Share

Water 104

Dengan rasa malas Emi harus bangun pagi untuk bersekolah yang membuatnya hanya bisa pasrah dengan semua ocehan berisik mamanya yang terus mengulangi perkataannya tentang langkah baru yang membuat Emi menyesal dapat melihat langit kamarnya.

"Nanti saat di sekolah kau jangan kebanyakan diam, karena itu tidak baik untukmu. Cobalah berbicara dengan teman sekelasmu. Misalnya, tanyakan apa mereka bersenang-senang dengan musim dinginnya? Atau kau bisa bicarakan hari musim dinginmu kepada mereka!" 

"Akan kucoba!" jawab Emi lalu pergi berpamitan, sebelum ia benar-benar akan gila jika lebih lama lagi di dalam bersama mamanya dan semua mimpi buruk yang ia mimpikan tadi malam.

Emi begitu malas dengan semua orang-orang yang di sekitarnya. Ia tidak suka bersekolah di sekolah umum karena itu sangat melelahkan bagi seorang Emi tetapi ia tidak punya pilihan lain. 

Lalu dengan langkah pelan Emi berjalan menuju sekolahnya yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Dan sialnya, ia lupa membawa sepeda untuk mempersingkat perjalanan membosankan ini.

"Kenapa harus sekolah kalau bisa tidur?"

"Kenapa harus tidur kalau bisa makan?"

"Kenapa harus makan kalau bisa makan pangkat dua?"

"Haha, makan-makan!" tawa Emi dengan lagu yang ia ciptakan sendiri dari beberapa menit yang lalu.

Emi kembali bersenandung tanpa memperdulikan wajah orang-orang yang di sekitarnya saat mendengar lagu indah miliknya. Emi tidak perduli akan itu, karena yang terpenting jiwanya dapat menghadapi masalah yang tengah ia hadapi. Dan Emi sadar jika tidak akan ada orang lain yang datang untung menolongnya sekalipun ia mati.

Tanpa terasa Emi telah sampai di depan pintu kelasnya yang begitu berisik dengan semua ocehan bodoh tentang musim dingin yang di temani dengan boneka salju yang telah meleleh karena hujan semalam dan hari ini hanya akan salju sepanjang hari.

Dengan hati berbunga-bunga Emi menjatuhkan bokongnya ke atas kursi yang sudah satu bulan lebih ia tinggalkan. Walau kadang ia datang kemari karena harus mengerjakan tugas bodoh yang gurunya berikan.

"Nikmatnya." batin Emi kesenangan.

Tetapi sebelum semua kebahagiaan itu datang untuk Emi. Tiba-tiba seorang anak laki-laki duduk di sampingnya dengan sebuah coklat dan setangkai bunga Mimosa di tangannya yang sepertinya Emi pernah lihat.

Walau Emi tidak suka dengan penganggu itu bukan berarti Emi akan marah-marah untuk kebahagiaan yang telah hancur berkeping-keping karena ulahnya. Emi tidak akan melakukan hal bodoh yang orang lain lakukan sebab Emi bukan salah satu dari orang bodoh itu.

"Emi!"

Mendengar seseorang memanggil namanya membuat Emi seketika menoleh ke arah sumber suara. Hingga ia mendapati sang penganggu itu tersenyum kepadanya. 

Dan paling menjengkelkan orang bodoh itu sepertinya senang melihat wajah kesal Emi, membuat Emi seketika teringat akan ucapan mamanya yang berkata harus bersikap sopan kepada siapapun walau sekalipun itu orang gila.

"Kau memanggilku?" tanya Emi dengan sopan seolah tak ada yang terjadi.

Anak laki-laki itu menjawab, "Tidak."

Emi mengangguk paham lalu menyusun semua buku-bukunya ke dalam laci dan tentunya sebuah buku harian yang selalu ia bawa. Kemudian Emi menggambar seekor kupu-kupu merah yang tak sengaja lewat dari balik jendela yang tepat disampingnya.

Belum lagi Emi menyelesaikan gambarannya, wali kelasnya telah datang dengan seorang anak perempuan yang sangat cantik. Bahkan Emi yakin jika ia seorang laki-laki mungkin secepatnya akan menikahinya walau Emi tidak tahu akan memberinya makan dengan apa.

"Haha, mungkin dengan wajah tampanku." batin Emi tertawa walau tangannya masih saja sibuk dengan kupu-kupu kertasnya. 

Tidak seperti dengan teman-teman sekelasnya yang sangat antusias dengan pemandangan yang tersaji di depan mata mereka, kecuali orang bodoh di sampingnya yang terus saja tersenyum padanya.

Entah apa yang wali kelasnya ucapkan, Emi tidak mendengarnya sama sekali. Bahkan Emi tidak berniat untuk melihat wajah wanita yang sangat mirip dengan mamanya atau mungkin itu adalah mamanya. Tetapi itu tidak pernah terjadi karena mamanya tidak pernah memakai sepatu high heels.

"Siap!"

Seekor kupu-kupu telah terbentuk di dalam buku hariannya membuat rasa bangga menyelimuti Emi saat ini. Hingga tanpa sadar Emi melempar ujung rambutnya ke udara dan suara tawa pun terdengar di telinganya.

Emi melihat ke samping, namun anak laki-laki itu telah menghilang. Tetapi tidak sampai pikiran Emi berkeliaran, ia mendengar suara yang sepertinya ia kenal sekarang tengah berdiri di depan bersama anak perempuan cantik itu.

"Namaku Queen Christy. Aku berharap dapat berteman dengan kalian semua!" ucap anak perempuan itu dengan wajah malu-malunya.

"Lalu perkenalkan namamu, nak!" titah wali kelas Emi kepada seorang anak laki-laki yang tadi di samping Emi, membuat Emi terlonjak kaget jika mengira ia adalah teman sekelasnya yang tidak pernah ia kenal.

"Evan. Kalian bisa memanggilku dengan Epan jika kalian sedang kesal denganku. Atau Erang jika kalian sedang marah padaku. Dan Evan Williams jika kalian ingin berteman denganku!"

Mendengar itu sontak seisi kelas tertawa akan candaan anak laki-laki itu. Walau Emi tidak ikut, karena ia merasa itu hanya ucapan bodoh atau lebih tepatnya seorang badut yang sedang menghibur bayi kecil yang tengah menangis.

"E panci jika aku sedang ingin mengejekmu, haha." batin Emi tertawa dengan ide cemerlang yang keluar dari kepala pintarnya dan itu membuat moodnya menjadi lebih bagus dari sebelumnya.

"Kalau begitu Evan, kau boleh duduk di samping Emi! Dan Queen di sebelahnya. Kalian mengerti?" ucap sang wali kelas dengan lembut. 

Sembari memainkan jemarinya yang baru kemarin ia warnai dengan warna merah membuatnya tampak seperti penyihir kejam di dalam cerita snow white. Tetapi sang wali kelas tidak tahu itu, karena yang ia inginkan hanya terlihat cantik dan anggun di usianya yang tidak lagi muda.

Kedua bocah itu mengangguk lalu duduk seperti yang wali kelasnya ucapkan. Anak laki-laki yang bernama Evan itu sekilas menatap wajah Emi membuat Emi seperti sedang di pantau. Atau lebih parahnya sedang di intai seperti film penjahat yang ia tonton dari media sosial.

"E mie jika aku sedang ingin mengejekmu!" ucap Evan kepada Emi. 

Lalu ia duduk di kursinya tanpa melepaskan kontak mata dari anak perempuan yang dapat membuatnya sedikit lebih bahagia di musim dinginnya yang terlalu indah untuk di akhiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status