PoV. BayuBrakk!Terdengar suara berdebum cukup keras dari arah dapur, disusul suara dentingan beberapa alat makan yang berjatuhan, membuatku terkejut. "Alina ...!"Aku memanggilnya, namun, tak ada jawaban, seketika atmosfir rumah ini terasa hening membuat perasaanku mulai tidak enak.Khawatir terjadi sesuatu pada Alina, aku berjalan cepat kearah dapur, tampak tubuh Alina yang sudah terbaring dilantai, dengan kedua mata yang tertutup rapat."Ya tuhan, Alina!" pekikku.Aku menghampirinya, langsung meraih kepalanya dan meletakkannya di atas pangkuanku, ku tepuk pipinya beberapa kali, mencoba membuatnya sadar, namun, mata itu masih terpejam, seolah usahaku tak berarti. sia sia.Ku gendong tubuh kurus ini menuju kamar kami, dengan perasaan yang tak menentu, kurebahkan tubuhnya perlahan diatas ranjang kami. Wajah itu sangat pucat, seolah tak ada aliran darah disana.
Aku menatap pantulan wajahku dicermin, pucat dan tirus. Ku usap pelan wajahku, kehamilan ini benar benar membuat selera makan ku hilang.Wajah Mas Bayu terlihat cemas kemarin malam, sungguh aku tak menyangka akan merepotkan dan membuat dirinya cemas. Semua terjadi begitu tiba tiba, aku pun tak menyangka akan jatuh pingsan kemarin.Mas Bayu sudah berangkat kekantor dua jam yang lalu, sebelum pergi ia masih terlihat mengkhawatirkanku dan berpesan agar aku beristirahat. Bahkan, ia juga meminta Bi Imah, membuatkan bubur untukku.Ting ... Tong!Terdengar suara bel berbunyi, sepertinya ada yang datang bertamu. Tak ingin membuat tamuku menunggu lama, aku pun melangkah keluar meninggalkan kamar."Siapa Bi?"Tanyaku pada Bi Imah, yang mengintip dari balik gorden disana."Cewek Mbak, rasanya bibi pernah lihat wajahnya. tapi gak tahu namanya," Jawab Bi Imah.Aku mengernyitkan d
"Alina, jangan menguji kesabaranku!" Bentaknya."Mengapa? kau tak bisa, Kania? Tentu saja kau tak mampu melakukannya, jika kau bisa membujuknya menceraikanku, kau takkan menemuiku dan menawarkan hartamu padaku.""Aku tak akan menawarkan kesempatan ini dua kali padamu, Alina!" Tegasnya."Baik, katakan apalagi yang bisa kau tawarkan padaku?" Pancingku lagi."Apapun yang kau inginkan, Alina. Uang, perhiasan, tanah, liburan ke luar negeri, katakan saja padaku, tapi setelah itu, kuminta kau pergi sejauh mungkin dari kehidupan Mas Bayu," sinisnya.Aku benar benar tertawa mendengarnya. Kulipat kedua tangan didada sambil menghela nafas panjang. "Setakut itukah kau padaku, Kania? Hingga kau merelakan hartamu untukku demi bisa membuatku pergi menjauh dari sisi Mas Bayu," sindirku."Kau wanita terhormat, cantik, dan berpendidikan. Kau juga kaya, bisnis keluargamu juga berkembang dengan
Hari ini Mas Bayu izin kerja, hingga dua hari kedepan, ia terpaksa meminta libur, karena ada beberapa pekerjaan yang harus di selesaikannya hari ini, terkait acara lamaran dirumah Kania, besok.Ting ... tong!Terdengar suara bel rumah berbunyi, ketika baru saja hendak menghempaskan bobot tubuhku di kursi.Kulirik sekilas jam yang menempel di dinding ruang tamu, sudah pukul sembilan pagi. Tak lama akupun membuka pintunya."Mas Adi!"Sapaku saat kulihat kakak iparku itu sudah berdiri di teras rumah ketika pintu ini terbuka, ia tak datang sendiri, melainkan bersama, Lisa, istrinya dan anak perempuan semata wayang mereka, Caca, yang berusia lima tahun.Aku mempersilahkan mereka masuk dan duduk, entah mengapa, untuk sesaat aku merasa jika tatapan mata mereka seolah memandangku penuh iba. "Aku buatkan minum sebentar ya, sekalian panggil Mas Bayu. Tadi sih ia sedang mandi, kurasa mungkin sudah selesai," pamitku pada mereka."Alina!" Panggil Mbak Lisa,
Aku terbangun ketika mendengar suara mobil Mas Bayu. Aku duduk, bangkit dari tidurku, melirik sekilas jam weker di atas nakas yang sudah menunjukkan angka sembilan malam, dan bergegas keluar kamar, membukakan pintu untuknya.Raut wajah lelah Mas Bayu langsung terlihat begitu pintu ini terbuka. Setelah mengucap salam, ia langsung menuju kekamar. Membuatku segan untuk bertanya sesuatu.Begitu tiba dikamar, ia langsung beringsut ke kamar mandi. Rasa lelah mungkin membuatnya ingin segera mengguyur tubuhnya dengan air. Aku membuka lemari menyiapkan pakaian ganti untuknya.Besok sore acara lamaran itu akan dilaksanakan, kulirik sebuah paper bag milik sebuah desainer terkenal, aku yakin isinya adalah pakaian yang akan dipakai Mas Bayu di acara lamarannya esok.Aku memejamkan mata sejenak. Entah mengapa rasanya ingin menyentuh paper bag ini, niatku hanyalah ingin memindahkan isinya ke dalam lemari. Namun, akhirnya kuurungkan niatan itu karena tanganku tiba tiba berubah
"Kau yakin akan melakukan hal ini, Bayu? Aku bertanya untuk terakhir kalinya padamu," ucap Mas Adi menatap tajam pada Mas Bayu."Iya mas, maaf jika keputusanku mengecewakanmu," Jawab Mas Bayu mantap."Baiklah, jika kau sudah mantap dengan keputusanmu, aku hanya bisa mengingatkan saja. Ingatlah Bayu, berpoligami itu tidak mudah, jika sampai kau tidak berlaku adil pada salah satu istrimu, maka akan menjadi dosa untukmu, bahkan Rasulullah sendiri melarang pria untuk berpoligami jika khawatir tidak mampu berlaku adil pada istri istrinya, karena perbuatan zhalim kepada wanita adalah dosa yang amat berat disisi syari’at."Aku mengerti, mas. Terima kasih karena telah mengingatkanku.""Ya sudah, sebaiknya kita berangkat, tak enak jika membuat keluarga Kania menunggu," ajak Mas Adi, lalu memandang kearah kami.Mas Adi berjalan bersisian dengan Mas Bayu, sementara aku dan Mbak Lisa, mengikuti mereka dari belakang, tentu saja sambil menggandeng Caca, keponakanku, menuj
PoV. Bayu.Acara tukar cincin ini baru saja selesai, diiringi tepuk tangan para tamu yang hadir. Meskipun acara ini hanya mengundang kalangan terbatas, Namun, tak mengurangi kemeriahannya.Sejak diawal acara aku tak melihat Alina, beberapa kali mataku menyapu ruangan ini mencari keberadaannya, namun, tak kutemukan sosoknya ada diruangan ini.Dimana Alina?Entah kenapa tiba-tiba ada rasa khawatir menyeruak di dada. Kucoba meyakinkan diri jika Alina ada di ruangan ini, sempat terpikir mungkin Alina sedang berada dikamar kecil."Selamat ya, sayang."Ibu Delia, calon mertua ku, memeluk putrinya Kania, sesaat acara tukar cincin ini selesai. Aku membalas ucapannya dengan mengulas senyum ketika tangan itu mengulur memberi selamat untukku.Aku masih mengedarkan pandanganku, mencari Alina di setiap sudut ruangan ini, tapi, sosoknya tetap tak terlihat olehku."Mas, kau tak apa apa?" Suara Kania mengejutkanku, membuatku refleks menoleh padanya. "Tak ad
PoV. Bayu."Apakah selama ini aku telah berlaku zholim pada Alina?"Perasaan kini bercampur aduk. Ku rogoh ponsel disaku celana, mencoba menelpon Alina."Apa yang sekarang ingin kau lakukan, Bayu? Kau ingin menelepon Alina? Cih, Tak perlu, ponsel Alina sudah tak aktif lagi. Lagipula, untuk apa kau ingin mencarinya? Kau hanya akan menambah beban deritanya saja," Sinis Mbak Lisa padaku.Mas Adi tak banyak bicara, seolah apa yang ingin ia katakan sudah diwakili oleh istrinya. Untuk sesaat, aku menyadari jika Mas Adi sangat kecewa padaku.Aku menggeleng pelan, ada rasa kesal, dan amarah bercampur aduk dihatiku saat ini. Hari lamaran yang seharusnya membahagiakanku, tiba tiba berubah kelam.Alina, mengapa kau merahasiakan kehamilanmu padaku? Sejahat itu kah perlakuanku padamu, hingga membuatmu sampai kau tak ingin memberi tahu perihal kehamilanmu ini padaku?Surat dari Alina masih kugengam erat. Kini hanyalah keheningan yang menyapa kami, Raut wajah kecew