Semua Bab Taruhan Cinta CEO: Bab 41 - Bab 50
207 Bab
Bab 41. Demi Cinta Istri
Perubahan sikap Aldin tidak dipercaya begitu saja oleh Sisil, bahkan sang bunda pun tidak mempercayai anaknya itu. Bagaimana bisa dia berubah dalam waktu sehari tanpa ada alasan yang membuat semua orang percaya kalau dia sudah menyadari kekeliruannya. “Kita mau langsung ke pasar, Bun?” tanya Aldin saat mereka sudah berada di dalam mobil dan Aldin siap mengantar kedua wanitanya. “Bunda sama Sisil mau ke salon,” jawab Bunda Anin sembari menahan senyum. Dari dulu anak laki-lakinya itu tidak pernah mau mengantarnya ke salon. Ia takut ditertawakan oleh temannya jika mengantar sang bunda ke tempat perawatan kecantikan itu. “Ke salon?” Aldin menoleh ke belakang di mana ada dua wanita cantik yang dia sayangi. “Tadi kata Sisil mau ke pasar,” lanjutnya sembari melirik istrinya. “Nggak jadi,” jawab Bunda Anin. “Besok pagi aja ke pasarnya. Kalau p
Baca selengkapnya
Bab 42. Menunggu
Kedua wanita cantik itu keluar dari mobil bersama-sama. Menantu dan mertua yang sama-sama cantik. Wanita berharga dalam hidup Aldin.Aldin mengekori istri dan bundanya yang berjalan lebih dulu. Ia berjalan sembari melihat ke kiri dan ke kanan khawatir ada orang yang mengenalinya."Al, kamu tunggu di mobil aja!" titah sang bunda kepada putranya. Ia tahu kalau Aldin sebenarnya merasa malu mengantar ke tempat perawatan kecantikan. 'Apa kamu benar-benar udah berubah, Nak, hingga kamu mengesampingkan rasa malu kamu?' Bunda Anin bertanya-tanya dalam hatinya."Nggak apa-apa, Bun, aku ikut ke dalam aja. Lagian aku juga lagi nggak ada kerjaan," sahut Aldin sembari tersenyum.Laki-laki dengan tubuh tegap, rahang tegas, alis tebal dan tatapan yang dingin, berjalan mengekori kedua bidadarinya masuk ke tempat perawatan kecantikan.Aldin menunggu istri dan bundanya di ruang tunggu salon kecantikan itu. Satu jam sudah ia berada di sana, tapi istri dan bundanya be
Baca selengkapnya
Bab 43. Aldinku Yang Dulu
Sisil membelalakkan mata mendengar perkataan Aldin. Ia yakin pasti suaminya merasa malu bertemu dengan pegawainya di tempat perawatan kecantikan. Wanita mungil itu semakin merasa bersalah terhadap laki-laki yang baru beberapa hari menjadi istrinya. Sudah membuatnya menunggu hingga berjam-jam lamanya ditambah dengan pertemuannya dengan pegawai perusahaan yang dia pimpin. “Al, maafin Bunda ya, Nak. Kamu pasti bete ya nungguin kita perawatan apalagi tadi ketemu dengan pegawai kamu, apa itu nggak akan merusak citramu, Sayang?” tanya sang bunda pada putra kesayangannya. Bunda Anin hanya ingin menguji anaknya, apa putra kesayangannya itu sudah berubah atau belum, ia hanya ingin memberikan sedikit pelajaran kepada Aldin. Namun, setelah melihat sang anak melakukannya dengan tulus, ia jadi merasa bersalah. “Nggak apa-apa, Bun,” balas Aldin sembari tersenyum, walaupun sang bunda bisa melihat atau nggak seny
Baca selengkapnya
Bab 44. Susu Untuk Suamiku
Seseorang yang berdiri dibalik pintu adalah Nyonya rumah itu sendiri. Sisilia Sandra yang sudah dua minggu menjadi menantu keluarga Pradipta. “Ternyata dia sangat tersiksa, tapi kenapa dia nggak bilang aja? Apa dia berpura-pura baik hanya untuk tujuan tertentu? Atau dia benar-benar ingin memulai kembali hubungan ini?” Sisil bertanya-tanya dalam hatinya. “Ya Tuhan, kenapa aku selalu berburuk sangka pada suamiku sendiri?’ batin Sisil sembari memandang sang suami yang sedang dipijat oleh pelayan setianya. “Pak, nanti jangan bilang kalau aku habis diurut ya,” pinta Aldin kepada Pak Karsa yang sedang memijat kakinya. “Nyonya muda sering sakit kalau kelelahan dan banyak pikiran.” “Siap, Tuan Muda,” jawab Pak Karsa dengan sopan. Sisil merasa terharu mendengar ucapan suaminya. ‘Dia benar-benar Aldinku. Laki-laki yang aku cintai telah kembali,&
Baca selengkapnya
Bab 45. Menutup Luka Hati
“Ngapain ke kamar?” Sisil menepis tangan Aldin. Walaupun sudah memaafkan suaminya, tapi ia belum siap untuk melakukan hubungan suami istri. Entah apa yang masih mengganjal pikirannya, Sisil masihi ragu melakukan itu semua. ‘Ya Tuhan aku tahu menolak suamiku itu dosa, tapi aku nggak bisa melakukannya dengan paksaan,’ gumam Sisil dalam hati.Aldin sadar, mungkin sang istri belum sepenuhnya memaafkan segala kesalahan yang pernah ia lakukan, tapi laki-laki tampan dengan brewok tipis di pipi bagian bawahnya akan berusaha memaklumi perlakuan istrinya karena semua itu akibat ulahnya sendiri.Hal terpenting baginya adalah wanita mungil itu tidak lagi menginginkan perpisahan. Selanjutnya ia akan fokus untuk mengobati luka di hati sang istri.“Aku mau mandi, Sayang. Masa aku harus mandi di kolam renang.” Aldin kembali menggenggam kedua tangan istrinya.Laki-laki yang mempunyai senyuman yang menawan itu menatap lekat m
Baca selengkapnya
Bab 46. Jangan Berhenti
Aldin mengangkat istri mungilnya  seperti sedang mengangkat karung beras. Laki-laki dengan wajah rupawan itu terus saja berjalan walau sang istri terus meronta di atas bahunya. “Al, turunin aku!” Sisil memukuli punggung suaminya supaya laki-laki itu menurunkannya. “Lebih keras lagi, Sayang!” ucap Aldin sembari tertawa geli. “Al, kepalaku pusing.” Sisil terpaksa berbohong supaya Aldin menurunkannya. Mendengar keluhan Sisil, Aldin menurunkan istrinya, tapi bukan menurunkannya ke lantai melainkan hanya berpindah posisi. Kini Sisil berhadapan dengan sang suami, ia melingkarkan kakinya di pinggang laki-laki dengan tubuh yang berotot itu supaya tidak terjatuh. Aldin tiba-tiba mengecup bibir istrinya sembari berjalan menuju kamar, ia tidak peduli walaupun pelayan di rumahnya melihat adegan mesra itu. “Al!” Sisil m
Baca selengkapnya
Bab 47. Buka Segel ( khusus 21+)
Kini tubuh polos Sisil berada dalam kungkungan suaminya. Aldin kembali melumat bibir istrinya dengan rakus, lalu menyusuri leher jenjang sang istri dan meninggalkan jejak kepemilikan di leher Sisil yang putih mulus itu. Laki-laki yang mempunyai senyuman menawan itu sengaja memberikan stempel kepemilikan di tempat yang terlihat supaya atasan sang istri yang merupakan sepupunya sendiri melihat tanda itu. ‘Dia milik gue, Lang. Selamanya akan menjadi milik Aldin Putra Pradipta,’ batin Aldin yang masih saja memikirkan hal itu di malam pertama, tepatnya siang pertama karena mereka melakukannya sebelum malam. Sementara Sisil memejamkan mata menikmati sentuhan bibir sang suami yang sibuk menciumi tubuhnya. Ia menggigit bibir bawah ketika Aldin menyesapi puncak bukit miliknya. “Aaa ….” Sisil menggelinjangkan tubuhnya saat Aldin membenamkan wajah di antara kedua pahanya. Aldin menyesapi daerah terlar
Baca selengkapnya
Bab 48. Kurang Ajar
“Aku mandi duluan ya.” Sisil turun dari tempat tidur, tapi baru satu langkah ia melangkahkan kakinya sudah terjatuh karena tidak bisa menopang tubuh kecilnya. “Astaga! Kenapa kakiku lemas banget.” “Sil!” Aldin segera turun dan menghampiri istrinya. Ia duduk bersimpuh di depan wanita cantik yang sedang meringis menahan sakit di daerah terlarangnya. “Kamu kenapa?” “Kakiku lemas banget,” ucapnya. “Aku mau ke kamar mandi.” Sisil merasa heran kenapa tiba-tiba kakinya tidak mempunyai tenaga sama sekali, padahal tubuhnya merasa baik-baik saja, tidak ada keluhan apa pun. “Biar aku gendong.” Aldin bangun, lalu menggendong istrinya masuk ke dalam kamar mandi dan menaruhnya di bathup.   Ketika Aldin hendak membantu membersihkan tubuh mungil itu, Sisil menepisnya. “Aku bisa sendiri, Al. Kamu mandi
Baca selengkapnya
Bab 49. Drakula Penghisap Darah
“Aargh …!” Bara dan Gara langsung turun dari tempat tidur, berlari keluar kamar sambil berteriak. Ada Drakula Penghisap darah!” Kedua anak kembar itu lari ketakutan saat mendengar sang tante digigit drakula. Mereka pikir di rumah tantenya benar-benar ada drakula. “Nenek, ayo kita pulang!” Bara dan Gara menarik tangan sang nenek yang sedang duduk di ruang tamu. “Di sini ada drakula,” ucap Bara pada neneknya. “Drakula?” Alis Bunda Anin bertaut, merasa bingung dengan ucapan kedua cucunya. “Maksud kalian apa? Nenek nggak ngerti,” ucapnya. Lalu menyuruh Bara dan Gara untuk duduk di sampingnya. “Ada apa, Nyonya? Kenapa Tuan kecil berteriak?” tanya Bi Neni, pelayan di rumah Aldin dan Sisil. “Sepertinya mereka habis nonton film horor! Tolong ambilkan air, Bi!” Bunda Anin mengira kedua cucunya
Baca selengkapnya
Bab 50. Stempel Kepemilikan
Bunda Anin duduk di tepian tempat tidur, di samping menantunya."Sayang, apa kedatangan Bunda mengganggu kalian?" tanya Bunda Anin sembari tersenyum. Wanita paruh baya itu merasa bahagia melihat anak dan menantunya kembali rukun. Ia berharap tidak ada lagi kesalahpahaman di antara mereka berdua."Nggak kok, Bun. Aku senang bunda ke sini," balas Sisil dengan cepat. Wanita mungil yang baru saja melepas keperawanannya itu tidak merasa terganggu dengan kedatangan mertuanya, tapi ia hanya merasa malu. "Bunda harap kalian bahagia selamanya." Bunda Anin mencium kening menantunya dengan penuh cinta. "Bunda keluar dulu ya," ucapnya sembari membelai lembut pipi sang menantu."Iya, Bun." Sisil tersenyum sebelum sang bunda keluar dari kamarnya.  Setelah mertuanya keluar dari kamar, Sisil turun dari tempat tidur, ia berjalan sangat hati-hati karena daerah terlarangnya masih terasa perih."Kenapa serasa ada yang mengg
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
21
DMCA.com Protection Status