkan badan. Sementara Robertson menunduk penuh
Read more
Brotherhood of Eternity
Para Guardians makin terpojok. Laser-laser yang mereka tembakkan, tak satu pun yang mampu menembus pertahanan lawan. Sementara kendaraan berat itu makin merangsek masuk ke singgasana yang terbuka lebar. Dua orang Guardians roboh. Baju zirah mereka tak mampu menahan senjata jenis baru yang ditembakkan musuh. Senjata itu bahkan mampu melubangi besi pelindung yang terbuat dari titanium khusus. Mau tak mau, Devon maju. Meskipun dia belum mengenali dengan pasti musuhnya, namun dia tidak bisa berdiam diri melihat pengawal-pengawalnya berjatuhan. "Yang Mulia, saya bisa menangani ini," larang Valishka seraya mencekal lengan Devon. Warna bola matanya berangsur normal ke warna semula. "Bukannya kau berada di pihak mereka?" tuduh Devon sinis. "Sama sekali tidak, Yang Mulia! Saya hanya mempengaruhi pemikiran mereka agar menghentikan aksinya. Hanya itu kekuatan yang saya miliki," terang Valishka di antara desingan senjata. "Siapa mereka sebenarnya? Kenapa mereka s
Read more
Hatred
"Robertson, ayah kalian?" Devon mengulang pertanyaannya seakan tak percaya. "Dia adik dari Anka Hadar, ayahmu," sahut pria berambut cepak. "Dan kalian ingin membunuhku," sinis Devon."Kami terpaksa melakukannya! Kalau kami tidak membunuhmu, merekalah yang akan membunuh kami," tandas Troy."Siapa mereka?" Tanya Devon menuntut jawab."Mereka adalah kelompok paling misterius dari Dark Shadows. Ayahku, Robertson Hadar, menjadi salah satu anggotanya. Dia selalu cemburu pada ayahmu yang memiliki kekuatan paling besar di antara keturunan pemimpin bangsawan Hadar," jawab Troy setengah berbisik."Sshh, dia sedang dalam perjalanan kemari," potong Valishka.Kedua pria asing itu terkesiap, lalu saling memandang, kemudian mengangguk. Pria berambut cepak itu segera mengeluarkan talinya yang bersinar kemerahan. Dia melecutkan tali itu, hingga bergerak ke dinding singgasana yang terbuka, lalu menjuntai ke bawah . Troy menautkan lengannya
Read more
Sweet Temptation
Devon melepas segala atributnya, mulai dari blazer panjang hingga pedang Nebula yang selalu terselip di pinggang setelah dia gunakan tadi. "Mara!" Seru Devon. "Yang Mulia," jawab Mara, kecerdasan buatan yang berfungsi untuk membantu kenyamanan Devon di ruang istirahatnya. "Dimana aku harus menyimpan benda berhargaku ini?" Devon mengangkat pedangnya. Beberapa saat kemudian, sesuatu di bawah ranjang bergerak. Sebuah kotak besi muncul dari dalam lantai yang terbuka. Kotak besi yang mulanya kecil, kemudian bergerak memanjang sesuai ukuran pedang. Devon meletakkan pedangnya di situ dengan hati-hati. Kotak besi itu tertutup kembali dan bergerak masuk ke dalam lantai hingga lantai itu menutup sempurna. "Hanya anda yang mampu membuka dan menutup kotak besi melalui deteksi gelombang suara anda, Yang Mulia," jelas Mara. Devon menghembuskan napasnya lega, lalu berbaring di atas ranjang, bertelanjang dada. Sedari kecil, dia terbiasa tidur tanpa memakai ba
Read more
Greenwalds Fight Back
"Saya hanya tidak ingin generasi Greenwalds punah," isak Valishka. "Ayah berniat menghabisi Troy dan Virgo, karena telah gagal menjalankan misinya dalam menghilangkan nyawa anda," bebernya. "Virgo?" Ulang Devon. "Kakak tertua kami, pria berambut cepak yang memiliki tali Applegate di tangannya," jelas Valishka. "Lalu siapa nama saudaramu yang mati di dalam tank yang hancur itu?" Selidik Devon. "Dia, dia bukan saudara kami," Valishka menunduk, merapatkan peignoirnya yang terbuka di bagian dada. "Lalu, siapa dia?" Cecar Devon penuh rasa ingin tahu. Valishka mendongak. Pipinya terlihat basah oleh air mata. Bibirnya bergetar mengucapkan sesuatu dengan suara lirih. "Aku menunggu jawabanmu, Valishka!" Desak Devon tak sabar. "Di-dia hanyalah salah satu dari ratusan kloning ayah saya," jawab Valishka pada akhirnya. "Klon?" Devon yang masih bertelanjang dada, mendekati Valishka hingga gadis itu salah tingkah. "Ayah saya mengkloning dirinya sendiri. Beberapa hari yang lalu dia berhasil
Read more
Bad Intrigue
Devon mengamati satu persatu wajah-wajah tegang yang duduk mengitari meja oval. Mereka adalah perwakilan dari masing-masing kementerian dan ordo. Akan tetapi, wajah-wajah itu lebih banyak menunduk daripada beradu pandangan dengan sorot hijau tajam milik Devon."Apa kaisar sebelum aku tidak pernah mengadakan pertemuan semacam ini?" Tanya Devon penuh selidik.Tak ada yang berani menjawab. Semuanya membisu. Pada akhirnya, Valishka yang sedari awal berdiri di belakang Devon lah yang menyahut. "Kaisar Agung tidak pernah keluar dari singgasananya, Yang Mulia. Berbagai macam masalah kesehatan yang membatasi ruang gerak beliau.""Hah, aku tahu masalah kesehatan macam apa yang dia alami," Devon tertawa sinis. "Pantas saja bumi tidak pernah damai. Orang-orang yang bertugas menjaga perdamaian ternyata hanya makan gaji buta," sindirnya."Tuan Robertson Hadar yang mengatur semuanya, Yang Mulia. Mulai dari mengatur kebijakan yang berskala global, hingga memilih corak v
Read more
Special Man
Di sebuah distrik mewah di tengah kota Atlanta, Devon mengendalikan Orion, aerocar miliknya tepat mendarat di landasan yang terletak di atap rumah Ganymede Petrochinni. Diiringi ratusan drone tak kasat mata milik para Guardians yang mengikuti tiap gerak pria tampan yang baru saja genap berusia 25 tahun itu. Seorang wanita jelita bertubuh molek yang memiliki kulit seputih susu sudah siap menyambutnya di landasan. "Selamat datang, Yang Mulia," sambut gadis berparas cantik itu dengan kerling mata menggoda. "Terima kasih," balas Devon dengan senyum ramah. "Ayah saya sudah menunggu anda di ruang perjamuan," ujar gadis itu. Suaranya terdengar begitu lembut dan sensual. Jemarinya lentik menjabat tangan Devon dan sama sekali tak berusaha melepaskannya. Dia malah menarik lengan kekar Devon dan mengarahkannya menuruni tangga di ujung landasan. Pria bermata hijau itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan si gadis. "Siapa namamu?" Tanyanya basa-basi. "Antonella, Yang Mulia. Ant
Read more
The Man's Grudge
"Nama ayah saya Phaeton. Dia meninggal saat pelantikan. Kala seluruh cahaya ruangan utama padam, saya bisa mendengar suara ayah saya berteriak kesakitan. Saat itu, saya adalah salah seorang yang mendapat kehormatan untuk menyaksikan pelantikan anda secara langsung melalui meja perjamuan. Ketika lampu-lampu menyala, ayah saya sudah tergeletak dengan kulit berkerut, seakan bagian dalam tubuhnya terhisap oleh sesuatu hingga habis tak tersisa," tutur Ganymede. Devon membeku. Laki-laki di depannya ini ternyata berbahaya. Pesan dalam kertas yang diselipkan oleh perwakilan kementerian teknologi siang tadi rupanya benar adanya. Dia harus berhati-hati terhadap Ganymede. Bisa jadi pria di depannya ini berniat membalas dendam pada Devon atas kematian sang ayah.Setelah beberapa detik bergeming, Devon kembali memajukan badannya, meraih gelas anggur miliknya dan menyesapnya perlahan. "Apa anda marah pada saya, tuan Ganymede? Anda berniat membalas dendam?" Selidik Devon yang d
Read more
Strange Feeling
"Mari kita lupakan sejenak masalah dunia, Yang Mulia. Hidangan ini sudah terlalu lama menunggu," tawar Ganymede. "Putri saya gemar sekali memasak. Dia yang memasak berbagai macam masakan laut ini, anda harus mencobanya," lanjutnya.Beberapa pelayan maju dan membuka tutup hidangan mewah yang berlapis emas. Tampak berbagai menu menggugah selera, tersaji di depan mata Devon. Seutas senyum samar terbit di ujung bibir tipisnya. Ia merasakan betapa hidup ini ironis. Dulu, ia hanya bisa menyantap makanan sederhana bersama ibunya, namun hatinya tetap merasa hangat dan bahagia. Akan tetapi, kini segala kemewahan siap tersedia di depan mata. Sayangnya, hatinya telah berubah menjadi dingin dan kosong. Devon tidak memiliki hasrat apapun dalam hidup. Dia tak memiliki tujuan selain membalas dendam atas kematian ibunya. Seakan-akan, api dendamnya lah yang membuat dia kuat dan bertahan hingga detik ini."Ini menu favorit saya, Yang Mulia," tanpa permisi, Antonella menuangkan beberapa
Read more
Fall Into The Deeper
Antonella kemudian mengajak Devon untuk melanjutkan perjalanan mereka. Devon menurut saja. Ia berjalan dengan gagahnya di sebelah gadis dengan midi dress off shoulders berwarna biru langit. Dress yang telah membuat Antonella tampil sangat manis malam itu."Hei, dimana ibumu? Dari tadi aku tidak melihat penampakan seorang ibu sejak aku tiba di sini?" Tanya Devon dengan tiba-tiba dan membuat Antonella seketika menghentikan langkahnya."Ibuku sudah lama tiada. Waktu itu usiaku sekitar 16 tahun. Sudah sangat lama," terang Antonella. "Aku sangat dekat dengan ibuku. Kami seperti dua orang sahabat. Namun sayangnya beliau harus pergi dan membuatku merasa sangat kehilangan," tutur gadis itu tanpa raut sedih sedikitpun. Mungkin karena kesedihannya telah lama berlalu dan ia sudah dapat menerima kenyataan dengan ikhlas."Aku juga sudah kehilangan ibuku. Hubungan kami sangat dekat. Aku selalu menjaga dan melindunginya dari segala hal yang membahayakannya, namun itu tidak mam
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status