Share

Chapter 3 - Girl in the Mirror

Bara bangun kembali. "Sakit parah ini, mah!" keluhnya kesal bersama ringisan, tangannya mengusap-usap kepala yang sepertinya akan timbul benjolan.

Tak lama ia membalikkan badan sedikit menghentakkan, menyingkirkan semua bantal dengan brutal, dan menemukan benda yang menjadi penyebab kepalanya sakit.

Rupanya sebuah cermin. "Cih! Cermin aja banyak tingkah, segala bikin gue hampir benjol, eh bakal benjol." Ia memungut cermin berbentuk oval dengan hiasan berwarna emas di pinggirnya.

"Bentukannya jadul gini pasti cermin kakek, nih," gumamnya. "Yang bener aja, masa kakek ngaca dulu sebelum tidur." Ia tertawa terkikik, membayangkan apa yang diucapkannya benar terjadi, pasti akan sangat menggemaskan. 

Puas tertawa, ia berdehem. "Maaf, ya, Kek." Ia mendongak takut kakeknya memperhatikan tingkah konyolnya. 

"Coba gue liat." Ia kembali fokus pada cermin itu, membolak-balikannya secara perlahan, mengamati secara terperinci bentuk cermin itu.

"Menarik juga," ungkapnya. "Kek cermin emak tirinya si Snow White. Eh, emang gini, ya, bentuknya?" Sekali lagi ia membolak-balikkan cermin itu.

"Cih! Si Cantik yang tak berakhlak!" sarkasnya mengingat bagaimana buruknya perilaku ibu tiri dari Snow White, kemudian dengan santai ia melayangkan cermin di genggamannya ke sembarang arah dan kembali berbaring, menganggap tidak penting cermin cantik tersebut. 

Untung saja cermin itu tidak menyentuh lantai, terjatuh tepat di bibir kasur membuatnya sedikit aman dari benturan dan pecah.

Mata Bara mulai tertutup, rasa kantuknya tiba-tiba terasa setelah berkhayal Lily jalan bersamanya dan menerima cintanya. Tapi, dalam sekejap kantuk itu buyar tergantikan rasa merinding yang mendadak tanpa disadari sudah menyentuh sekujur badannya.

Suara gemericik seperti pecahan kristal atau beling yang menyentuh benda sama bentuknya terdengar, membuat sensasi horor kembali terasa. Matanya waspada mengabsen sisi ruangan perlahan, berjaga-jaga jika ada makhluk menakutkan di dekatnya.

Dari ujung kanan sampai ujung kiri, dari atas hingga bawah, tidak ada tanda-tanda keluarnya makhluk. Tapi suara itu masih terdengar, dan sepertinya berasal tepat dari belakangnya.

Perlahan, dengan keberanian yang masih tersisa ia menoleh dengan gaya slow mantion dibarengi cucuran keringat yang memenuhi wajah tampannya sampai ke leher membuat kerah bajunya basah. Matanya sampai terpejam karena tak berani untuk melihat apa yang ada di hadapannya.

Karena rasa penasaran yang besar, ia membuka matanya pelan-pelan, satu demi satu. Dan, terkejut! Itulah yang pertama kali ia rasakan. Menyaksikan asap hitam berkilauan seperti taburan glitter, keluar dari cermin yang tadi ia temui.

Mulutnya menganga dan keterkejutannya semakin bertambah, rasanya jantungnya akan lompat dari tempatnya saat ini juga. Bagaimana tidak, bukan hanya asap hitam yang hendak keluar, tapi juga siluet seorang wanita! 

Refleks Bara melompat dan terguling ke lantai, setelah siluet itu menjadi jelas dan benar-benar membentuk wanita sungguhan. Bara menahan tubuhnya dengan siku. 

Mulutnya hanya bisa menganga tanpa bersuara, sementara itu hatinya ingin sekali berteriak meminta tolong, tapi sia-sia karena seperti ada yang menahan, sampai akhirnya suara itu hanya berhenti di tenggorokan.

"Pangeran?"

***

Dengan sekuat tenaga Bara menelan salivanya yang terasa begitu sulit. Bukan terkejut lagi, sepertinya ia ingin mati sekarang juga. 

Bagaimana tidak? Asap hitam berbunyi layaknya pecahan kristal yang saling berbenturan, bersamaan dengan kerlip nampak seperti glitter diiringi kemunculan seorang gadis, ditambah pula gadis itu mengetahui nama tengahnya. 

Sudah cukup untuk membuat seluruh persendiannya kaku hingga mati rasa.

"Si-siapa lo?" Sekuat tenaga Bara mencoba melafalkan dua kata itu.

Seorang Bara yang petakilan, kini menjadi lelaki paling calm karena mati gaya.

Sosok gadis itu masih belum terlihat nyata, karena tertutup gelapnya ruangan di samping kanan kasur, sebab cahaya matahari tidak sampai ke situ. 

"Aku Roseline, Pangeran." Suara gadis itu kembali terdengar begitu lembut. 

Dahi Bara mengernyit dan ditemani peluh yang membasahinya. "Roseline?" gumamnya. 

"Panggil saja Rose," lanjut gadis itu sambil berjalan perlahan mengitari ranjang. 

Bara menelan saliva untuk merespon perkenalan gadis itu. Sampai langkah Rose tepat di ujung kaki ranjang yang terkena sinar matahari, barulah sosok itu terlihat nyata.

Bara merasa tidak kuat melihat dengan jelas sosok asing tersebut, ia lebih memilih menunduk menatap ujung sepatu gadis itu. Namun, Bara tidak kuat menahan rasa keingintahuan yang dilapisi rasa takut, karena itu meski ragu perlahan kepalanya mulai terangkat.

Terpaku.

Satu kata itulah yang dapat mendeskripsikan perasaan Bara saat ini. Dirinya terpikat dengan gadis yang diketahui bernama Rose itu, ia tak menyangka sosok yang dipikirnya menyeramkan ternyata adalah seorang gadis berparas cantik.

Ia memiliki wajah bak boneka, dengan bibir tipis dan mata besar, rambutnya berwarna dark grey digulung serta kepang yang menjadi bandana di atas poni. Ia memakai vintage dress berwarna navy berenda putih di bagian atasnya, tak lupa satu tangkai bunga mawar hitam yang digenggamnya erat, memancarkan kesan dark yang memukai.

Meski begitu, tetap saja, Bara merasa takut dengan kenyataan bahwa gadis itu keluar dari cermin. Bagaimana jika dia adalah sejenis hantu? Monster? Jin? Siluman? Atau ... apa mungkin bidadari? Tapi, bidadari itu turun dari langit, bukan malah muncul dari dalam cermin dan menyakitinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status