"Apa aku masih hidup? Mengapa kamu ada di sini?"
Inara yang baru membuka matanya tampak begitu bingung kala menemukan dirinya tidaklah mati. Dia justru berada di sebuah ruangan rumah sakit VVIP dan ditemani oleh Rizky–pria yang dulu merupakan kekasihnya sebelum menikahi Bram.Sebenarnya, apa yang terjadi?Menyadari kepanikan Inara, Rizky pun berjalan mendekat ke samping perempuan itu. "Tentu saja kamu masih hidup. Kini kita ada di Korea dan baru saja melakukan operasi bedah plastik," jelasnya cepat.Waktu itu, kondisi Inara memang sangat kritis dan harus mendapatkan perawatan intensif.Hal ini membuat Rizky langsung menghubungi dokter pribadinya untuk mendampingi Inara. Mendengar tim terbaik operasi plastik ada di Korea, pria itu pun menyuruh sang asisten menyiapkan jet pribadinya untuk penerbangan ke Korea.Dia ingin perawatan terbaik untuk wanita yang dicintainya itu."Korea? Bedah plastik? Memang, ada apa dengan wajahku?" bingung Inara lagi.Entah mengapa, kepalanya seolah tak bisa mengingat apa pun.Ketika dia mencoba mencari tahu, kepalanya justru mulai terasa begitu sakit.“Arrgh!” erangnya.Rizky sontak memegang pundak perempuan itu lembut. “Jangan dipaksa bila tak bisa,” ucapnya menyadari kondisi Inara.Namun, dia curiga kepala perempuan itu sempat terbentur, hingga melupakan kejadian sebelumnya.Jadi, Rizky bergegas memanggil dokter yang bertugas di sana untuk melakukan pemeriksaan.Dalam diam, Inara memperhatikan kesigapan pria yang sejak dulu dicintainya itu.Sikap Rizky juga masih sama saat dulu mereka dekat.Hati Inara seketika menghangat. Seketika, dia tersadar satu hal.‘Apakah aku masih mencintainya?’******"Bagaimana, Dok? Apa benar, dia mengalami amnesia?”Terlihat kecemasan di wajah Rizky setelah sang dokter selesai melakukan pemeriksaan."Hanya mengalami amnesia ringan. Ada hal yang dia ingat, dan ada juga yang tak dia ingat. Perlahan, ingatannya akan kembali pulih. Jangan terlalu dipaksakan, biarkan dia mengingat dengan sendirinya!" jelas sang dokter.Rizky pun menganggukkan kepalanya, tanda mengerti. Dengan telaten, dia memastikan Inara beristirahat dan menerima perawatan terbaik.Semburat merah pun muncul di wajah Inara kala mengingat segala yang pria itu lakukan beberapa hari ini.Inara akhirnya juga bisa mengingat kejadian yang mengakibatkan dirinya terluka.Setelah diperlakukan begitu kejam oleh tiga orang tak berhati, kini dia merasa begitu dicintai. Dia siap menceritakannya pada Rizky.“Kamu sakit? Mengapa wajahmu memerah?” tanya sang mantan mendadak membuat Inara terperanjat.“Ti–tidak apa. Mungkin, aku hanya kepanasan,” ucap Inara mencari alasan.Alis mata Rizky sedikit naik, seolah tak percaya. Namun, dia memilih mengangguk dan membiarkannya saja.“Oh, iya. Aku sudah mengingat kejadian beberapa waktu lalu,” ucap Inara mengalihkan pembicaraan.“Benarkah?”Inara mengangguk.Perlahan, perempuan itu pun menceritakan kejadian malang di malam itu yang merupakan perbuatan mantan suaminya, mantan mertua, dan kekasih suaminya."Apa kamu bisa membantuku untuk menghancurkan mereka? Aku ingin membalas dendam kepada mereka agar mereka merasakan penderitaanku. Maaf, jika merepotkan," ucap Inara lalu menunduk.Meski Rizky begitu baik, dia tak tahu apakah pria ini mau menolongnya?"Aku bisa saja membantumu. Namun, itu tak gratis. Kamu harus membayarnya nanti.""Maksudmu?" Inara menanyakan kepada Rizky untuk memastikannya.Bukannya menjawab, Rizky justru tersenyum miring. “Tidak usah dipikirkan. Yang jelas, itu tak akan merugikanmu,” katanya cepat, “untuk sekarang, fokuslah pada perawatanmu.”Jantung Inara berdegup kencang. Terlebih, dia merasakan pria itu mengusap rambutnya lembut.Sementara itu, di tempat berbeda, Bram sedang bersiap untuk memberikan laporan palsu tentang ketiadaan sang istri di rumah.Dia akan mengatakan bahwa Inara pergi meninggalkan rumah dengan seorang laki-laki dan tak kunjung kembali.Dengan begitu, Bram akan mudah mengurus proses perceraiannya dengan Inara karena papi dan ayah mertuanya tak bisa menyudutkannya.Tak ada pula alasan sang papi untuk menarik semua fasilitas darinya karena bukan dirinya yang “meninggalkan” Inara."Aku sudah tak sabar ini melihat reaksi papi dan mantan bapak mertuaku. Hahahaha."Bram tiba-tiba tertawa dan tersenyum penuh kemenangan.Dengan cepat, dia mengendarai mobilnya menuju rumah orang tuanya, lalu mencari keberadaan sang papi."Mau apalagi kamu datang ke sini? Papi benar-benar kecewa dengan kamu. Papi minta sekarang, kamu kembalikan mobil yang kamu pakai saat ini. Kamu sudah tak berhak menikmati mobil itu," ucap Papi Susilo ketus kepada sang anak.Dia langsung merebut kunci mobil itu, dari Bram, dan juga mengusir Bram dari rumahnya."Pi, aku mohon dengarkan aku dulu! Ada berita penting, yang harus papi ketahui."Papi Susilo langsung berhenti mengusir Bram, dan kini menatapnya serius. “Apa itu?”"Semalam, Inara pergi meninggalkan rumah bersama seorang laki-laki. Dia meminta aku mengurus perceraian dengannya karena dia ingin menikah dengan laki-laki itu," jelas Bram kepada sang papi."Hah?" pekik Pak Susilo terkejut."Inara melakukan hal itu? Tidak, Itu tidak mungkin! Inara tak mungkin semurah itu. Pasti, kamu sedang membohongi papi 'kan? Agar kamu bisa bersama wanita itu, dan tetap mendapatkan fasilitas dari papi?" tambahnya lagi.Meski Susilo terlihat kuat dan tak percaya dengan ucapan sang anak, tetapi dadanya terasa sakit.Dia segera memegang dadanya, karena terkena serangan jantung.“Bram!” teriak pria paruh baya itu meminta pertolongan, “Papi–”Namun bukannya cepat menolong, Bram justru terlihat santai.Dia tersenyum melihat keadaan Susilo.Baginya yang sudah cinta buta terhadap Monika, dia berharap papinya pergi meninggalkan dunia untuk selamanya.Demikian, dia bisa menguasai semua harta kekayaan papinya.Mami Diana yang sedari tadi memperhatikan itu semua, tampak terkejut.Dia pikir sang anak akan menolong Susilo. Namun, Bram hanya tersenyum saja?Segera, Diana menepuk keras bahu sang anak. "Bram, ayo kita tolong papi! Mengapa kau diam saja? Bagaimana kalau sampai nyawa papi tak tertolong?"“Baik, Mi. Maaf, tadi Bram terlalu syok,” ucapnya penuh alasan.Dengan terpaksa, dia membawa Pak Susilo ke rumah sakit.Hanya saja, tanpa seorang pun tahu, pria itu sangat bahagia."Ini baru papi. Aku ingin lihat reaksi kedua orang tuanya Inara saat mereka tahu anak mereka menghilang tanpa jejak. Semoga saja si Yusuf langsung mati, agar tak menyusahkan lagi," kata Bram dalam hati.“Kuharap Papi cepat mati! Hari ini aku akan bertemu si Yusuf, teman kebanggan papi itu. Aku ingin lihat dia serangan jantung juga. Hahaha….”Bram tertawa puas lalu pergi meninggalkan Susilo di tempat tidur.Ini sudah beberapa minggu sejak pria itu ampal. Dia memang berhasil melewati masa kritisnya. Namun sayangnya, Susilo mengalami stroke berat. Tubuhnya tak dapat digerakkan dan Susilo tak lagi bisa bicara. Jadi, Bram-lah yang kini memegang posisi kepemimpinannya dengan arogan.Parahnya, sang istri juga menjadi berubah. Diana tak sabar merawat sang suami dan justru tampak mendekati pria lain. Segala urusan Susilo diserahkan pada perawat."Selama ini, aku selalu membahagiakan kalian dengan fasilitas mewah. Ya Allah apa salahku? Mengapa engkau uji seperti ini? Di mana Inara sebenarnya? Mengapa aku merasa, ada sesuatu yang istri dan anakku tutupi dariku?" batin Susilo pedih.Air matanya menetes satu per satu. Kini, dia bahkan tak tahu bagaimana caranya menemui Yusuf, sahabatnya, nanti.
Sesuai janji, Inara pun pergi ke perusahaan Rizky setelah bersiap-siap sejak pukul 4 pagi.Kini, sebuah gedung pencakar langit di daerah bisnis Jakarta menyambut Inara.Perempuan cantik itu terdiam.Perusahaan milik Rizky tampak jauh lebih besar dari milik keluarga mantan suaminya dulu. Hal ini membuat Inara semakin gugup kala mengingat bahwa dia akan menjalani hari pertama bekerja di sana.Namun, dia menguatkan diri. Dengan elegan, dia menuju ke bagian resepsionis."Permisi Mba, saya sepupu Pak Rizky. Apa saya bisa bertemu dengannya?" sapa Inara sopan.Sang resepsionis memperhatikan Inara yang tampak cantik dan seksi, serta barang-barang branded melekat di tubuhnya.Ada kekaguman di mata resepsionis itu pada Inara. Namun, gadis itu tak terlalu menyadarinya."Sebentar ya, Kak. Pak Rizky belum sampai kantor," jelas sang resepsionis cepat. Inara pun menganggukkan kepalanyaUntungnya, tak lama kemudian Rizky datang. Pria tampan itu mengajak Inara masuk ke ruangannya. Sesuai dengan renc
Inara tersenyum. Diam-diam, dia bersorak dalam hati karena Bram sudah mulai masuk perangkapnya."Dia bosku di perusahaan tempatku bekerja. Dia memang kerap mengajak aku, untuk menemani dia. Sebaiknya, kamu pergi dari sini! Nanti istri kamu akan marah padamu, jika melihat kamu mengobrol padaku," sahut Inara pura-pura bodoh."Istri? Aku sudah bercerai, dia meninggalkan aku dengan selingkuhannya. Wanita yang datang bersamaku, bukan istriku. Dia hanya sedang dekat denganku. Tapi, sepertinya aku akan tergoda denganmu. Apa aku boleh berkenalan denganmu? Siapa nama kamu? Saat bertemu kamu, aku merasa seperti sudah mengenal kamu dekat. Mungkinkah, aku jatuh cinta pada pandangan pertama," ucap Bram dengan tak tahu malunya.Inara tertawa. Ucapan Bram begitu lucu terdengar di telinga Inara. Dia tak menyangka, kalau Bram akan secepat itu tergoda dengannya. Sungguh menjijikan!"Ternyata, kamu bukan laki-laki yang setia. Aku kira, setelah kamu melenyapkan aku. Kamu akan menikahi kekasih tercintamu
Rizky tersenyum mengingat wajah Inara yang tampak terkejut.Rasanya, pria itu ingin memeluknya dan tak melepaskan Inara selamanya. Sayangnya, dia masih harus menahan diri.Rizky pun mencoba fokus ke rencana berikutnya."Assalamualaikum."Sesuai janjinya pada Inara, Rizky datang menemui ibunya. "Waalaikumsalam," balas wanita paruh baya itu, tetapi wajahnya terkejut kala menyadari siapa pria di depannya, "Rizky?"Pria tampan itu sontak melebarkan senyumannya. Ternyata, dugaannya tak salah. Ibu Inara memang masih mengingatnya, meskipun dia gagal menikah dengan anaknya. Tentu saja, ini kesempatan baginya untuk mendekati Bunda Annisa. Tak butuh waktu lama, Rizky diajak masuk ke dalam rumah. Mereka kini sudah berada di ruang tamu. "Bunda kenapa?" Rizky bertanya. Entah mengapa, Bunda Annisa seketika menangis. Melihat Rizky, dia menjadi teringat anaknya yang belum juga ditemukan. "Pasti kamu ingin menemui Inara 'kan? Inara hilang, Nak," ucap Bunda Annisa sembari sesegukan, "mantan sua
Buah tak jatuh jauh dari pohonnya.Itulah yang terjadi pada Mami Diana dan Bram.Cinta dapat membutakan mata ibu dan anak itu, seperti saat ini."Felisa?" kejut Bram menyadari wanita yang menarik hatinya sedang berada di ojek online. Dia langsung melajukan mobilnya kencang dan berhenti di depan motor Felisa.CITTT!Supir ojek pun akhirnya langsung mengerem secara mendadak."Mobil siapa sih? Bikin orang celaka saja!" gerutu Inara.Namun, perempuan itu seketika terkejut saat melihat Bram turun dari mobil menghampiri dia. Pria itu tampak arogan dan penuh kepercayaan diri.Inara menghela napas. Bram memang memiliki wajah tampan, tapi masih kalah jika dibandingkan Rizky. Kekayaan Rizky pun lebih melimpah, tetapi dia rendah hati.Inara menggelengkan kepalanya karena pikirannya terus saja ke Rizky."Hai, akhirnya kita bertemu lagi," ucap Bram yang terlihat tersenyum. "Sayangnya, aku tak suka dengan pertemuan kita ini. Kamu hampir saja membuat aku kecelakaan," sahut Inara ketus. Bram tersen
Bram dan Inara tampak terkejut.Pria itu bahkan seketika marah. "Anda itu hanya bosnya, tak ada hak akan hidupnya! Saya akan menikahi Felisa, dan menyuruh dia berhenti dari perusahaan Anda. Saya akan memberikan dia fasilitas mewah. Membayar berkali-kali lipat gajinya di perusahaan Anda!" ucap Bram dengan sombongnya."Selama Anda belum meninggalkan kekasih Anda, Saya tak akan mengizinkan sekretaris saya bersama Anda! Felisa wanita baik-baik. Bukan wanita murahan yang hanya Anda jadikan tempat pelampiasan nafsu saja!"Ucapan Rizky yang tepat sasaran membuat wajah Bram terlihat memerah. Dia juga tampak mengepalkan tangannya."Tak perlu marah seperti itu! Ada harga yang harus terbayar. Jangan menganggap wanita bisa dibayar dengan uang, yang rela menyerahkan tubuhnya semudah itu," sindir Rizky. Rizky langsung menarik tangan Inara meninggalkan restoran itu. "Brengsek!"Bram tak terima. Dia berniat untuk bertindak nekat memaksa Inara menikah dengannya. Di dalam mobil Inara tampak bertengka
"Sayang, sepertinya aku butuh liburan. Apa kamu bisa memberikan aku uang?" rayu Monika. Ide yang bagus bagi Bram. Dengan seperti ini, dia bisa dekat dengan Inara. "Ya, pergilah! Kamu butuh liburan menjelang pernikahan kita. Apa 10 juta cukup?" ujar Bram. "20 juta. 10 juga tak akan cukup," sahut Monika. Bram tak ingin berdebat. Dia langsung transfer sejumlah uang yang Monika inginkan. Monika tampak tersenyum bahagia. Akhirnya dia bisa pergi berlibur dengan selingkuhannya. Hubungannya dengan Bram akhir-akhir ini begitu menjenuhkan. Dia membutuhkan liburan. Monika tampak sudah bersiap-siap. Dia tak peduli pada Bram yang terlihat cuek kepadanya. Bagi Monika yang terpenting, Bram masih terus memberikan dia uang. Memenuhi keinginannya. "Sayang, apa kamu tak ingin mengantarkan aku ke bandara?" Monika tampak berbasa-basi. Dia yakin, Bram tak akan mau. "Maaf, aku tak bisa mengantarkan kamu! Aku harus segera sampai di kantor secepatnya. Have fun ya liburannya. Kabari aku, jika kamu mau
"Yeay!" teriak Bram dan Diana bahagia.Rencana mereka berhasil! Meskipun perbuatan yang mereka lakukan salah, keduanya sudah gelap mata. Mami Diana bahkan bersedia membantu Bram terlepas dari Monika. Jadi, di sinilah Bram berniat menemui Felisa, dan menunjukkan keseriusannya. Bram memang seperti tak waras, jika sudah jatuh cinta dengan wanita. Padahal dulu, dia begitu mencintai Monika, dan kini kedudukannya sudah di ganti Felisa. "Biarkan saja dia senang-senang dulu Bram. Setelah dia pulang, Mami baru akan menemui dia. Coba kamu ajak wanita itu ke rumah! Mami ingin mengenal, wanita yang membuat kamu begitu tergila-gila," Mami Diana berkata kepada sang anak.Susilo kini hanya bisa diam tak berdaya. Berharap ada orang iba kepadanya, dan menyelamatkan dia. Jika Allah mengizinkan dan memberikan dia kesempatan hidup. Dia ingin membalas semua perbuatan anak dan istrinya. Dia tak rela perusahaan miliknya bangkrut, karena anaknya. Rizky mengerem mobilnya secara mendadak, membuat Inara ka