Semua Bab The Secret Admire's Love: Bab 11 - Bab 20
60 Bab
Ivan
Aku masih duduk di ruang tunggu tepat di depan ruang ICU, ruang dimana Ivan sedang mendapat penanganan serius. Roy, salah satu kaki kananku yang membawa Ivan ke rumah sakit ini, duduk di sampingku dan melaporkan kondisi Ivan saat ditemukan dan dibawa ke rumah sakit. Ivan mengalami 2 luka tusukan di bagian perut, kaki kanan patah, pelipis sobek, dan sedikit pendarahan di hidung. Kuremas kesal botol air mineral yang ada dalam genggaman tanganku, mendengar laporan dari Roy.  Dasar bajingan-bajingan tak berguna! Umpatku kesal. Untung aku memilih melewati jalan yang merupakan tembusan dari jalan pintas itu, lokasi penganiayaanku dulu. Kalau tidak, entah apa yang terjadi dengan Ivan. Melihat kondisinya dari jauh saat aku masih berada di dalam mobil, Ivan sudah terlihat kepayahan. Kulirik jam tanganku, jam 9. Aku beranjak berdiri dan  melambaikan tanganku ke Andrew, yang baru saja datang, meminta ia untuk datang mendekat.  "Erick, cari tahu identitas
Baca selengkapnya
Target
Aku berjalan mengikuti Erick yang berjalan di depanku, sedangkan Andrew dan Roy mengiringiku dari belakang. Menggunakan lift, aku turun ke lantai 1, ingin mengetahui kondisi terakhir para preman-preman itu. Aku melihat satu ruangan yang dijaga orang-orangku. Bukan karena mereka termasuk orang-orang penting tapi lebih karena mereka adalah saksi kunci yang aku perlukan untuk menyelidiki jaringan mereka berhulu kemana. Terutama yang memiliki tato pegasus di punggungnya.  Keberadaannya sungguh menarik perhatianku. Orangtuanya dulu sangat dekat dengan mendiang ayah, setahuku,  mereka termasuk salah satu keluarga terpandang yang sangat terkenal dengan gaya hidup mereka yang glamour. Tapi itu seingatku. Hal yang sebenarnya, aku tidak tahu.   Aku melangkahkan kakiku memasuki ruangan tempat mereka dirawat. Ada yang sedang tidur, yang tiduran dan ada juga yang sadar. Yang terakhir ini, adalah ketuanya. Ia yang memberi aba-aba untuk memukuli, menenda
Baca selengkapnya
Target 2
Aku menghempaskan diriku di kursi penumpang,  setelah Erick berhasil meminta bantuan polisi untuk menghadang mobil penculik Hira. Beni mengikuti petunjuk Erick untuk mengantarkanku ke kantor polisi tersebut.  Kuhela nafas panjang. Pikiranku sungguh kacau. Memikirkan Ivan yang masih terbaring koma di rumah sakit, dan kini Hira menjadi korban penculikan. Aku tak habis pikir. Semua ini terjadi saat aku kebetulan berada di sekitar tempat kejadian. Andai aku tidak berada di sana, apa yang terjadi pada Ivan dan Hira?  Aku kemudian mengirim pesan kepada Erick untuk menelpon keluarga Hira tentang kejadian ini. Aku sudah berjanji pada ibu, tidak akan menunjukkan keberadaanku pada orang-orang di lingkunganku  yang lalu. Aku telah berjanji kepada ibu, untuk menghilang sementara waktu.    Aku yang sekarang berbeda dengan aku yang dulu. Dulu aku begitu mudah menyerah. Aku sangat lemah, tidak percaya diri, lebih memilih diam da
Baca selengkapnya
Target Utama
Beberapa hari setelah aku mengikuti Erick, ia  menceritakan bagaimana usaha ayahku dulu dalam memulai bisnisnya. Ayah memulai bisnisnya dengan berjualan di pinggir jalan selama 4 bulan. Tiap hari barang yanga dijual ayah berganti-ganti. Kadang pakaian, sepatu dan sandal, aneka perhiasan imitasi, tas dan lain sebagainya. Seiring waktu berjalan, ada seseorang yang menitipkan pakaian hasil produksinya untuk dijualkan ayah, sehingga ayah membuat gerobak yang bisa untuk menaruh dagangannya. Lambat laun usaha ayah semakin lancar. Ayah memberanikan diri untuk menyewa sebuah tempat untuk dijadikan toko guna memajang lebih banyak pakaian  untuk dijual, karena nama Ayah semakin dikenal oleh produsen baju sebagai tempat menitip dagangan yang amanah.    Hari demi hari, minggu demi minggu, hingga bulan berganti tahun, hidup ayah dan ibu mulai mengalami perubahan. Dua tahun kemudian, hadirlah aku menjadi pelengkap kebahagian ayah dan ibu. Aku menjadi penyemangat ayah u
Baca selengkapnya
Awal Cerita Ivan
Pertemuanku dengan Mr. Smith berlangsung hingga larut malam. Erick mencatat hal-hal yang penting dari pertemuan itu. Malam itu Mr. Smith menginap di kastilku dan lusa baru akan kembali ke Inggris. Esok pagi dirinya akan bertemu dengan ibu. Ntah apa yang hendak ia bicarakan dan laporkan pada ibu.   Keesokan paginya, kami bertiga menikmati sarapan bersama sebelum masing-masing dari kami berangkat dengan kesibukan kami sendiri. Erick ia akan tetap bersamaku, sedang Beni kutugaskan untuk mencari lokasi untuk dijadikan markas besar, tempat semua kegiatan mulai dari latihan fisik, ruang rapat, dan mess untuk anggota, berpusat. Roy masih memimpin beberapa orang untuk melakukan penjagaan di ruang tempat Ivan dirawat, sedangkan Andrew kusuruh untuk mengawasi rumah ibu, rumah Om Gunawan dan komplek perumahan di sekitar sana, dan melaporkan keadaannya pada Erick bila ada sesuatu yang mencurigakan.  Tiba-tiba aku teringat dengan keadaan Hira pasca tragedi penculik
Baca selengkapnya
Berdua Dalam Keheningan
Aku mendengarkan cerita Ivan dengan seksama. "Hingga akhirnya..." tiba-tiba cerita Ivan terputus. Sosok Beni masuk setelah sebelumnya mengetuk pintu yang sama sekali tidak terdengar olehku karena begitu seriusnya mendengar cerita Ivan.  "Maaf Tuan, saya sudah mengetuk sebanyak lima kali tapi Tuan tidak kunjung menjawab," ujar  Beni  menundukkan kepalanya. "Sebaiknya  berita penting yang akan kau sampaikan kepadaku," ujarku kesal. Beni melangkah mendekat ke arahku, lalu berbicara dengan berbisik. Aku terhenyak mendengar apa yang dikatakan Beni barusan. Aku kemudian beranjak berdiri dan berpamitan pada Ivan untuk menghubungi seseorang sebentar. Setelah sampai di luar kamar Ivan, aku langsung menghubungi Mr. Smith, menanyakan kebenaran informasi yang disampaikan Beni tadi. Jawaban yang kudengar dari Mr. Smith membuatku tercengang. Hira menjadi sasaran pembunuhan setelah rencana penculikannya beberapa waktu lalu gagal.
Baca selengkapnya
Menjadi Pengawalku
Aku meletakkan tas ransel yang kosong di atas tempat tidurku. Kemudian, aku mulai memilih beberapa potong pakaian, kaus t-hirt, kemeja, dan baju koko serta beberapa celana panjang dan pendek, untuk kubawa ke rumah Ibu.  Ya, beberapa hari kedepan aku akan kembali tinggal bersama Ibu. Ketika kemarin sore aku singgah sebentar di rumah Ibu, Ibu memberiku ijin untuk tinggal di sana tapi hanya untuk beberapa hari karena masih banyak hal yang harus aku pelajari dan kerjakan bersama Erick. Ibu sangat tegas untuk hal itu, karena beliau menaruh harapan yang begitu besar agar aku dapat membongkar semua permainan busuk musuh-musuh mendiang ayah. Akupun tidak dapat membantahnya, karena di dalam diriku sendiri, terselip keinginan dan dendam yang harus bisa aku wujud dan balaskan kepada mereka yang sudah bermain kotor di belakang punggung ayahku.   Erick datang mengetuk pintu kamarku, lalu masuk dengan membawa beberapa map yang harus aku baca saat itu juga. Aku mengh
Baca selengkapnya
Hira (Lagi)
  Tahun ini adalah tahun terakhirku di sekolah abu-abu. Tahun ini pun menjadi awal diriku akan menginjakkan kaki  bukan lagi di gedung sekolah melainkan gedung kampus, yang di dalamnya akan ada banyak orang-orang dengan pakaian bebas berkerah menuntut ilmu sesuai dengan minat mereka masing-masing.   Sama halnya dengan Hira. Ini adalah tahun terakhirnya di sekolah menengah pertama sekaligus tahun awal menyandang identitas sebagai  pelajar sekolah menengah atas. Ia mengikuti jejak  diriku dengan meneruskan di sekolah yang satu yayasan dengan yang dulu, meneruskan jenjang menengah pertamanya di tempatku dulu.   Aku masih asyik membolak balikkan beberapa pamflet yang diberikan seseorang saat mobilku berhenti di perempatan tak jauh dari komplek perumahan Ibu. Aku teringat sesuatu hal. Bukankah Hira hari ini sedang menjalani MOS? gumamku dalam hati. Terbersit keinginan untuk melihatnya mengikuti ospek hari ini. Kulihat anak-a
Baca selengkapnya
Pelatih Basket
Sebuah ide yang kurasa bisa aku gunakan untuk membantu Hira terlintas dalam benakku. Aku menatap sosok Ivan yang duduk di hadapanku, yang  masih asyik mengunyah roti bakar untuk kedua kalinya. Ivan menghentikan gerakan mengunyahnya karena merasakan pandanganku mengarah kepadanya cukup lama. "Ya...ya...ya... as you wish my friend," jawabnya tanpa bertanya apa yang aku minta. Aku tersenyum, tidak salah aku menempatkannya bersama Andrew dan Roy di tim Rajawali. Ivan bisa memahami perintah dan apa yang harus ia lakukan hanya dengan melihat mimik wajahku menyesuaikan dengan situasi yang sedang berlangsung di sekitarku.  "Berpura-puralah sebagai mahasiswa  yang akan kerja praktek lapangan di sini," ujarku. Ivan mengangguk, berdiri dan berjalan meninggalkanku. Tampak dari jauh Ivan terlibat percakapan singkat dengan Hira. Hira menunjuk-nunjuk wajahnya. Aku mengernyitkan keningku berusaha menebak apa maksud Hira. Lalu, Hira terlihat menganggukkan kepala sambil
Baca selengkapnya
Welcome Coach
Hari ini aku bangun lebih pagi. Bukan karena hari ini aku akan mulai profesi baruku sebagai pelatih basket, tapi karena aku harus menghadiri kuliah umum perdanaku sebagai mahasiswa baru. Erick kemarin sempat mengusulkan aku untuk tidak perlu mengikuti kuliah umum yang tampaknya akan memakan waktu lama dan juga membosankan. Ide Erick itu sempat terlintas di benakku, tapi, sebagai mahasiswa yang baik aku harus mengikuti semua  rangkaian acara yang sudah dipersiapkan untuk menyambut mahasiswa baru. Bukankah bila kita ingin dihormati, maka kita harus mulai menghormati orang lain terlebih dulu? Bila kita  ingin seseorang menjadi baik, maka kita harus memulai dari diri kita sendiri?  Aku melangkahkan kakiku memasuki kamar mandi, dan mulai membersihkan tubuhku dengan air dingin. Lima belas menit kemudian aku sudah selesai memakai kemejaku dan bersiap mengenakan sepatu kets ku. Ibu sudah menyiapkan sarapan di meja makan dibantu bik Sum. Aku duduk berhadap
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status