Semua Bab Adiptara Family's: Bab 11 - Bab 20
43 Bab
CHAPTER 11 Pria Berhoodie
 20 : 12 pm            Malam terlihat pekat dan gelap, udara seolah membawa angin suram yang panas mencekam. Menyisakan debu-debu berhamburan menyisir sekitar area jalan kota yang dipadati sekawanan mobil kaum fana. Diantara kesibukan kota yang pelik, sesuatu yang besar tengah terjadi di tempat yang gelap dan sunyi. Menyisakan kebisuan yang kejam pada seseorang yang telah tergeletak kaku, diantara timbunan sampah dan dus bekas.      Wajah penuh darah dan mata membeliak dengan sorot mati. Seseorang diantaranya menyorot dengan datar--lurus pada si mayat kaku yang beberapa waktu lalu ia tarik nafas kehidupannya. Lantas, perasaan yang paling dia rindukan menyeruak dengan nikmat merasuki jiwa raganya. Ia menyukai aroma darah segar yang mengalir, ia menyukai bagaimana orang-orang memelas padanya meminta kesempatan hidup, da
Baca selengkapnya
CHAPTER 12 Menghadapi Maut
       Rain menatap keluar jendela berjeruji dengan pandangan lurus. Tatapan dingin miliknya kian dingin pun datar, menambah kebisuan merebak di dalam ruangannya. Senja menyorot wajah rupawannya dengan luar biasa melalui kaca jendela transparan, cahaya kekuningan menyapu rupa itu dengan gradasi yang memukau.       Gelap terangnya berada di titik yang pas membuat visualnya kian indah. Dan tidak ada yang bisa mengubah hal tersebut. Perpaduan senja dan dirinya menyatu dengan kuat, seakan apapun tidak dapat memisahkan. Kendati demikian, dia merupakan bagian dari istilah 'burung dalam sangkar emas'. Dan Rain sangat mengutuk istilah tersebut.        Meski tubuhnya sedikit kurus sebab terlalu jarang makan, tetapi itu tidak dapat mengubah hal mutlaknya sebagai sosok yang menawan. Tangannya terulur meraih sebuah buku tidak jauh dari temp
Baca selengkapnya
CHAPTER 13 Penyesalan Tidak Pernah Berbohong
         "Hoi! Siapa di sana?"          Salah seorang penjaga berteriak, berjalan mendekat dia menemukan seorang wanita bertubuh mungil; sedang mencoba masuk ke dalam kamar pasien paling berbahaya di RSJ tersebut. Temannya yang baru saja datang menyusul, lantas berjalan mendekat kepada Si Pria berambut cepak berbadan kekar yang beberapa saat lalu berteriak, kemudian ikut menatap pada sosok anak Smp di sebelahnya.          Kedua penjaga itu baru saja datang setelah pergantian shift, kurang dari satu menit lalu. Dan ketika sampai di depan kamar Rain, mereka sudah mendapati Si Wanita berbadan Smp, berniat membuka pintu besi di depannya. Bagaimana bisa dia sampai di sini? Sedangkan tepat di depan lorong begitu banyak pria kawanan hitam berjaga. Selain itu, dia masih harus melalui mereka sebelum sampai kemari? Pikir mereka.  &nb
Baca selengkapnya
CHAPTER 14 Terbunuh atau Diculik
      Aura gelap yang suram menguar dengan hebat saat Rayland memasuki ruang utama mansion Adiptara. Rautnya yang tegas semakin mengerikan saat rahang kokohnya menegang, sebab menahan gejolak amarah yang sudah diambang batasnya. Lantas Antonio di belakangnya berjalan dengan cepat mengikuti langkah Rayland yang tidak kalah cepat. Pria itu sangat marah. Dia marah kepada semua orang di mansion itu terlebih kepada Rendi, adiknya.      Dan ketika Rayland yang telah selimuti kabut amarah, menemukan sosok Rendi yang baru saja bangkit dari posisi duduknya di sofa; mencoba menyambut kedatangan Rayland dengan raut bersalah, kemudian segera ditonjok tepat di rahang.      Rendi yang tidak siap langsung saja terjungkal, terduduk kembali di sofa sembari tangannya memegangi wajah bagian rahangnya yang baru saja di hadiahi bogem mentah. Tetapi pemuda itu tidak melakukan perlawanan, sebab ta
Baca selengkapnya
CHAPTER 15 Harapan
      "Anya, turun sekarang!"       Rain bersedekap tangan sekaligus berdecak kesal di tempatnya berdiri. Maniknya yang serupa pekat malam tanpa bintang menyorot dengan datar pun dibubuhi aura dingin, yang seolah tiada habisnya pada seorang gadis berpenampilan mengerikan bagai manusia purba; sedang berusaha memanjat pohon mangga yang tumbuh liar di dalam hutan.     Rain tidak mengada-ngada saat memikirkan sosok Anya yang kian hari semakin mirip kawanan monyet; rambut acak-acakan, baju kedodoran miliknya yang sudah bolong sana-sini, kulit pucat yang dipenuhi bercak tanah, dan jangan lupakan bau menyengat keluar dari tubuhnya.      Rain harus menahan diri saat berada di dekat gadis itu agar tidak muntah saking baunya.      Pria itu tidak habis pikir, sebab dia memiliki rumah yang meski berada di tengah hutan
Baca selengkapnya
CHAPTER 16 Malapetaka yang Sesungguhnya
          Blood Rain berjalan mendekat, tangan kirinya memegang sebelah kaki Anya yang sedang ter-telungkup di lantai, semakin ditarik dengan kuat agar ia bisa menjangkau gadis itu. Anya sudah menjerit ditempat, wajahnya basah karena dipenuhi sisa air mata. Dia tidak tahan sebab benar-benar merasa sakit. Dalam sekali tarikan kuatnya, Blood Rain berhasil membuat Anya berdiri dari posisi sebelumnya. Pria itu menjadi semakin kuat. Sebelah tangannya yang memegang pisau dia arahkan tepat ke tengah leher pucat milik Anya yang hanya bisa menangis.    Pria mengerikan itu sontak tertawa jahat diselingi desiran remeh kepada Anya yang tidak bisa melakukan apa-apa. Rasanya dia tidak puas. Dijambaknya rambut panjang gadis itu agar mendongak, lantas memposisikan pisaunya dengan tepat; posisi yang akan membunuh Anya hanya dalam sekali sayat. Tubuh gadis malang itu kian gemetar. Dia ter
Baca selengkapnya
CHAPTER 17 Pelarian?
            Anya menatap ke arah hutan rimbun di depan sana. Suasana sejuk udara pagi menyambutnya sejak beberapa menit yang lalu, saat ia terbangun begitu cepat dan berakhir duduk di teras luar berlantai kayu rumah ini. Kegiatan tersebut sudah berlangsung selama tiga hari terakhir sejak kejadian mengerikan itu terjadi.        Kejadian yang nyaris saja membuatnya mati juga hampir hanya menyisakan nama. Bukan saja nyaris mati, kejadian aneh yang dia alami saat melukai Rain ketika peristiwa itu terjadi, juga menjadi hal besar yang menggangu pikirannya. Dia sudah berusaha mencari jawaban melalui sepenggal ingatan yang kadang terlintas. Tapi nihil. Anya masih tidak bisa mengingat dengan jelas.       Anya jadi teringat, Rain adalah orang pertama yang dia lihat saat membuka mata dan Rain pula lah, yang hampir saja ia lempar menggunakan vas bunga di dala
Baca selengkapnya
CHAPTER 18 Kesalahan
       Tidak ada yang pernah mengira dan menduga akan seperti apa masa depan di waktu mendatang. Hidup adalah misteri dengan segala kemistisannya. Tidak akan ada yang pernah tahu; entah hari ini, esok, atau bahkan lusa--seseorang, akankah masih hidup atau justru telah mati. Akan ada suatu masa, dimana suasana kelam yang nyata menyeruak datang menghampiri siapa saja. Kekelaman tanpa batas yang akan membawa rasa putus asa, tiada dua. Dan memaksa sebuah jiwa beraga memilih mengakhiri hidup. Tetapi, di saat-saat seperti itulah seseorang membutuhkan orang lain untuk membantunya; bangkit, berdiri, dan bertahan.       Anya tidak terkecuali.      Hidup menderita sejak kecil bukanlah hal mudah, orang tua yang egois memaksanya harus bertahan diantara keributan memuakkan orang dewasa. Hidup di panti, tidak lantas membuatnya membaik. Dia harus b
Baca selengkapnya
CHAPTER 19 Korban?
        "Rain? Kamu dengar apa yang kukatakan?"         Pria itu jelas mendengar, tetapi dia memilih bisu. Manik indahnya memejam dengan rapat pun bibirnya tertutup. Dia tidak peduli dengan apapun sekarang, termasuk meladeni sosok pria bertubuh tegap yang beberapa senti lebih pendek darinya--sedang berdiri di samping tempatnya duduk--di depan teras kolam ikan.       Menghela nafas panjang yang terdengar sedikit kesal dan putus asa, pria berbaju formal tersebut lantas memegangi pundak Rain yang masih duduk mengabaikan keberadaannya di rumah hutan itu, selama beberapa hari belakangan setelah Anya pergi.          Dia tentu tahu mengapa Rain marah kepadanya. Sebab dia lah yang meminta Rain meninggalkan tempat itu sebelum berhasil menangkap Anya dan kembali membawanya pulang. Si Pria berbaju formal jelas tidak akan menggangu kes
Baca selengkapnya
CHAPTER 20 Invasi Aura
  Beberapa jam sebelum Tuti tewas....         Atmosfir ruangan terasa berat. Aura-aura berganti dan saling membaur di dalamnya. Namun aura pekat milik Rayland Pram Adiptara jauh lebih mendominasi, mengenyahkan aura lain milik Ramlan, Ryan, juga Tania. Ini bukan kali pertama terjadi. Aura Rayland yang suram terkadang menginvasi aura lain hingga membuat pria itu tampak unggul--di mana pun dan kapan pun--saat dia menghendakinya. Tidak menutup kemungkinan, jika hal inilah yang membuat Rayland selalu tampak mengintimidasi, mengendalikan berbagai macam situasi, karena auranya.        Tidak ada yang tahu, bahwa sejatinya sosok Rayland juga mampu melihat warna aura seseorang. Pria itu terlalu misterius, gerak-geriknya nampak pasif sehingga tidak ada yang tahu pasti apa yang tengah dipikir
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status