Charisa, gadis itu sudah tiba di depan kelasnya. Pintu kelasnya terbuka, membuat gadis berambut cokelat bergelombang itu membuka mulutnya lebar – lebar. Jadi sejak tadi ia sudah berlari – lari, terburu – buru berangkat ke sekolahnya ternyata jam mata pelajaran pertamanya malah kosong? Charisa Hemingway merutuki betapa sial nasibnya itu.
Gadis pemilik mata bulat itu masuk ke dalam kelasnya dengan langkah malas. Ia langsung duduk di bangkunya yang nomor tiga di sebelah bangku milik Anna. Banyak teman – temannya yang sudah keluar kelas, ada yang ke kantin sekolah, bermain sepak bola di lapangan atau malah dengan rajinnya pergi ke perpustakaan. Charisa mendengus, teman – temannya yang sangat pecinta buku itu pasti berniat menjadi perdana menteri Australia jika membaca adalah hobinya.
Charisa sudah meletakkan tasnya di kelasnya. Gadis itu membalas beberapa sapaan dari temannya yang menyapanya ketika dia masuk kelas. Beruntungnya teman – t
“Hiks ... Pa- paman ...,” “Charisa, Apa yang terjadi?” Skandar sudah hilang tenangnya saat mendengar istrinya yang masih muda itu menangis disana. “Pa- paman ... Hiks ....” Gadis itu masih menangis. “Jawab aku! Mengapa kau menangis?“ tanya Skandar kembali. Skandar menajamkan pendengarannya saat orang di seberang sana masih sesenggukan dan tidak mengacuhkannya. Skandar bertanya – tanya hal macam apa yang membuat istrinya itu menangis seperti ini. Menangis sampai kepayahan seperti itu. “Sa-kit... Hiks...” Gadis diseberang sana masih merengek. Kontan saja Skandar panik sekarang. Sakit apa? Apa yang sakit? “Risa! Katakan yang jelas! Kau ad-“ ucapan Skandar berhenti seketika, dia sudah akan menceramahi istrinya itu tatkala ada suara seorang wanita muncul dari sambungan telefon istrinya. “Tolong anda segera datang ke sekolah Charisa sekarang!” ujar wanita tersebut singkat lalu menutup telefon istrinya. Skandar terceng
Di sebuah ruangan dari kantor yang sangat besar, dengan gedung berlantai – lantai jumlah lantainya. Seorang pria dewasa sedang memandang arsip yang sedari tadi ia baca. Pria berambut sangat hitam itu tidak percaya akan apa yang staff Human Resources Departemennya lakukan. Ia sudah memberi tahu pada departemen tersebut untuk tidak pernah menyentuh orang ini, dan sekarang apa yang dilakukan mereka? Mereka malah mengusiknya, memindahkannya.“Kamu memutasikan Noah Davis ke New Zealand?” Tanya orang itu pada seseorang yang sedang berdiri di depan mejanya. “Bukankah yang kau laporkan untuk dimutasikan dulu adalah Steve Collins? Bukan Noah Davis!”“Benar, presdir,” jawab orang tersebut, “Departemen kami berubah pendapat, Noah Davis yang kami mutasikan.”“Alasan? Aku ingin tahu alasanmu?” tanya pria berambut hitam itu lagi. Tangannya hampir meremas kertas yang ia pegang.“Kita perlu orang yan
‘Dan kau menolaknya?’Iya, apa ini yang akan ia lakukan lagi? Menolak suaminya? Tangan Charisa terasa lemas, dia jadi tidak menutupi tali bathrobenya lagi. Skandar langsung menarik tali bathrobe istrinya hingga kain itu terlepas. Bathrobe warna abu – abu milik gadis itu langsung terbuka. Menampakkan tubuh polos istrinya yang hanya berbalut bra dan celana dalam warna coklat susu.“PAMAN!!” teriak Charisa refleks.Charisa langsung menutupi bra yang menutup buah dadanya. Gadis itu begitu malu. Ini adalah kali pertama seseorang apalagi berbeda gender dengannya melihat dirinya seterbuka itu. Charisa menunduk dan menatap suaminya itu, pria itu menatap tubuhnya untuk beberapa saat. Pipi Charisa sangat merah sekarang.“Aku sudah tahu jika kau masih menggunakan bra, Charisa, mengapa pakai teriak segala?” tanya Skandar dengan cueknya.Pria itu lalu menarik tangan Charisa untu
Di Grand Royal Elyxion Apartment Canberra, Australia “Ayo kita melakukannya, paman!” Charisa memegang tangan suaminya. “Jangan bercanda, Charisa. Kau tak tahu makna ucapanmu,” tegur Skandar pada istrinya yang masih muda itu. “Aku tahu paman.... Aku tahu, aku sudah siap sekarang.” “Jangan.... Tidak sekarang, Charisa.” “Semakin kita menunda, akan semakin banyak pula keadaan dimana aku yang labil ini akan menolaknya. Aku sedang mengemis pada paman sekarang untuk melakukannya.” “Jangan pernah mengemis pada laki – laki untuk melakukannya. Perempuan terlalu mulia untuk memintanya, biarkan laki – laki yang memintanya Charisa. Biarkan aku yang memintanya.” Skandar memegang kedua siku istrinya. “Tetapi paman menolakku.” Gadis itu menolak untuk menatap Skandar lebih lama. Skandar menatap gadis itu dengan ribuan pikiran yang sedang bercampur aduk dalam kepalanya. Laki
Di Grand Royal Elyxion ApartmentCanberra, AustraliaSkandar dan Charisa, kedua pasang suami istri muda itu masih terlihat bersembunyi di bawah selimut putih tempat tidur mereka. Mereka masih tidak berubah, seperti terakhir kali mereka selesai melakukannya. Keduanya masih tetap tanpa busana, bahkan Skandar yang dikenal sangat perfeksionis itupun begitu malas untuk sekedar memakai celananya, laki – laki itu lebih tertarik untuk memeluk tubuh polos istri mudanya.“Paman Skandar ....” Panggil istri dari Skandar itu. Gadis itu bergerak tidak nyaman.“Hemm ....” Skandar masih bergumam pelan, mata pria itu terpejam rapat, dengan seulir senyuman terpulas di wajahnya.“Sepertinya hari sudah mulai siang. Memangnya kita tadi melakukannya berapa lama paman?” tanya Charisa, gadis itu baru saja
Di Grand Royal Elyxion ApartmentCanberra, AustraliaSkandar Alexander Hemingway, laki – laki itu sedari tadi memang sibuk ditelfon oleh James Bloom, sahabatnya yang mesum itu, hingga ia melupakan untuk sarapan bersama istrinya. Sahabatnya itu protes kepadanya karena pengajuan proposal bisnis miliknya ditolak mentah – mentah olehnya sejak tiga hari yang lalu. Selama itu pula tiap pagi, laki – laki bertubuh tidak terlalu ramping itu menelfonnya dan menganggunya hingga ia kesulitan menikmati sarapannya dengan tenang.“Aku sudah memeriksa proposal pengajuanmu, James. Aku menolaknya.” Skandar sudah menatap garang pada orang yang menelfonnya pagi – pagi seperti ini.“Aku bukan penganut nepotisme, James. Seberapapun dekatnya kita, aku adalah orang yang profesional!” Skandar Alexander Hemin
Saat ia sudah akan keluar dari pintu lift. Matanya menangkap seorang gadis berambut cokelat panjang yang akan masuk ke dalam lift dan melewatinya. Gadis itu menggunakan bando putih berbulu di rambutnya yang cokelat.“Charisa!” seru laki –laki itu, dan langsung membalik bahu gadis di depannya. Kedua bola mata laki – laki itu melebar.Dia ternyata salah orang. Gadis yang memakai bando putih berbulu itu bukan gadis yang sedang ia cari. Bukan seorang Charisa Davis. Laki – laki itu meminta maaf pada gadis muda di depannya. Laki – laki itu lalu berjalan menuju pintu keluar gedung apartemennya. Ia sedang menunggu supir pribadinya yang sedang mengambil mobilnya di basement.Saat ia hanya berdiri di depan pintu masuk sambil melihat jam tangannya, ia seperti melihat sosok gadis itu lagi di dalam sebuah mobil sedan warna hitam yang bergerak menjauh menuju gerbang gedung apartemennya. Matanya seperti melihat sosok Charisa yang sedang dudu
“Lukamu telah sembuh, Charisa,” ujar dokter Kim. Dokter itu sedang memeriksa lengan kiri Charisa. Luka gadis itu sudah mengering, dan perban yang ada di lengan gadis itu sebelumnya juga terlihat masih baru, padahal ia kemarin – kemarin sempat khawatir jika gadis muda di depannya itu tidak mengganti perbannya, karena Charisa tidak juga menemuinya sejak kemarin di ruang kesehatannya. “Siapa yang mengganti perbanmu, Charisa?” “Dokter di dekat tempat tinggalku, dokter,” jawab gadis itu. “Apa pamanmu itu yang mengantarkanmu?” tanya dokter Kim kembali. Perempuan itu sudah melepas perban Charisa secara keseluruhan. “Iya benar, dokter Kim. Pamanku.” “Paman yang baik dan bertanggung jawab,” puji dokter Kim saat melihat Charisa yang begitu senang menceritakan perihal paman gadis itu. Charisa sudah berdiri dari tempat tidur pasien di ruang kesehatan itu. Dokter Kim menaikkan alisnya. Hari Jumat biasanya banyak siswa yang mengambil ekstrak