"Mas, maaf aku lupa meminta izin padamu, tadi siang aku keluar menemui seseorang?" Ucapku saat kulihat ia naik ke atas ranjang kami."Iya, tak apa apa, hati hati jika kau keluar sendiri," jawabnya."Humm ...""Aku pergi bertemu Kania," lanjutku.Ia tak menjawabnya, hanya helaan nafasnya saja yang terdengar, aku meliriknya, ia tampak memejamkan mata, entahlah. Mungkin memikirkan Kania."Kau tak ingin tahu mengapa ia menemuiku?" Pancingku."Aku yang memintanya agar menemuimu, Alina." Akhirnya ia bicara."Harusnya, kau tak melakukan hal itu, mas. Kau tahu, aku bahkan sempat menamparnya tadi," lanjutku.Ia tampak tak terkejut. Matanya masih terpejam, membuatku sedikit kesal."Alina, aku memintanya menemuimu agar kalian berdua bisa berdamai. Aku ingin semuanya berakhir baik baik saja. Aku berjanji padamu, Kania tak kan tinggal bersama kita, kalian tak ak
PoV. KaniaSentuhan lembut tangan mama, membangunkanku, perlahan aku membuka mata, tampak jelas wajah mama yang kini tersenyum menatapku."Kau sudah bangun, sayang?" Terdengar mama bertanya.Aku hanya mengangguk lemah, perlahan mencoba bangkit dari tidurku.Kupijat pelan pelipisku, entah mengapa kepalaku masih terasa pusing, kulihat mama menuangkan segelas air, lalu duduk ditepian ranjang ini."Ini minumlah dulu." Mama menyodorkan gelas berisi air itu padaku.Aku mengambil gelas itu dari dalam genggaman tangan mama, lalu segera menghabiskannya."Apa yang terjadi padamu, Kania?" Aku mendengar pertanyaan mama, hanya saja kepalaku masih terasa pusing, aku mengerjap mata beberapa kali, lalu kembali memijat pelipisku."Entahlah ma, kepalaku tiba tiba pusing," jawabku asal.Mama tampak menggelengkan kepala, lalu membantu menaruh bantal dipu
Waktu seperti sangat cepat berlalu, tak kusangka acara lamaran Mas Bayu tinggal seminggu lagi. Aku mematung saat melihat kalender dinding ini, berharap bisa menghentikan Sang Waktu berjalan.Tak ada persiapan khusus untuk acara lamaran nanti, semua saudara Mas Bayu, sudah di beri kabar. Mas Adi sudah menyampaikan pesan akan menghadiri acara itu, sedang adiknya, Carissa. Memilih menolak untuk menghadirinya.[Maaf, aku menolak hadir di acara lamaranmu, mas. Sejak ibu masih hidup, ia menolak keras hubunganmu dengan Kania, jika sekarang aku datang ke acara lamaranmu, aku akan merasa amat bersalah pada Almh. Ibu.][Terserah kau, jika ingin marah atau kesal padaku, tapi jika kau tetap menikahi wanita itu, aku tak akan pernah menganggapnya sebagai saudara iparku. Bagiku cuma Mbak Alina dan hanyalah dia saja yang kuakui sebagai kakak iparku.][ ... Kuharap kau tidak memaksaku untuk bersikap baik pada calon istri keduamu itu, maaf,
PoV. BayuBrakk!Terdengar suara berdebum cukup keras dari arah dapur, disusul suara dentingan beberapa alat makan yang berjatuhan, membuatku terkejut. "Alina ...!"Aku memanggilnya, namun, tak ada jawaban, seketika atmosfir rumah ini terasa hening membuat perasaanku mulai tidak enak.Khawatir terjadi sesuatu pada Alina, aku berjalan cepat kearah dapur, tampak tubuh Alina yang sudah terbaring dilantai, dengan kedua mata yang tertutup rapat."Ya tuhan, Alina!" pekikku.Aku menghampirinya, langsung meraih kepalanya dan meletakkannya di atas pangkuanku, ku tepuk pipinya beberapa kali, mencoba membuatnya sadar, namun, mata itu masih terpejam, seolah usahaku tak berarti. sia sia.Ku gendong tubuh kurus ini menuju kamar kami, dengan perasaan yang tak menentu, kurebahkan tubuhnya perlahan diatas ranjang kami. Wajah itu sangat pucat, seolah tak ada aliran darah disana.
Aku menatap pantulan wajahku dicermin, pucat dan tirus. Ku usap pelan wajahku, kehamilan ini benar benar membuat selera makan ku hilang.Wajah Mas Bayu terlihat cemas kemarin malam, sungguh aku tak menyangka akan merepotkan dan membuat dirinya cemas. Semua terjadi begitu tiba tiba, aku pun tak menyangka akan jatuh pingsan kemarin.Mas Bayu sudah berangkat kekantor dua jam yang lalu, sebelum pergi ia masih terlihat mengkhawatirkanku dan berpesan agar aku beristirahat. Bahkan, ia juga meminta Bi Imah, membuatkan bubur untukku.Ting ... Tong!Terdengar suara bel berbunyi, sepertinya ada yang datang bertamu. Tak ingin membuat tamuku menunggu lama, aku pun melangkah keluar meninggalkan kamar."Siapa Bi?"Tanyaku pada Bi Imah, yang mengintip dari balik gorden disana."Cewek Mbak, rasanya bibi pernah lihat wajahnya. tapi gak tahu namanya," Jawab Bi Imah.Aku mengernyitkan d
"Alina, jangan menguji kesabaranku!" Bentaknya."Mengapa? kau tak bisa, Kania? Tentu saja kau tak mampu melakukannya, jika kau bisa membujuknya menceraikanku, kau takkan menemuiku dan menawarkan hartamu padaku.""Aku tak akan menawarkan kesempatan ini dua kali padamu, Alina!" Tegasnya."Baik, katakan apalagi yang bisa kau tawarkan padaku?" Pancingku lagi."Apapun yang kau inginkan, Alina. Uang, perhiasan, tanah, liburan ke luar negeri, katakan saja padaku, tapi setelah itu, kuminta kau pergi sejauh mungkin dari kehidupan Mas Bayu," sinisnya.Aku benar benar tertawa mendengarnya. Kulipat kedua tangan didada sambil menghela nafas panjang. "Setakut itukah kau padaku, Kania? Hingga kau merelakan hartamu untukku demi bisa membuatku pergi menjauh dari sisi Mas Bayu," sindirku."Kau wanita terhormat, cantik, dan berpendidikan. Kau juga kaya, bisnis keluargamu juga berkembang dengan
Hari ini Mas Bayu izin kerja, hingga dua hari kedepan, ia terpaksa meminta libur, karena ada beberapa pekerjaan yang harus di selesaikannya hari ini, terkait acara lamaran dirumah Kania, besok.Ting ... tong!Terdengar suara bel rumah berbunyi, ketika baru saja hendak menghempaskan bobot tubuhku di kursi.Kulirik sekilas jam yang menempel di dinding ruang tamu, sudah pukul sembilan pagi. Tak lama akupun membuka pintunya."Mas Adi!"Sapaku saat kulihat kakak iparku itu sudah berdiri di teras rumah ketika pintu ini terbuka, ia tak datang sendiri, melainkan bersama, Lisa, istrinya dan anak perempuan semata wayang mereka, Caca, yang berusia lima tahun.Aku mempersilahkan mereka masuk dan duduk, entah mengapa, untuk sesaat aku merasa jika tatapan mata mereka seolah memandangku penuh iba. "Aku buatkan minum sebentar ya, sekalian panggil Mas Bayu. Tadi sih ia sedang mandi, kurasa mungkin sudah selesai," pamitku pada mereka."Alina!" Panggil Mbak Lisa,
Aku terbangun ketika mendengar suara mobil Mas Bayu. Aku duduk, bangkit dari tidurku, melirik sekilas jam weker di atas nakas yang sudah menunjukkan angka sembilan malam, dan bergegas keluar kamar, membukakan pintu untuknya.Raut wajah lelah Mas Bayu langsung terlihat begitu pintu ini terbuka. Setelah mengucap salam, ia langsung menuju kekamar. Membuatku segan untuk bertanya sesuatu.Begitu tiba dikamar, ia langsung beringsut ke kamar mandi. Rasa lelah mungkin membuatnya ingin segera mengguyur tubuhnya dengan air. Aku membuka lemari menyiapkan pakaian ganti untuknya.Besok sore acara lamaran itu akan dilaksanakan, kulirik sebuah paper bag milik sebuah desainer terkenal, aku yakin isinya adalah pakaian yang akan dipakai Mas Bayu di acara lamarannya esok.Aku memejamkan mata sejenak. Entah mengapa rasanya ingin menyentuh paper bag ini, niatku hanyalah ingin memindahkan isinya ke dalam lemari. Namun, akhirnya kuurungkan niatan itu karena tanganku tiba tiba berubah