All Chapters of SIMBIOSIS: Chapter 51 - Chapter 60
94 Chapters
51. Hari pertama berpisah
Eva memandang keluar lewat jendela ruangannya. Ia tetap menjalani harinya seperti biasa walaupun hatinya benar-benar kacau. Ia memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tertarik. Sosok Andra terus singgah ke kepalanya sampai membuat fokusnya terbagi. Ia teringat kenangan saat bersama dengan pria itu. Pertemuan pertama mereka yang sangat berkesan buruk. Lalu hari pertama tinggal di apartemen. Tanpa sadar ia tersenyum begitu natural saat mengingat garis polisi yang membelah apartemen itu menjadi dua bagian. Ia masih ingat bagaimana luas wilayahnya, ia bahkan mendapat kasur yang nyaman. Berbeda dengan kondisi wilayah Andra yang jauh dari kata layak. Untuk pertama kalinya Eva menyadari sosok lain yang tersembunyi di dalam sifat cuek Andra. Sebenarnya pria itu benar-benar hangat dan selalu mengalah. Ia tidak pernah merasa terpaksa melakukan sesuatu untuk pria itu. Tidak, ia pernah merasa terpaksa.Ia merasa sangat terpaksa saat Andra memintanya untuk tidak melibatkan pera
Read more
52. Gila
Sepulang bekerja, Andra menyempatkan diri untuk datang ke rumah mertuanya. Entah sudah berapa lama, ia tidak mengunjungi rumah tersebut. Sebelum memasuki kawasan itu, Andra mengintip dari celah gerbang rumah tersebut. Ia memastikan terlebih dahulu kalau Eva tidak ada di sana. Jika ia bertemu dengan Eva sekarang, ia tidak bisa membicarakan semuanya secara baik-baik dan berakhir dengan pertengkaran. Setelah memastikan tidak ada Eva, ia langsung menekan bel rumah tersebut. Cukup lama, sampai ia harus menekan bel itu lebih dari 5 kali. Akhirnya ia mendengar suara pintu yang terbuka. Andra menarik napasnya dalam-dalam, ia bersiap untuk apa pun yang akan dikatakan oleh mertuanya tersebut. Seorang wanita keluar dengan senyum manisnya. Selama ini, memang hanya ibu mertuanya yang paling pengertian. Andra terus mengamati wanita yang sedang membuka gerbang rumah tersebut."Loh, Ada apa Andra? Cari Eva?" tanya Linda.Andra menggaruk tengkuknya dengan senyum kikuk. Ia menggeleng pe
Read more
53. Salah sambung
Eva merasa semua ini seperti mimpi. Kini ia berada di dalam ruangan kerjanya. Ia memilih berdiam diri di sana sampai rasa sakitnya mereda. Ia sama sekali tidak memberitahukan kedua orang tuanya. Satu-satunya orang yang ia hubungi hanyalah Ina. Ia meminta sahabatnya itu untuk meminjamkannya beberapa baju selama tinggal di sana. Ina langsung mengiyakan permintaan Eva tanpa menanyakan apa pun. Ia bersyukur memiliki sahabat yang pengertian seperti Ina. Mungkin karena wanita itu lebih dewasa dari Eva, jadi ia bisa mengerti situasi saat ini. Eva merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di dalam ruangan kerjanya tersebut. Semua ucapan Andra masih terngiang-ngiang di kepalanya. Harusnya ia sudah siap dengan hal itu, tapi entah mengapa ia malah melarikan diri seperti ini. Ia tersenyum kecil, lalu mengusap wajahnya dengan kasar."Cukup, Va! Lupain Andra!" kata Eva sambil mengepalkan kedua tangannya.Ia memang sudah bertekad untuk melupakan pria itu, tapi entah mengapa sangat sulit.
Read more
54. Tetap di sana
Andra menjambak rambutnya dengan frustasi. Ia sudah tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Padahal ia merasa pilihannya ini benar. Ia sudah memperingatkan Eva agar tidak melibatkan perasaan dalam hubungan ini. Tapi nampaknya wanita itu tidak setuju dengannya. Andra mengambil makanan ringan yang ada di meja, lalu melemparnya ke arah Erfan yang sedang sibuk dengan ponsel. Untuk pertama kalinya ia merasa iri dengan hidup sahabatnya itu. Erfan bisa hidup sesantai itu tanpa memikirkan sesuatu yang merepotkan seperti masalah percintaan. Jika ia bisa memilih hidup, rasanya ia ingin hidup seperti Erfan.Erfan yang merasa terganggu itu melempar kembali makanan ringan tepat ke wajah Andra. Ia sama sekali tidak memedulikan wajah Andra yang sudah berubah menjadi monster. Andra kembali melempar makanan ringan itu dengan kekuatan penuh. Tapi sialnya Erfan berhasil mengelak hingga bungkusan makanan ringan itu menabrak pintu. Erfan membulatkan mulutnya saat melihat bungkus makanan itu terb
Read more
55. Lupain aja
Eva memandang Andra yang masih bertengger di atas motornya. Walau wajah pria itu terlihat tidak setuju, tapi dia sama sekali tidak bergerak. Eva berdeham pelan, ia mencoba untuk berpikir tentang apa yang akan ia bicarakan saat ini. Sejujurnya, ia belum menyiapkan apa pun untuk pertemuan dadakan ini. Ia menoleh sekilas ke arah taman, Ina masih berada di sana sambil mengepalkan sebelah tangannya. Eva mendesis pelan, ia menyesali keputusannya tersebut. Andai waktu bisa diputar kembali, ia tidak akan datang hanya karena rasa kasihan. Akibat terlalu lama berdiri, akhirnya Eva merasa kedua kakinya sangat pegal. Ia menatap Andra yang nampak sangat nyaman duduk di atas motornya. Kalau seperti ini, ia yang merasa dirugikan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu menemukan sebuah kursi yang biasa digunakan untuk menunggu angkutan umum. Eva menunjuk ke arah kursi itu. Andra pun mengikuti arah jari wanita tersebut."Kita duduk di sana," kata Eva.Andra menaikkan sebelah alisnya. "B
Read more
56. Hari pertama move on
Berkat pertemuannya dengan Andra, Eva kembali pulang ke rumahnya. Kedua orang tuanya sangat cemas. Untung saja mereka belum menghubungi polisi atau melaporkannya sebagai orang hilang. Ia membawa semua pakaian yang diberikan oleh Ina. Sahabatnya itu sudah pergi sejak pertemuannya dengan Andra. Eva melempar tas yang berisi pakaian itu ke sembarang arah. Ia mengelus perutnya, ia gagal makan karena tanpa sengaja menghubungi Andra.Eva keluar dari kamarnya, lalu beranjak menuju meja makan. Ia langsung memakan apa pun yang ada di atas meja tersebut. Linda menghampirinya, lalu menepuk bahunya pelan. Eva yang semula fokus pada makanannya langsung menoleh ke belakang. Cengiran langsung menghiasi wajahnya. Ia meletakkan sendok yang ada di tangannya. Linda menarik salah satu kursi dan duduk di samping putrinya tersebut."Kamu ke mana saja, Va?" tanya Linda."Main, Bu," jawab Eva dengan cengirannya.Linda mencebikkan bibirnya. Ia mengusap puncak kepala putrinya terse
Read more
57. Sapu
Entah sudah berapa kali Eva mengelilingi pasar untuk mencari alat kebersihan. Salahnya yang menolak bantuan ibunya untuk mengantarnya berbelanja. Jadilah ia sendirian bingung mencari segala kebutuhannya. Eva bukanlah wanita yang biasa keluar masuk kawasan pasar, apalagi pasar tradisional yang jalannya masih agak berlumpur. Ia lebih suka berbelanja di supermarket atau mall besar. Tapi kali ini ia mencoba menantang dirinya untuk memasuki pasar tradisional. Ada satu hal yang ia sesali, mengapa ia memilih pasar yang dekat dengan tempat tinggal Andra? Eva mencoba untuk tetap berpikir positif, tidak mungkin pria itu memiliki waktu untuk pergi ke pasar. Selama tinggal bersama, yang dilakukan pria itu hanya di rumah. Selain itu, dia hanya makan di warung makan atau bakso pakde, tidak ada aktivitas lainnya. Eva tersenyum lega saat memikirkan itu. Ia kembali mengelilingi pasar dengan kepala yang menoleh ke kanan dan ke kiri."Oh di sini kayaknya ada," gumam Eva saat melihat perabotan r
Read more
58. Hadirnya orang baru
Setelah mengantar Andra dan Erfan, Eva segera bergegas untuk mencari tempat makan. Sebenarnya ia belum makan dari pagi karena menantang dirinya untuk berbelanja di pasar. Akhirnya sampai matahari sudah tepat berasa di atas kepala, perutnya masih belum terisi dengan apa pun. Ia mengamati setiap tempat yang ada di pinggir jalan. Beberapa kali ia melihat rumah makan, tapi entah mengapa ia sangat tidak tertarik untuk ke sana. Sampai saat ia melihat sebuah restoran yang menjadi tempat pertemuan pertamanya dengan Andra. Ia segera memasuki kawasan parkir restoran tersebut. Dari awal turun sampai memasuki restoran itu, ia benar-benar merasa tidak asing dengan keadaan ini. Waktu itu ia datang mengendarai mobil, walaupun mobil itu milik Ina. Eva melirik jam yang melingkar di tangannya. Rupanya sudah masuk waktu makan siang. Waktu itu juga ia datang tepat di waktu makan siang. Ia tersenyum lalu membuka pintu restoran tersebut.Eva menyapukan pandangannya ke segala arah, ia berusaha meng
Read more
59. Cincin pernikahan
Sedih, marah, dan gelisah. Kata-kata itu sangat cocok untuk menggambar perasaan Eva saat ini. Ia benar-benar tidak menyangka kalau pertemuan mereka saat itu malah berujung mempercepat perceraian seperti ini. Padahal ia yakin selama pertemuan itu, tidak melakukan kesalahan. Ia ingin menanyakannya pada Andra, tentang alasan sebenarnya mengapa pria itu ingin sekali berpisah dengannya. Tapi ia sudah tidak bisa main-main dengan pekerjaannya kalau tidak mau dipecat. Eva memijat pelipisnya, pusing sudah mulai menyerangnya. Tiba-tiba sebuah tangan ikut memijat pelipisnya dari belakang. Eva sama sekali tidak menepis tangan itu, karena cukup membantunya mereda pusing."Apa yang membuat Eva ini terlihat sangat pusing?" tanya Ina.Eva menoleh sekilas dengan senyumnya. "Kehabisan uang, Bunda."Ina langsung melebarkan kedua matanya saat Eva memanggilnya dengan sebutan bunda. Ia memukul bahu Eva cukup keras hingga membuat sahabatnya itu meringis. Eva membentuk jarinya membentu
Read more
60. Moodboster
Langit jingga perlahan mulai meredup, Eva masih tetap duduk di tempatnya. Ia memandangi kue berwarna kuning yang ada di mejanya. Andra yang memesankan kue itu padanya. Rupanya pria itu melihat Eva dan Robi kemarin. Katanya, Andra sudah memiliki alasan yang cukup untuk berpisah dengannya. Entah mengapa ia benar-benar merasa bersalah, padahal ia sama sekali tidak melakukan sesuatu yang aneh dengan Robi. Kemarin ia hanya makan kue pemberian pria itu.Eva menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menarik napas dalam berulang kali untuk meredakan rasa sakit di hatinya. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang berhenti di dekatnya. Eva mengangkat kepalanya, lalu ia melihat Robi dengan senyum lebarnya. Pria itu langsung menempati kursi kosong yang semula ditempati oleh Andra. Padahal Eva belum memberi izin untuknya. Ia meletakkan tisu di meja sambil tersenyum. Eva mengernyitkan dahinya, ia menatap Robi dengan bingung."Apa maksud kamu selama ini? Kenapa kamu dekatin saya?
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status