Sore itu, Ganesha baru saja selesai dengan urusan pekerjaan. Pria itu mengemudikan mobilnya seorang diri, hendak menuju rumah kekasihnya. Ia baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya ke Jepang, dan memutuskan untuk menemui kekasihnya tanpa mengabari wanita itu terlebih dahulu. Dirinya ingin memberi kejutan pada kekasihnya.
Beberapa meter sebelum tiba di rumah kekasihnya, pria itu justru melihat sang kekasih sedang berjalan memasuki area minimarket bersama seorang pria lain. Ganesha tidak dapat melihat dengan jelas siapa pria itu. Namun, ia sangat mengenali sosok kekasihnya. Mereka bergandengan mesra, dengan kepala wanita itu yang menggelayuti lengan sang pria.Ganesha berdecak. "Sialan!" makinya pada angin. Ia meremas roda kemudinya, lalu kembali menginjak pedal gas. Tujuannya bukan lagi ke rumah sang kekasih, melainkan sebuah hotel bar.Pria itu duduk di sebuah kursi kosong yang ada di dalam bar. Ia menghubungi sebuah nomor milik temannya. Berharap temannya bersedia menemaninya minum.Ganesha memesan minuman sembari menunggu kedatangan temannya. Tidak lama. Hanya beberapa menit saja sebelum akhirnya mereka berdua menghabiskan waktu hingga menjelang malam untuk minum."Aku melihat Sandra bersama pria lain tadi. Arrgh! Sial!" racau Ganesha yang sudah dalam keadaan setengah mabuk.Teman Ganesha mendengarkan dengan saksama ketika pria yang merupakan pengusaha muda itu terus mengumpat dan mengutuk pria yang ia yakini sebagai selingkuhan kekasihnya tersebut."Aku akan menghabisinya nanti!" pungkas Ganesha yang kemudian kembali menenggak segelas kecil minuman keras yang disodorkan oleh temannya.Tak berapa lama kemudian, entah sebab apa, Ganesha merasakan panas di sekujur tubuhnya. Aliran darahnya seperti terpusat pada bagian bawahnya, tepatnya alat vitalnya. Membuat benda itu mengeras di balik celana yang ia kenakan."Sshh .... Apa kau merasa panas?" Ganesha melepaskan dua buah kancing kemejanya. Ia masih berusaha meraih kesadarannya seraya menahan diri dari serangan libido yang tiba-tiba saja meninggi."Kau tidak apa-apa?" tanya temannya.Ganesha menggeleng. "Eungh .... Yah .... Kurasa, aku harus pulang," ucapnya dengan terbata-bata. Bulir-bulir keringat mulai bermunculan di kening serta pelipisnya."Jangan pulang. Sepertinya kau mabuk," ucap sang teman. Ia yang sejak tadi sibuk mengutak-atik ponselnya itu lantas membantu Ganesha untuk keluar dari area bar."Menginap saja malam ini. Aku sudah memesankan kamar untukmu. Kau bisa langsung ke sana. B137."Ganesha menepuk pundak temannya. Ia tersenyum simpul. "Thank's, Bro. Kau benar-benar pengertian," ucapnya sebelum berjalan menuju kamar yang sudah dipesankan oleh temannya tadi.Pria itu berjalan dengan sedikit sempoyongan menuju kamar hotel. Jika hanya efek alkohol, ia bisa menahannya sebab dirinya termasuk pemabuk yang hebat. Namun, efek panas serta libido tinggi yang ia rasakan ini benar-benar menyiksa. Dia harus cepat pergi ke kamar itu, sebelum dirinya memerkosa seorang pelayan wanita di sini.Begitu tiba di depan kamar B137, Ganesha melihat dua orang pria yang ada di sana. Kedua pria itu memberikan kunci pada Ganesha, kemudian bergegas pergi dari sana.Ganesha dalam kondisi terdesak pun tak memiliki waktu untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia memilih untuk segera membuka pintu dan masuk ke dalam.Seorang gadis terlihat menghampiri Ganesha. "Tuan! Tuan, tolong aku! Mereka menculik–""Oh .... Kebetulan sekali." Entah mendapat dorongan dari mana, pria itu meraih pinggang ramping gadis tadi. Ia benar-benar tak bisa mengontrol dirinya kali ini. Terutama saat aroma parfum dari tubuh gadis itu memenuhi indra penciumannya. Benar-benar membuatnya lupa diri."T-Tuan, apa Anda sedang mabuk?" tanya gadis itu."Tolong aku," bisik Ganesha. Ia tidak mengenal gadis ini. Lalu, entah bagaimana gadis itu bisa masuk ke dalam kamar hotel yang dipesankan oleh temannya tadi."M-maksud Tuan?""Aku membutuhkan tubuhmu."Tanpa memberikan kesempatan bagi gadis itu, Ganesha segera mencium bibir gadis asing tersebut dengan begitu bernafsu. Ia mendorongnya hingga membentur dinding, lalu melepaskan kemejanya sendiri dengan gerakan kasar."Tuan, jangan!" pekik gadis itu saat Ganesha membopong tubuh rampingnya menuju ranjang."Sshh .... Tapi aku sudah tidak tahan," ucap pria itu dengan suara beratnya. Kemudian, ia kembali mencumbu gadis yang kini berada di bawah kungkungan tubuhnya.***BRAK!Ganesha tersentak dari lamunannya saat seseorang menggebrak mejanya dengan kasar. Lalu, ia menatap pada gadis yang kini pun menatapnya dengan tajam.Ganesha sedikit memerhatikan penampilan gadis tersebut. Gaun hitam tanpa lengan, pundak yang terdapat bercak merah samar, rambutnya, bibirnya, matanya, dan .... Pria itu melirik ke arah dada gadis itu. 'Ya. Sama,' batinnya."Kau harus membayar dua ratus juta untuk yang kemarin malam!" gertak Geisha pada pria di depannya.Ganesha menghela napas. "Sudah kubilang, itu bukan suatu kesengajaan."Geisha bertambah geram. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Apa maksudmu bukan sengaja?! Kau memerkosaku!" ucap Geisha nyaris berteriak."Heish .... Pelankan suaramu," peringat Ganesha. Pria itu menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ia mengingat dengan jelas bagaimana dirinya kemarin menggauli gadis ini. Bagaimanapun juga, itu yang pertama baginya. Jujur saja, ia juga cukup menikmati malam itu."Aku hanya dijebak. Seseorang memberiku obat perangsang." Ganesha memberi alasan."Aku tidak mau tahu! Bayar, atau aku akan–""Akan apa?" sela Ganesha, memotong kalimat Geisha."Aku .... Aku ...." Geisha melirik ke sana kemari. Lalu, ia melihat sebuah papan nama bertuliskan 'Direktur Utama' di atas meja. "Aku akan memberitahu seisi kantor, bahwa kau telah memerkosaku semalam!"Ganesha berdecak pelan. "Kau pikir, kau bisa melakukannya?" Ia tersenyum sinis. "Mereka tidak akan memercayaimu.""Oh, ya?" Geisha mengangkat dagunya, seakan menantang pria di hadapannya itu. "Pemilik rumah bordil yang menjualku telah membekali aku dengan sebuah kamera mikro yang terpasang di kepala ranjang. Jadi, semua kegiatan panas kita semalam sudah terekam."Ganesha terperangah mendengar penuturan gadis itu. Ia sampai ternganga dibuatnya. "Jangan macam-macam!"Pria itu merasa kalut. Jika sampai orang-orang tahu bahwa dirinya tidur dengan seorang wanita penghibur, reputasinya akan hancur. Usaha yang ia bangun dari nol dengan susah payah juga akan ikut hancur, imbas dari perbuatannya. Orang-orang akan mulai mencibirnya, lalu kekasihnya pun akan meninggalkan dirinya. Dan Ganesha tidak ingin itu terjadi."Aku tidak peduli!" Gadis itu mulai terisak. "Aku dijual oleh rentenir melalui rumah bordil demi melunasi hutang orang tuaku! Tapi kau– kau tidak mau membayarnya!"Ganesha menelan ludahnya dengan susah payah."Aku terancam akan dijual kembali pada pria lain untuk melunasi hutang!" seru Geisha lagi. Ia hampir putus asa menghadapi pria kaya ini.Ganesha memijat pangkal hidungnya. Sebenarnya, ia bisa saja membayarnya. Namun, sangat tidak mungkin jika nomor rekeningnya ia gunakan untuk bertransaksi dengan nomor rekening seorang germo dari rumah bordil yang kondang itu. Itu sama saja mencoreng namanya sendiri."Bagaimana jika–" Ganesha menarik napasnya dalam-dalam, sebelum melanjutkan, "Aku akan memberimu satu milyar. Tapi, dengan satu syarat.""Syarat apa?""Kau harus menjadi pelayan pribadiku.""Sayang? Kau sudah pulang?" Wanita itu memeluk tubuh pria yang berdiri di depan pintu masuk rumahnya.Ganesha. Pria itu tersenyum tipis saat mengurai pelukan mereka. "Aku merindukanmu.""Ayo, masuk," ajak wanita tersebut. Ia membawa Ganesha ke ruang tamu rumahnya. "Biar aku buatkan minum–""Tidak usah," cegah Ganesha. Pria itu menarik tangan wanita tadi untuk kembali duduk di sampingnya. Ia lantas menatap wanita yang merupakan kekasihnya itu dengan tatapan serius."Ada apa?" tanya Sandra dengan wajah bingung."Kau tidak merindukanku?" Ganesha menatap ke dalam mata wanita itu, yang berusaha menghindari kontak dengan dirinya."Tentu saja aku rindu." Sandra sedikit memalingkan wajahnya."Aku sudah pulang sejak kemarin. Aku berniat menemuimu di rumahmu saat itu," ucap Ganesha.Sandra terlihat sedikit terkejut. Meskipun wanita itu dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya, tetapi Ganesha tetap menyadarinya. "Kau ke rumahku? Maafkan aku. Kemarin aku sedang pergi bersama temanku," ucap Sandra d
"Tidak mau!" jerit Geisha. Gadis itu lantas memekik saat pria bertubuh tinggi besar itu merengkuh tubuhnya dan mulai menciumi pundaknya."Sayang sekali. Ada bekas kissmark lain di tubuhmu. Tapi tidak masalah. Aku bisa menggantinya nanti." Pria dewasa berusia empat puluh lima tahunan itu berucap dengan suara beratnya."Jangan, Tuan. Aku ... berjanji akan melunasinya," ucap Geisha dengan suara bergetar. Seluruh tubuhnya bergemetar sebab ketakutan.Bayangan tentang kegiatan semalam bersama Ganesha kembali menghampiri ingatannya. Sakit di bagian bawah tubuhnya masih terasa begitu ngilu setiap ia berjalan atau berlari. Tidak mungkin jika pria dewasa ini akan memaksa dirinya kembali seperti yang dilakukan Ganesha semalam."Kau sama seperti orang tuamu. Hanya berjanji, tanpa memberi bukti nyata," ucap pria itu dengan nada sinis. Ia lantas meraih sisi wajah Geisha. Menangkup pipi gadis itu dengan tangan besarnya. Geisha terlihat begitu mungil di hadapan pria bertubuh kekar itu."Aku baru saja
Ganesha membawa Geisha keluar dari mansion. Di luar hujan deras. Ia memerhatikan tubuh gadis yang hanya terbalut sebuah gaun malam seksi tersebut. Gadis itu bergemetar. Mungkin Geisha merasa kedinginan. Jadi, Ganesha memutuskan untuk melepaskan jas yang dikenakannya, kemudian memakaikannya pada gadis itu. Geisha terkejut menerima perlakuan Ganesha. Ia menatap pria itu dengan ekspresi wajah yang lugu. "Di luar hujan deras. Kau bisa sakit jika hanya memakai pakaian seperti ini," ucap Ganesha yang seakan mengerti dengan maksud tatapan gadis itu. Pria itu lantas menuntun tubuh Geisha untuk masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan. Setelah itu, ia sendiri menyusul masuk melalui pintu seberang. "Lukamu harus diobati. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar Ganesha seraya menyalakan mesin mobilnya. "Tidak perlu," sahut Geisha. Ia merasa tidak nyaman bila harus pergi ke rumah sakit hanya dengan pakaian seperti ini. "Hanya luka kecil. Akan sembuh dengan sendirinya." "Baiklah. Te
Ganesha keluar dari mobilnya, kemudian membuka pintu mobil di sisi kiri. Ia membantu Geisha untuk turun dari sana. Setelahnya, pria itu berjongkok di hadapan gadis tersebut. "Cepat, naik ke punggungku!" Geisha ingin menolak tawaran pria tersebut. Namun, tubuhnya benar-benar lemas dan pandangannya sedikit berkunang-kunang. Akhirnya, meski dengan perasaan ragu, ia naik ke punggung Ganesha. Pria itu berdiri dengan menggendong tubuh Geisha. Ia menutup pintu mobil dengan kakinya, kemudian sedikit berlari masuk ke dalam ruang IGD. Hujan sudah berhenti. Namun, rasa panik yang disebabkan oleh gadis ini belum juga reda. "Dokter, tolong!" pekik Ganesha saat ia telah mencapai ruang IGD. Beberapa orang yang tampak berjaga di dalam area tersebut pun lantas mendekati pria itu dengan langkah tergopoh-gopoh. "Ada apa, Tuan?" "Ada apa, ada apa! Kau tidak lihat, aku membawa orang sakit?!" ketus Ganesha, antara kesal bercampur panik. "B-baringkan di sini." Seorang pria berpakaian serba putih menunj
"Lagi?" Geisha menatap nanar pada langit-langit kamar tempatnya berbaring. Perasaan déjà vu menghampirinya. Ia pernah mengalami ini sebelumnya. Tepat satu minggu yang lalu. Ketika seorang pria menerobos masuk ke dalam hotel, kemudian menggaulinya tanpa ampun.Ganesha tidak akan menanggapi teriakan memohonnya. Pria itu hanya peduli pada usahanya dalam mencapai puncak kenikmatan itu sendiri. Meski Geisha meraung dan memakinya dari bawah."Aku akan melaporkanmu ke polisi!" sergah Geisha seraya berusaha bangun dari posisinya yang semula masih berbaring telentang di atas ranjang."Atas dasar apa?" Ganesha yang berdiri di samping ranjang itu pun melirik sekilas kepada gadis yang kini terlihat duduk bersandar pada kepala ranjang tersebut. Pria itu bahkan belum sempat memakai kausnya. Hanya celananya saja yang sudah ia pakai kembali."Kau memerkosaku! Sialnya aku! Aku sempat menganggapmu berhati malaikat karena mau mengurusku selama aku terbaring sakit kemarin! Tidak ku sangka, kau justru mela
Ganesha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia berkejaran dengan waktu saat ini. Dirinya tidak boleh sampai kehilangan jejak Geisha. Gadis itu bisa saja melakukan hal yang mungkin merugikannya di masa depan.Bila menelaah dari informasi yang diberikan oleh orang-orang suruhannya tadi, mereka mengatakan bahwa Geisha sudah lepas dari pengawasan mereka sejak setengah jam yang lalu. Itu tandanya, ada kemungkinan bila gadis itu sudah berada cukup jauh dari lokasi kontrakannya. Jadi, datang ke kontrakan bukanlah solusi yang tepat."Sial. Bagaimana bisa gadis seperti Geisha melumpuhkan pengawal yang aku perintahkan untuk menjaganya?!" geram Ganesha seraya memukul roda kemudinya.Pria itu mencoba berpikir keras di tengah kegiatan menyetirnya. Ke mana kira-kira seorang gadis yatim piatu akan pergi? Lagi pula, Geisha tidak memegang uang sama sekali. Dompet serta ponsel, juga benda-benda berharga lain kini sudah berada di tangan anak buah Ganesha yang tadi mengantarkan gadis
"Apakah masih sakit?"Gadis itu mengangkat wajahnya untuk menatap pria yang kini berdiri di hadapannya. "Maksudmu?"Ganesha menyodorkan sebotol air mineral ke hadapan Geisha. "Apa ...." Pria itu melirik pada kaki Geisha yang tersilang duduk di sofa ruang tamu apartemennya. "... rasanya masih sakit?""Apa yang terasa sakit? Aku tidak mengerti maksudmu." Geisha kesulitan membuka penutup botol mineral yang masih baru tersebut. Membuat Ganesha kembali merebut botol itu, lalu membukanya untuk Geisha."Genitalmu."Geisha yang tengah menenggak air mineral itu pun hampir tersedak mendengar ucapan Ganesha. Gadis itu terbatuk-batuk. Membuat sebagian air yang masih ada di dalam mulutnya tersembur dan membasahi pakaiannya."Dasar ceroboh," komentar Ganesha seraya meraih tisu di meja untuk membantu mengusap dagu, leher, serta pakaian Geisha yang basah. Ia berlutut di hadapan gadis itu."Menyingkir!" Geisha memekik kala tangan Ganesha bergerak mengusap pakaiannya di area dada. Ia bahkan menampik tan
"Siapa gadis ini, Ganesh?" Nyonya Clarissa yang sudah duduk di sofa itu pun kembali bertanya kepada putranya. Ia menatap Ganesha yang kini duduk bersebelahan dengan Geisha."Saya ....""Dia sekretaris baruku di kantor!" sela Ganesha dengan cepat, memotong ucapan Geisha."Oh .... Ibu pikir, dia kekasih barumu." Wanita paruh baya itu menitikkan pandangannya ke arah gadis yang duduk di samping putranya.Geisha menundukkan kepalanya. Ia merasa kurang nyaman dengan tatapan intens yang Nyonya Clarissa layangkan pada dirinya.Ganesha tersenyum sinis tatkala memalingkan wajahnya ke samping."Bagaimana kondisi kantor, Nona ...?" Nyonya Clarissa masih menatap Geisha yang masih enggan terlibat kontak mata dengannya.Geisha tergagap mendengar pertanyaan dari ibunya Ganesha. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa, sebab dirinya tidak tahu menahu perihal dunia kerja. Ia hanyalah mahasiswi semester lima sebelum ini. Sebelum dirinya dikeluarkan sebab tak bisa membayar tunggakan biaya."Untuk apa Ibu be