Semua Bab Suddenly Married: Bab 21 - Bab 30
45 Bab
Hamil?
Setelah masuk ke dalam mobil Zidan. Sansan pun membuka topengnya. Namun, tiba-tiba Zidan menarik tangan Sansan. Ia membawa tangan istrinya itu ke bibir, lalu mengecupnya singkat.Adegan romantis beberapa detik yang lalu membuat pipi Sansan merona. Tumben sekali Zidan seperti itu padanya. "Jangan kepedean, saya cium tangan kamu, karena tadi ada bekas tangan mantan kamu. Saya tidak sudi ada bekasnya."Walaupun ucapan Zidan terdengar menyakitkan, tetapi tidak bagi Sansan, ia malah tersenyum, karena terbukti jika Zidan cemburu. Bukankah cemburu itu tanda ... sayang?Setelah itu, Zidan menancap gas, menjalankan mobilnya untuk pulang.Sansan tiba-tiba kepikiran tentang Alvian. Apakah dirinya terlalu jahat menyakiti hati pria itu? Namun, ini bukanlah sepenuhnya salah Sansan. Bukankah memang Alvian yang telah mengakhiri hubungan mereka? Walaupun alasan Alvian memutuskannya, agar Sansan tak pergi ke club lagi, tapi apa boleh buat? Di sana
Baca selengkapnya
Jawaban
Sansan dibuat panik, bagaimana tidak? Sedari tadi pikirannya kalut. Bagaimana jika ia benar-benar hamil? Apa tanggapan Zidan, yang mana ia saja belum pernah menyentuhnya. Walaupun Zidan pernah bermain dengannya yang sedang berperan sebagai Sansan di club.Dering telepon yang terdengar mengalihkan perhatian Sansan. Ia pun segera mengangkat telepon."Ha--halo?""Zid. Sebentar lagi saya pulang. Kamu bersiap-siap, kita akan ke dokter."Sansan langsung membisu. Jantungnya berdetak tak karuan, perasaan tak enak langsung menyelimutinya."Zid?" "Eh, i--iya, Pak. Baik, Pak. A--aku siap-siapa sekarang.""Oke."Sansan melempar HP-nya ke kasur. Apa yang harus ia lakukan sekarang?Sebenarnya Sansan bisa saja membeli tespack untuk mengecek apakah ia hamil atau tidak, tetapi dirinya saja tak diperbolehkan keluar kamar oleh Nuni dan Wanti, karena disuruh istirahat. Bagaimana caranya ia ke Minimarket?"Duh, gimana, nih," uca
Baca selengkapnya
Sebuah Perhatian
Walaupun Wanti dan Nuni sempat kecewa mendengar kabar Zidny yang ternyata tak hamil, tetapi mereka tetap mengkhawatirkan Zidny, karena terkena asam lambung. "Zid, kamu beneran udah nggak apa-apa, kan?" tanya Wanti. "Nggak pa-pa, kok, Ma." "Kamu istirahat dulu aja, Sayang. Zidan, bawa istri kamu ke kamar," suruh Wanti, diangguki Zidan. Zidan lalu membimbing istrinya itu menuju ke kamar. "Beneran udah nggak pa-pa? Minum obat dulu, ya," ucap Zidan. "Emangnya obat tadi jadi Pak Zidan ambil? Bukannya dikasih lagi ke dokternya?" tanya Sansan heran. "Rugi, Zid. Obatnya, kan, dibeli." Sansan memutar bola matanya. Sebenarnya Sansan takut meminum obat, daridulu ia selalu menghindarinya, maka dari itu Sansan jarang sakit. Walaupun demam, ia hanya memilih untuk istirahat saja dan minum air hangat. Setelah sampai kamar. Sansan duduk di ranjang, sedangkan Zidan mengambilkan air unt
Baca selengkapnya
Terbongkar
Mengingat tentang hal semalam Zidan jadi semakin penasaran apa yang terjadi dengan orang tua Zidny. Kenapa mereka tak hadir saat pernikahan putrinya? Ke mana mereka sekarang? Zidan pun berniat menanyakan tentang itu pada Nuni—di luar sepengetahuan istrinya. Pagi ini Zidan menyuruh Zidny untuk tetap beristirahat dulu saja di kamar, walaupun istrinya itu berkata sudah sembuh, tetapi Zidan tetap menyuruhnya tetap di kamar saja. Sebelum berangkat ke kantor, Zidan menghampiri Nuni terlebih dahulu. Ia berjalan ke kamar Nuni dan mengetuk pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka, menampakkan Nuni yang sepertinya baru selesai mandi. "Eh, Nak Zidan. Ada apa, Nak?" "Mama mana, Nek?" tanya Zidan. "Wanti ke warung, beli bahan masakan. Ada apa, Nak?" "Sebenarnya ada hal yang ingin Zidan tanyakan, Nek. Boleh bicara dengan Nenek sebentar?" tanya Zidan sopan. "Boleh, Nak. Kita bicara di mana?"
Baca selengkapnya
Pindah
Sansan tak menggubris. Ia masih diam tak berkutik, sampai seseorang di balik pintu itu masuk dengan kunci cadangan. "Nak ...." "Kenapa Nenek menceritakan semuanya?" tanya Zidny tanpa menatap muka Nuni. Ya, yang datang adalah Nuni, semua orang di rumah ini memang mempunyai kunci cadangan setiap kamar ataupun pintu depan. "Maaf, Nak, tapi ...." "Aku nggak mau dikasihani, Nek. Aku nggak mau ada orang yang tahu penderitaanku selama ini." Nuni pun mendekat ke arah Sansan. Ia duduk di tepi ranjang. Sansan yang melihat itu segera bangkit dan duduk bersandar di kepala ranjang. Namun, ia sama sekali tak menoleh ke arah Nuni, Sansan menatap ke luar jendela. "Zidan suami kamu, Nak." "Aku nggak peduli, Nek." Air mata Zidny pun meluncur. Ia mengusap matanya pelan. "Maaf, Nak ...." Nuni menunduk, ia jadi merasa bersalah. Sansan menatap ke arah Nuni. Oh, tidak! Apakah Nuni ... menan
Baca selengkapnya
Mulai Mencintai
Zidan terdiam saat melihat tamu yang datang adalah Reni—mantan kekasinya. Untuk apa wanita itu datang kemari? "Hai, Mas Zidan. Apa kabar?" sapa Reni. Namun, Zidan hanya diam saja. Reni tampak berbeda, tumben sekali wanita itu tidak memakai make up dan juga ia berkacamata. "Ada apa?" tanya Zidan tak ingin basa-basi. "Aku ke sini hanya mau pamit. Sekalian mau minta maaf sama kamu," ucap Reni lembut. Zidan tetap tak berkutik. "Maafin kesalahan yang pernah terjadi di antara kita, ya, Mas. Aku tau, aku udah nyakitin hati kamu. Ak--aku minta maaf." Reni lalu mendekati Zidan dan memegang kedua tangan pria itu sembari minta maaf. Zidan sempat terkejut saat wanita itu tiba-tiba menggenggam tangannya. "Aku akan pindah ke Bandung. Mungkin ... untuk selamanya. So, kita pasti nggak akan ketemu lagi, Mas," ucap Reni. Ia menghela napas sembari menundukkan kepala. "Ak--aku ... boleh minta satu permintaan sebelum pergi, nggak?" t
Baca selengkapnya
Tiket Liburan
Muka Sansan tiba-tiba merona, saat mengingat kejadian di kantor Zidan tadi. Ia tak menyangka jika Zidan menciumnya, apa suaminya itu tak mengerti keadaan, bahwa ia sedang marah. Sansan meletakkan tangan di dada kirinya. Detak jantung itu masih berdetak lebih cepat. Sansan jadi senyum-senyum sendiri jadinya. "Kamu kenapa, sih, Sayang? Dari tadi Mama perhatiin melamun, terus senyam-senyum." Sansan tersadar dari lamunannya dan menatap Wanti sebentar. "Ehm ... ngg--nggak ada, kok, Ma. Hehe." Wanti tersenyum singkat. Sansan merasa ibu mertuanya itu tengah menggodanya. Ah, Sansan jadi salah tingkah. "Mama ada sesuatu buat kamu." "Hah, eum ... apa, tuh, Ma?" Wanti lalu beranjak dari sofa dan mengambil sesuatu di dalam lemari. Setelah itu, Wanti kembali duduk di hadapan Sansan. "Nih." Wanti menyodorkan dua buah tiket ke arah Sansan yang membuat wanita itu mengerutkan kening heran. 
Baca selengkapnya
Mimpi Berujung Cinta
"Ingat, Zidan. Kamu harus jaga Zidny, jangan sampai dia telat makan. Kalau kamu mau pergi ke luar, harus bilang dulu sama dia. Jangan berkeliaran, jangan lupa beliin Mama dan Nenek oleh-oleh, oh, ya, yang paling penting, kamu harus buat Zidny bahagia di sana. Yang terakhir ... jaga kesehatan, jaga mata, jaga hati. Hm ... satu lagi, kamu harus kabarin Mama kalau udah sampai, jangan buat Mama khawatir. Terus pesan Mama, lama-lama aja di sana, nggak pa-pa. Udah itu saja." Zidan yang sedang mengikat tali sepatunya hanya diam, sembari menghela napas. "Udah kelar pidatonya, Ma?" "Zidan! Kamu harus dengar Mama." "Iya, Ma, iya." Sansan terkikik pelan. Ia pun mencium punggung tangan Nuni dan Wanti, bergantian. "Mama dan Nenek nggak usah khawatir, kami pasti jaga diri baik-baik," ucap Sansan sambil tersenyum. "Kalau ada apa-apa, langsung kabarin ya, Sayang." "Iya, Ma." Sansan menarik kopern
Baca selengkapnya
Pantai Padang
Sore di tanah Padang. Zidan dan Sansan memilih ke pantai, untuk bersantai. Pantai Air Manis termasuk pantai di Kota Padang yang meskipun tidak luput digerus ombak, masih terasa luas dan landai. Saking luasnya, mobil pengunjungpun bisa hilir mudik di pasirnya yang membentang lega, padat putih dan bersih. Tidak heran jika banyak pengunjung yang juga memanfaatkannya sebagai arena berolahraga seperti bermain bola dan lainnya. Anak-anak juga terasa nyaman bermain membuat istana pasir, membenamkan badan ke dalam pasir dan banyak lagi kegiatan yang mengasyikkan dapat dilakukan. Pantai Air Manis juga pantai yang masih rimbun oleh pohon kelapa. Sehingga, terlihat indah dan menciptakan area bersantai yang teduh selain pondok-pondok istirahat yang disediakan warga sekitar. Pantai Air Manis juga terkenal dengan legenda Malin Kundangnya. Legenda yang mengisahkan seorang anak durhaka yang berubah menjadi batu akibat kutukan ibu kandungnya.  Di s
Baca selengkapnya
Tersenyumlah
Pagi ini matahari tampak malu-malu menampakkan sinarnya. Rintik hujan seakan mengalun membuat dua pasangan suami istri yang sedang terlelap itu semakin nyaman berada di selimutnya. Setelah selesai salat subuh berdua, Sansan dan Zidan memilih untuk tidur kembali, karena hari hujan. Sansan memejamkan matanya, merasakan elusan tangan Zidan yang menari-nari di pipinya. Perlahan Sansan membuka matanya, menatap sosok Zidan yang berada di sampingnya. Suaminya itu tengah tersenyum manis. Sansan pun membalas senyumnya. "Mau sarapan di sini atau di luar?" tanya Zidan. "Di sini aja, kan, masih hujan." "Oke." Zidan lalu menyingkapkan selimutnya. Menatap ke arah balkon, hujan masih deras. "Ya udah, aku mandi dulu." Zidan turun dari ranjang, lalu segera masuk ke kamar mandi. Sansan mengerutkan keningnya, tadi subuh mereka bukannya sudah mandi? Ah, ternyata Zidan memiliki hobi mandi. Apa ia tak dingin? Apala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status