Melihat bagaimana lembutnya Dean memperlakukan Mirela, petugas hotel wanita itu terpaku tidak bergerak di tempatnya. Dia membayangkan kalau saja yang mendapatkan perlakuan itu adalah dirinya sendiri, betapa bahagianya.Dia baru tersadar setelah mendengar bentakan Dean yang mempertanyakan untuk apa dia masih berada di sini."Maaf tuan, apakah ada hal lain yang tuan perlukan?" tanya petugas wanita itu sopan, tapi tidak meninggalkan kesan genit dari nada suara dan gerak geriknya.Mirela yg berada dalam gendongan suaminya mengangkat wajahnya dan heran melihat sikap genit petugas hotel yang ada di hadapannya saat ini. Mirela mengerutkan kening, biasanya petugas-petugas hotel ini baik yang pria maupun wanita, selalu menampilkan kesan ramah dan sopan, tapi tidak ada nada genit sama sekali dalam suaranya.Dia menatap wajah suaminya ingin tahu apakah suaminya sedang melihat kegenitan petugas itu. Di luar dugaan Mirela, saat ini Dean malah sedang menatap wajah Mirela penuh kelembutan. Sedikitpu
Perkiraan Mirela memang tepat, setelah melakukan hubungan intim dengan Dean, dia benar-benar tidak bisa bangun hingga Dean bergegas mencari dokter wanita untuk mengobati Mirela yang mengeluh sangat sakit di bagian intinya.Dokter itu hanya berdecak saat melihat apa yang terjadi pada daerah intim Mirela yang bengkak. Dia melirik Dean, ada semacam rasa kesal terlintas di wajah dokter itu. Laki-laki ini benar-benar buas, pikir dokter wanita itu sambil mengolesi salep pada bagian intim Mirela.Mirela merasakan sejuk dan nyaman di bagian intimnya saat sang dokter mengoleskan sesuatu di sana. Sedangkan Dean hanya diam menerima pandangan kesal sang dokter yang bolak balik ditujukan padanya. Apakah itu sangat parah? Tanya Dean dalan hati. Dia benar-benar tidak dapat mengendalikan diri saat berhubungan intim dengan Mirela. Itu benar-benar sangat enak hingga Dean merasa enggan untuk berhenti. "Bagaimana?" tanya Dean kepada dokter wanita itu tanpa dapat menyembunyikan rasa ingin tahunya."Ini b
Mirela terdiam mendengar perkataan narsis suaminya. Memang benar suaminya itu memiliki tubuh yang bagus, tapi apakah harus menyanjung diri sendiri seperti itu?"Mengapa kamu diam? Apakah kamu tidak setuju dengan perkataan aku?" tanya Dean saat melihat istrinya itu hanya berdiam diri tidak merespon kata-katanya."Apakah kamu harus memuji diri sendiri?" tanya Mirela sambil tersenyum tidak berdaya."Tentu, bukankah air laut memang asin sendiri?" kata Dean balik bertanya.Mirela langsung terkekeh geli sambil menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya. Dulu dia berpikir Dean adalah orang yang dingin dan tidak banyak omong. Bukankah itu yang selalu dikatakan oleh sahabat dan kakaknya? Tapi ternyata setelah menikah dengannya, Mirela mendapati Dean tidak sedingin yang dipikirkan kebanyakan orang. Kadang dia juga bisa lucu dan polos seperti anak kecil yang menantikan pujian."Baiklah, suamiku memang memiliki tubuh yang bagus dan ideal," puji Mirela pada akhirnya.D
Ini adalah sebuah kesengajaan! Sinta sengaja melukai anaknya agar Dean datang ke rumah ini menemui dirinya dan anaknya. Sejak Dean pindah dari rumah ini, dia tidak pernah datang atau menemuinya. Jika anak ini kangen pada papanya, Dean akan menyuruh kepala pelayan untuk membawa anaknya ke tempat yang dia tunjuk.Bagaimana dengan Sinta? Dia sama sekali tidak diizinkan untuk ikut dalam pertemuan antara Dean dan anaknya.Sinta ingin bertemu, tapi Dean tidak mau. Apapun cara yang Sinta lakukan sepertinya Dean tetap tidak bergeming! Pria itu benar-benar tidak mau lagi menemui Sinta.Sementara Sinta resah dengan kondisi anaknya yang dia buat sendiri, Dean masih memanjakan Mirela yang sakit akibat perbuatannya."Sepertinya aku sudah agak baikan," kata Mirela sambil duduk di tempat tidur. "Kamu sebaiknya menengok anak itu, bagaimanapun dia anak kandungmu!" kata Mirela sambil menghela napas panjang."Apakah kamu benar-benar tidak sakit lagi?""Setelah dioleskan obat oleh dokter aku sudah tidak
Mirela adalah seorang gadis berusia 24 tahun yang memiliki tinggi badan 160 cm, berat badan 49 kg. Berkulit putih dengan rambut hitam panjang yang saat ini digelung membentuk kipas. Mata besarnya yang dihiasi bulu mata lentik yang sangat cantik membuat wajah ovalnya yang kecil menjadi lebih menarik. Walaupun hanya mendapatkan riasan tipis dan natural dari seorang penata rias yang saat ini sedang mendandaninya di kamar. Dari bibirnya selalu tersungging senyuman manis membuat wajahnya yang sudah cantik menjadi semakin bersinar. Mirela merasa bahagia dan gembira sekali karena hari pertunangan yang dinantikannya akan digelar beberapa jam lagi, setelah tiga tahun menjalin hubungan dengan kekasih sekaligus bosnya yang bernama Rengga. 'Selangkah lagi setelah pertunangan ini Aku dan Rengga akan menikah,' batin Mirela sambil tersenyum bahagia mematut dirinya di cermin. "Wah ... wah, adikku sudah dewasa dan sebentar lagi ada yang punya," kata Pras yang saat ini berdiri di belakang Mirela.
Rengga pusing tujuh keliling, memikirkan ancaman Dean, pengusaha multi nasional yang sangat berpengaruh di Indonesia. Dia mengancam akan menjegal usaha Rengga kalau Rengga tidak mau membatalkan pertunangannya dengan Mirela dan menikahi adik Dean yang bernama Dina. Ancaman itu datang tepat di pagi hari saat Rengga bersiap akan ke tempat acara pertunangannya. Tepat di hari pertunangannya, pada hari yang sama, hati dan pikiran Rengga dipaksa untuk memilih perkara yang sangat sulit. Rengga sangat mencintai Mirela, kekasihnya. Namun, dia juga mencintai usahanya dan tidak ingin usahanya itu jatuh bangkrut karena ancaman Dean yang tidak main-main. "Bagaimana keputusanmu? Silakan putuskan sekarang, Pak Dean saat ini sedang menunggu di mobil," kata tangan kanan Dean itu datar tanpa tersenyum. "Apa lagi yang harus Aku putuskan? Bukankah bos Kamu itu sudah memutuskannya untukku?" tanya Rengga sinis. "Jaga cara bicaramu, Bosku bukan lawan yang bisa Kamu hadapi!" ingat tangan kanan Dean p
"Kalian naksir ke orang yang sama sekali tidak menaruh perhatian kepada kalian, itu sebabnya kalian merasa iri kepadaku karena menjalin kasih dengan orang yang kalian taksir, sekalipun Dia tidak datang hari ini, tapi posisiku masih jauh lebih baik dari kalian yang hanya bisa menatapnya dari kejauhan tanpa bisa menyentuhnya!" kata Mirela lagi. "Phff ... ternyata mereka hanyalah ayam yang merindukan burung merak," sahut Veny sinis. "Pergi! Tidak ada tempat untuk pecundang seperti kalian di rumah ini!" usir Mirela. "Siapa juga yang ingin berlama-lama di sini! Cih!" sahut salah satunya sambil masuk ke dalam mobil diikuti temannya dan berlalu. Setelah mereka pergi Mirela mulai tidak dapat lagi membendung air mata yang sejak tadi ditahannya. "Sabar," kata Veny sambil memeluk dan menepuk punggung sahabatnya itu berusaha meredakan kesedihannya. Pras yang menyaksikan semua kejadian tersebut merasa geram kepada Rengga yang membatalkan pertunangan dengan adiknya, Mirela secara sepihak te
Sesampainya di dalam rumah .... Mereka duduk berhadap-hadapan di meja kopi, Pras melonggarkan ikatan dasinya lalu menghela napas. "Kak?!" "Apa?!" "Apa maksud Kakak mengatakan kalau Rengga itu terpaksa dan dipaksa?" "Kakak akan cerita tapi janji Kamu harus tetap tenang dan jangan bermimpi untuk balikan lagi dengan Dia." " ... " "Ingat Mirela, Dia telah meninggalkan Kamu. Apapun alasannya yang pergi biarkan pergi dan jangan mengharapkannya untuk kembali!" "Baik." Pras kemudian menceritakan semua yang dia dengar dari Rengga, termasuk persoalan perjodohan antara Rengga dengan adiknya Dean. Akhirnya Mirela mengerti mengapa Rengga memutuskan pertunangan mereka, walau kecewa Mirela bisa memaklumi keputusan Rengga, bagaimana pun kalau diukur dengan timbangan di dalam hati Rengga, jelas kedudukan perusahaan dan karyawannya itu jauh lebih berat dibandingkan dengan dirinya. 'Ya iya lah, memangnya siapa Aku bisa membuat Dia melepaskan semua yang ada dalam genggamannya asalkan bisa teta