All Chapters of My Posessive Boyfriend [Indonesia]: Chapter 11 - Chapter 20
59 Chapters
9. Kiss the Rain.
Hujan sore itu seakan mengolok-olok Juna dalam jurang kesedihannya.  Juna merasa kesal, kenapa otaknya cukup mumpun untuk memahami situasi yang saat ini tengah terjadi. Tidak seperti teman sebayanya yang tidak tahu, apa itu mati.  Juna paham dengan betul apa itu meninggal dunia.  Banyak orang menangis, termasuk Tiffany dengan pakaian berkabungnya yang masih saja terlihat mewah dan berkelas.  Kendati demikian, Juna tak menangis. Dia masihlah bocah berusia lima tahun yang baru saja memulai masa-masa sekolahnya. Namun entah mengapa, semesta membuatnya mengerti dengan jelas semuanya.  Semesta seolah sengaja membuat Juna tak bisa melupakan kejadian ini selama sisa hidup yang tidak bisa dibilang sisa ... sebab Juna hanyalah anak yang
Read more
10. Sebuah Awal.
Satu Januari 2019 adalah sebuah awal yang selalu diusahakan untuk tak berakhir, awal dari sesuatu yang tak diharap-harap selesainya.  Dalam pertukaran pemikiran yang panjang lewat bibir mereka waktu itu, Tara pernah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menyerah apapun yang terjadi.  Entah padanya, atau, pada Juna.  Tara akan terus berjalan maju apapun yang terjadi. Sebab dia tahu; merubah seseorang bukanlah hal yang mudah.  Karena gadis itu paham; Juna dan dia adalah dua hal yang sama-sama memerlukan suatu kesembuhan ...  dan sembuh dari semua itu tiadalah semudah membalikkan telapak tangan.  Butuh masa-masa penyesuaian diri akan hal ya
Read more
11. Ungkap Cinta.
Waktu itu terasa aneh dan canggung, sebuah ikatan aneh yang mereka jalani tanpa perasaan.  Tapi semua itu telah berlalu dengan bekas yang nyata.  Sekarang, Renjuna dan Satara adalah mereka yang telah tumbuh. Menjadi lebih sedikit dewasa, sedikit demi sedikit berubah melalui hukum alam yang mutlak bernama; waktu.  Keputusan untuk saling mengubah diri, untuk berjalan dalam satu jalur, saling bersandar pada bahu yang sama-sama lelah telah membawa mereka sampai pada saat ini.  Saat benih-benih cinta mulai tumbuh, kepribadian pun ikut tumbuh. Tatkala fajar menyingsing atau tenggelam di ufuk barat, perlahan-lahan hati pun berubah. Tapi mereka masih belum tahu; bagian mana dari diri mereka yang mulai berubah.  Yan
Read more
12. Sampai Air Mata Mengering.
Para tetangga bilang, Jeno itu seharusnya jadi dokter atau setidaknya menjadi petugas negara. Sebab badan gagah dan wajah tampannya yang selalu menyilaukan serta memporak-porandakan hati para ibu-ibu sekaligus gadis-gadis di daerahnya—sangat tidak cocok dengan pekerjaan Jeno yang sekarang.  Coba tebak.  Jadi apa seorang Jeno setelah menyelesaikan kuliah S1 dengan Jurusan biologi? Ilmuwan muda? Guru SMA besar? Ataukah membuka tempat les? Namun tidak.  Jeno membuka toko distro di sebuah gedung mall. Lumayan lah, hasil menabungnya selama beberapa tahun bisa digunakan sebaik mungkin.  Setidaknya dia dan nenek bisa hidup. Itu saja.  Jeno tidak pernah muluk-muluk dalam segala hal. Dia terlampau sering ikhlas, terlalu akrab denga
Read more
13. Nikah Yuk!
Hari Minggu adalah hari bersejarah yang diperingati setiap enam hari sekali. Kenapa bersejarah? Sebab dari malam Minggu-lah anak-anak muda selalu memulai sebuah cinta. Alasan klasik. Malam Minggu adalah hari yang tepat untuk berkencan, lalu Minggu pagi diisi dengan liburan penuh cinta sembari mengkhayal hidup bahagia bersama teman kencan kemarin malam.  Sayangnya tidak bagi seorang Jeno.  Waktu dulu, setiap hari Minggu adalah waktu yang tepat buat tetap di rumah alias rebahan every day, bagi Jeno. Paling cuma membantu nenek Astuti mencabuti rumput liar dari sisi pohon cabai yang mereka tanam, saat sore hari.  Tapi sekarang, hari Minggu adalah waktu yang paling tepat untuk bekerja bagi ia. Sebab kalian tahu kan, kalau pusat perbelanjaan pastilah lebih ramai saat akhir Minggu.  Pagi-pagi sekali Jeno sudah selesai mengurus rumah. Mulai dari bersih-bersih, mencuci dan memasak yang tak
Read more
14. Maunya Jadi Batu Aja.
Menilik panjang, sejarah terlahirnya manusia yang memiliki sudut pandang beragam. Menurut ilmuwan, manusia pada zaman dahulu adalah seekor kera. Namun pada titik di mana kau memeluk sebuah agama, pandangan tentang dari mana asal manusia pasti telah berbeda. Pada titik akhir, semua orang memiliki pemikiran masing-masing. Lalu semua orang hidup dengan ketakutannya masing-masing.Seperti Satara yang masih takut melihat garis-garis zebra cross.Layaknya Juna yang takut Tara beralih kepada laki-laki lain.Atau mungkin pula seperti Jeno yang takut, tiba-tiba kehilangan sesuatu yang berharga tanpa sempat mengucapkan kalimat perpisahan.Satara, Renjuna maupun Jeno sendiri sudah melewati tahap satu untuk mengatasi ketakutan akan masa kelam: yakni ikhlas.Mereka sudah ikhlas. Tapi Tara dan Juna berhenti di sana. Dua-duanya berputar-putar dalam labirin penuh kegamangan. Lalu berhenti di tempat karena
Read more
15. Air Mata yang Sia-Sia.
Momen ini terasa dejavu berat bagi Tara. Bukan satu, atau dua kali. Namun sangat sering Juna seperti ini. Juna menarik ia keluar dari ruko Jeno, tak peduli mau sesusah apa Tara menyamai cara berjalannya yang terlampau cepat. "Jun ... sakit," rintih gadis itu, yang sama sekali tak digubris oleh laki-laki di depannya. Sampai di area parkir, mereka langsung saja menuju mobil hitam andalan Juna. Laki-laki itu membukakan pintu penumpang untuk Tara, setelah memastikan gadisnya masuk ke dalam, barulah ia berjalan setengah memutar lewat depan, duduk di kursi pengemudi. Hening lama yang mereka temui. Tatkala lagu Putus atau Terus milik Judika mengudara dengan volume paling kecil, Tara diam sambil memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie. Dia tak punya nyali untuk sekedar mengalihkan pandangannya dari luar jendela. Rintik-rintik air mulai turun, kecil-kecil dan tiba-tiba grasak seperti perasaan Juna sa
Read more
16. Seperti Biasa
[Kalau ada tanda: *** artinya kejadian itu terjadi dalam hari yang sama. Kalau ada tanda - oOo - artinya sudah berganti hari.]    ***   Seperti yang sudah berlalu, tak peduli sehebat apa mereka bertengkar. Selama apa mereka saling diam, dan betapa tajam tatapan mereka menghujam satu sama lain—mereka tetap kembali.    Tetap di sini, untuk saling memeluk. Untuk bertahan dan mencintai sebagaimana mesti.    Juna tak tahu apa yang dipikirkan oleh Tara, pun sebaliknya. Tapi setidaknya mereka sama-sama tahu, apa pun keadaannya, mereka saling mencintai.    Itu saja. Sudah cukup untuk membuat mereka tetap tidur dalam satu selimut yang sama malam ini.    Setelah drama air murahan yang mereka lakukan di bawah hujan, Juna dan Tara kembali masuk ke dalam mobil. Pergi, pulang.    Mereka kembali seperti biasa, Juna menghang
Read more
17. Rujak Cingur
Pukul satu siang, mereka kehabisan bahan seru-seruan. Bahkan sekarang Martin dan Dava tengah tertidur di atas sofa, berselimutkan sarung bekas sholat dhuhur.  Jeno dan Deva, si tidak banyak bicara namun kompetitif sekarang sedang berusaha saling mengalahkan.  "Yes! Lo kalah." Jeno mengangkat kepalan tangannya tinggi-tinggi, berbangga diri sebab telah mengalahkan Si kompetitif dari jurusan farmasi, Aldeva!  Deva mengeram kesal, dia membuang stick begitu saja. Lantas mengacak rambut sebab merasa gagal. Sekompetitif itulah Deva, sangat berbeda dengan Dava yang santai.  Jay dan Elendra sedang bergulat sengit melalui tatapan mata masing-masing, mereka sedang bermain catur secara sengit dan panas. Orang-orang selalu bertanya, kenapa pertandingan mereka tidak pernah selesai sejak masih kuliah?  Ini alasannya ...  "Gue bakal menang wahai
Read more
18. Semangkuk Sup dari Juna
Gadis dengan rambut yang sudah dicepol asal, wajah lesu, dan pikiran yang hampir saja meledak seandainya dia adalah mesin. Menjadi mahasiswi tahun ketiga tidak pernah mudah, praktik dan makalahnya sering ditolak. Tara jadi menyesal tidak giat belajar sejak lalu-lalu.  Dia membuang bungkus permen lewat celah jendela, dengan lagu ballad berbahasa Mandarin—yang Tara mau tidak mau suka, karena Juna juga suka—mengalun lembut di setiap inci mobil Juna.  Tara memperhatikan air embun di jendela mobil yang ia dan Juna kendarai saat ini, dalam hati ia bertanya-tanya: apakah sebab sekarang hujan, jadi embun datang, kalau iya, ia suka.  "Jun." Tara mengalihkan pandangannya pada Juna yang fokus menyetir.  Mereka baru saja pulang dari kafe, lebih tepatnya Juna menjemput Tara yang sedang berada di kafe. Gadis itu tengah mengerjakan tugas kelompok.  "Hm, kena
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status