Mendengar tawaran Papa membuat Aiden pusing. Ia tidak tahu jika Orangtuanya secara diam-diam mendirikan perusahaan baru.Namun, persyaratan yang diberikan Papanya terasa sangat gila. Bagaimana bisa dia memberikan cucu pada orangtuanya? Sedangkan dalam perjanjian yang tertera dalam kontrak pernikahannya hal itu tidak akan terjadi."Jadi bagaimana Aiden? Kamu menerima tawaran ini?" tanya Kusuma."Uhh... Aiden belum terpikirkan Pa. Beri aku sedikit waktu untuk memutuskannya.""It's okay boy, tidak masalah. Kamu harus merayu Dea agar Papa segera menimang cucu." "Emm... Aku tidak yakin," ucap Aiden ragu."Papa sudah tidak sabar mendapatkan cucu dari kamu. Hanya kamu harapan Papa. Kami tidak bisa mengharapkan cucu pada Kakakmu."Yaa... Kakak Aiden hingga sekarang enggan untuk menikah. Dan dia memilih kabur ke Amerika mendirikan perusahaannya sendiri disana.Meskipun setiap tahun kakaknya pulang ke Indonesia, namun dia hanya menciptakan berbagai keributan di keluarganya.Kusuma menepuk dada
Pembicaraan semalam membuat Aiden termenung pagi ini. Makanan di depannya sedari tadi teranggurkan karena Aiden sibuk dengan pikirannya."Memang ada yang melarang?" Pertanyaan ini sukses membuat Aiden tidak fokus.Ia ingin menyakan hal ini lebih mendalam pada Dea. Namun, setelah melontarkan pertanyaan itu Dea tertidur pulas di samping Aiden. Aiden tidak bisa menanyakan lebih jelas lagi. Ditambah ketika bangun tidur Dea sudah menghilang dari kamarnya.Bik Asih menghampiri Aiden."Tuan, apa sarapannya perlu diganti?" "Tidak," tolak Aiden. "Dimana Dea?""Non Dea pergi dengan Toni.""Ini masih pagi dan dia sudah pergi?""Maafkan saya Tuan, tadi sudah saya larang. Namun, Non Dea tidak mendengarkan saya.""Pergi kemana Dea?"Bik Asih menggelangkan kepalanya. Aiden menghela nafasnya dan segera menghubungi Dea.Namun, telepon itu tidak tersambung. Ia beralih menghubungi Toni. Hasilnya sama saja, di antara mereka tidak ada yang bisa dihubungi.Aiden emosi karena Dea pergi tanpa pamit padanya
Mendapat sergapan dari majikan laki-lakinya, membuat Toni kebingungan harus menjawab apa. Nyonya muda memintanya untuk menyembunyikan peristiwa hari ini.Sedangkan Aiden kini dalam mode geram."Maaf Tuan, saya tidak bisa menjawab. Anda bisa menanyakan langsung pada Non Dea. Namun, keadaan Non Dea menjadi drop lagi kemungkinan besar karena tidak sarapan dan meminum obat," jelas Toni."Trus tadi kemana saja?""Ke rumah teman Non Dea.""Laki-laki atau perempuan?" selidik Aiden."Perempuan dan laki-laki.""Kamu merahasiakan sesuatu pada saya?"Toni diam, enggan membuka suaranya."Great!" Aiden mengangguk-anggukan kepalanya. "Ternyata kamu sudah berkomplotan dengan Dea."Toni hanya mampu menelan salivanya."Sekarang kamu bisa istirahat, keluar.""Saya dipecat Pak?" Toni shock dengan kata keluar."Tidak, beristirahatlah. Kamu sudah menemani Dea seharian," jelas Aiden. Ia tidak bermaksud memecat Toni."Baik Tuan, terima kasih." Toni undur diri dari hadapan Aiden. Aiden hanya bisa menghela na
Dua orang tersebut merasa curiga ketika melihat mobil yang terparkir di halaman rumah. Mereka yakin jika Pak Hando tidak memiliki keluarga satupun. Itu pasti seorang tamu. Dea dan Toni mengamati gerak gerik keadaan rumah Pak Hando dari dalam mobil.Namun, semakin ditelisik mata Dea melebar ketika melihat salah satu lelaki sedang membawa senjata di depan pintu masuk. Pria berbadan tegap dengan warna kulit gelap berjalan mengitari rumah dengan was-was."Ton, kamu di sini dulu.""Saya akan ikut Nyonya.""Jangan!" tolak Dea. "Tunggu di sini selama 15 menit, jika selama itu aku belum keluar dari dalam rumah. Segera ke Mr.Bad.""T-tapi.""Ikuti perintahku, jangan banyak tanya."Dea langsung turun dari mobil, tak lupa membawa kotak makanan yang ia siapkan untuk Pak Hando. Dadanya berdetak cukup kenjang ketika kakinya menjangkah ke dalam pekaran rumah. "Siapa itu?" tanya seseorang yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah."Dea, keponakannya Pak Hando.""Pak Hando tidak memiliki keponakan. Jang
"Argghhh!!!!" erangnya frustrasi. Dea yang hanya perempuan biasanya kini dihadapkan kenyataan yang tak terduga. Ia sudah didapuk sebagai ketua organisasi mematikan di negara ini, sangat di luar nalar. Bahkan ayahnya tak mengatakan apapun soal ini, bekal pengetahuan menjadi seorang ketua pun terasa sangat memusingkan."Sial! Kenapa sangat rumit!" kesalnya sembari menyamakan kode yang ada di layar ponsel dan laptop. Mr. Bad dari kemarin mengirimkan rentetan kode untuk mengakses sistem organisasi, tapi hingga sekarang Dea hanya berhasil memecahkan empat kode. Masih tersisa enam kode.'Krruuukkkk...' suara perutnya menggelegar di telinganya."Hahh... aku lupa tidak makan dari kemarin, kita akhiri kerjaan konyol ini dengan makan sepuasnya."Ketika membuka pintu kamar, Bik Asih, Rara, dan Nina sedang berjalan ke arah kamarnya. Dea tertegun melihat troli dengan berbagai hidangan di atasnya."Non," sapa Bik Asih dengan senyum semringah. Wanita paruh baya itu nampak lega melihat kemunculan Dea
Benturan hebat terjadi dipembatas jalan,membuat besi pembatas jalan penyok karena benturan mobil. Darah segar mengalir didahi wanita itu, Dea nama wanita itu. Wanita yang seminggu lagi akan melaksanakan hari bahagianya. Rasa nyeri menjalar disekujur tubuhnya, serpihan kaca lembut menancap dikulitnya yang putih mulus, terlihat kabin mobil yang hancur didepannya, kaca yang semula melindunginya dari bahaya ketika berkendara kini menjadi bumerang yang melukai tubuhnya. Dengan pengheliatan kabur dia melihat kekasihnya yang bersimbah darah disampingnya dengan kepala yang sudah tertancap disetir mobil. Airon nama kekasih Dea, sekaligus yang akan menjadi suaminya kelak. Degup jantungnya terasa begitu hebat, badannya merinding sekaligus nyeri ketika dia melihat darah, badannya menjadi kaku dan sulit digerakkan. Dengan pengheliatan yang buram, Dea melihat bibir Airon yang tersenyum tipis. “Kakk,” panggil Dea kepada kekasihnya, mencoba mengulurkan tangan untuk memegang tu
Selama lima hari ini Dea selalu bertanya-tanya dimana tunangannya berada, ketika dia bertanya semua orang pasti akan mengalihkan pembicaraan, atau pura-pura tidak dengar. Hal itu membuatnya semakin curiga. Mobil sudah berhenti didepan rumahnya, ayah membantunya turun dari mobil. Semua keluarga sudah menyambutnya diteras rumah. "Yeyy Kakak pulang," girang adik perempuannya yang langsung berlari memeluk erat tubuhnya. Disusul adik laki-lakinya. "Udah-udah bantu Mama bawa tas sana," usir ayah pada kedua adiknya. Kedua adiknya bergegas membantu mama membawa tas yang berisi barang-barang milik dea kedalam rumah. “Makan dulu ya,” Ajak bude kepada mereka yang baru saja sampai rumah. “Okey. Yuk Kak,” jawab ayah dengan bersemangat. Ayah menuntun Dea perlahan, karena kakinya mengalami cedera ringan. Adeknya yang laki-laki sudah memposisikan kursi agar dia bisa duduk dengan nyaman, lalu duduk disamping Dea. Adeknya ini memang memili
Selama dua tahun ini Dea menjalani perawatan psikis, harus teratur mengunjungi psikiaternya. Beberapa kali Dea mencoba bunuh diri karena tidak bisa mengontrol emosinya, sering sekali tidak sadarkan diri, sering berhalusinasi sedang bersama dengan Airon, berteriak-teriak memanggil Airon dan ketika dia marah dadanya akan sesak beresiko mengalami serangan jantung. Tapi itu terjadi ketika dia melakukan terapi pada tahun pertama, orang tua dan mertuanya secara bergantian menemani Dea konsultasi ke psikiater, memberi semangat untuk sembuh. Seiring berjalannya waktu keadaannya kian membaik, semakin hari Dea sadar bahwa semua orang sedang mengkhawatirkannya. Tahun kedua Dea masih berkonsultasi dengan psikiaternya, tetapi sekarang dia sudah tidak mengonsumsi banyak obat-obatan seperti tahun pertama. Kondisi psikisnya kian stabil, tetapi berakibat perubahan sifatnya yang semakin jadi pendiam, itu lebih baik ketimbang dia mangamuk tanpa sebab dengan berteriak-teriak memanggil Airon.