Ini perasaan aku doang, atau di chapter kali ini tuh Yuda kek romantis banget gitu nggak sih? Udah dia nggak rela Yura kesusahan mapah dia, terus nutupin mukanya juga karena dia bersedia dijahatin, tapi jangan jahatin Yura. Duh pen jadi Yura! Haha. Kasih ulasan ceritanya ya, teman-teman. Yuda sama Yura juga pasti nungguin. Terima kasih!
'Semoga semua ini segera berakhir' … Aku dan Yura saat ini sudah berada di dalam taxi. Di kursi belakang, aku sedikit menyandarkan tubuhku di jok mobil dengan Yura yang berada disampingku. Sesekali Yura sibuk dengan ponselnya hanya untuk membalas pesan dari Lia. "Nanti aku anterin kamu dulu ya, baru aku lanjut ke rumah." ucapku memecahkan keheningan. "Kamu nggak apa-apa nanti Yud?" "Iya, nggak apa-apa kok. Aku sudah memberitahu Pak Soleh untuk membantuku nanti." Pak Soleh adalah salah satu orang yang bekerja di rumahku. "Oh gitu, ya udah Yud. Tapi jangan lupa kabarin aku ya kalo sudah sampai rumah." "Iya Ra." jawabku halus dengan sedikit memberi senyuman kepada Yura. "Emh, ... Yud?" panggilnya. "Kenapa Ra?" Terlihat Yura seperti memiliki keraguan untuk berbicara. "Boleh aku bertanya sesuatu?" Entah kenapa aku merasa mengerti apa maksud dari hal yang ingin Yura tanyakan padaku. "Apa kamu masih berhubungan dengannya?" "Iya Ra." jawabku singkat. Kami memang masih berhubungan.
Aulia POV: Ketika aku berusia 15 tahun, aku mulai merasa berbeda saat aku menatap lawan jenis. Ada rasa seperti debaran yang begitu cepat berdegup di jantungku saat bersama seorang pria. Tapi anehnya, tidak semua pria membuat jantungku berdebar cepat. Hanya sebagian kecil pria di dekatku yang aku rasa sedikit berbeda. Mungkin itu yang dinamakan jatuh cinta? Ya… Akhirnya aku meyakinkan diri bahwa itu adalah rasa cinta. Aku sering melihatnya di serial drama percintaan kesukaanku. Di mana saat jantungmu berdebar begitu cepat ketika bersama seseorang, maka kamu sedang menyukainya. Suka… Mungkin bisa dikatakan separuh hatiku sudah dimilikinya. Seorang pria yang mulai aku sukai. Dari banyak pria yang membuat jantungku berdebar, hanya dialah yang membuat perasaanku merasa semakin bahagia. Dia selalu berada di dalam pikiranku. Melayang-layang dengan begitu syahdunya di dalam ingatanku. Senyumnya… Suaranya… Bahkan aroma tubuhnya. Begitu membuatku tidak bisa mengontrol pikiranku. Sea
Langit Jakarta perlahan-lahan mulai redup. Menciptakan warna abu-abu gelap yang sebelumnya berwarna biru terang. Perubahan cuaca yang ekstrem membuat sebagian orang merasa khawatir. Sebagian dari mereka sudah ada yang menyiapkan payung dan ada juga yang memakai jas hujan. Tapi ada juga yang sibuk berlari mencari tempat berteduh agar nanti tidak kehujanan. Angin mulai berhembus kencang, meniup dedaunan yang berserakan di jalan. Dia juga dengan sedikit menggoyangkan pohon-pohon disekitar. Tak berapa lama kemudian, sedikit demi sedikit, tetesan air hujan mulai turun dari langit. Awalnya kecil, lama kelamaan menjadi hujan yang cukup besar. Menciptakan hawa dingin yang begitu menyengat di tubuh. Membuat siapa saja yang merasakan kedinginan itu ingin segera bertemu dengan tempat hangat yang mereka miliki. Ada juga sebagian orang yang berhenti di salah satu coffee shop dengan memesan secangkir kopi hangat. Setidaknya hal itu bisa sedikit membantu untuk menghangatkan tubuh mereka. "Halo?
'Aku sangat ingin bertemu dengannya lagi.' … "Aku tidak suka ini datang lagi." gumamnya yang kini sudah beranjak dari tempat yang dia duduki tadi. Kini dia tengah menatap pemandangan kota dibalik kaca jendela yang basah karena air hujan. "Seharusnya aku tidak memberi ide itu padanya. Itu bisa saja akan membahayakan dirinya!" Reno merasa gelisah akan ide yang dia katakan tadi kepada si penelepon. Tapi di lain sisi, dia tidak bisa melakukan banyak hal. Si penelepon sudah memberikan bayaran yang cukup padanya untuk informasi yang dia berikan. Bayaran yang bisa meringankan beban biaya kuliah dan juga biaya sewa apartemen. Reno berkuliah di Universitas Teknologi Hanjaya, jurusan Teknik Informatika. Sejak kecil Reno terlahir dari keluarga sederhana, hingga akhirnya saat lulus SMA dia mulai bekerja paruh waktu di beberapa tempat. Setidaknya gaji yang dia terima bisa membantunya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan saat si penelepon meminta Reno untuk mencari informasi m
Yura POV: Aku melambaikan tangan ke arah taxi yang ditumpangi oleh Yuda. Melihat secara perlahan taxi itu menghilang dari pandanganku. Aku kemudian berjalan pelan ke arah rumahku. Sungguh hari yang sangat berat untuk aku lewati. 'Kenapa ada yang tega menyebarkan ini?' 'Apa mereka punya masalah sama Yuda?' Yang aku tahu, selama ini Yuda tidak pernah memiliki masalah dengan teman-teman sekitarnya. Lalu bagaimana ini bisa terjadi? Sekarang aku merasakan nyeri dihatiku lagi. Setiap aku mengingat kejadian hari ini, hal ini pasti akan terulang kembali. Dan foto-foto tersebut selalu terbayang dipikiranku. Mungkin karena aku merasa cemburu saat melihatnya. Ditambah mereka ternyata masih berhubungan. Tidak menyangka hubungan seperti ini bisa bertahan lama. Bahkan jarak pun tidak bisa memisahkan mereka. Huuft... Aku hanya bisa menghela nafas dalam. Rasanya benar-benar membuatku ingin menangis. Ya… menangis lagi. Ku buka pintu rumahku dan memaksakan sebuah senyuman kecil kepada para kar
Malam kembali datang menyelimuti langit Jakarta. Tiupan angin mulai berhembus kencang meniup dedaunan yang dia lalui. Tiupan angin berdesir, menandakan akan turunnya hujan. Beberapa hari ini Jakarta selalu diguyur hujan saat sore atau malam hari. Siang begitu panas dan malam terasa sedingin es. Bahkan sebagian dari mereka enggan untuk menyalakan mesin pendingin. Dan tidak lama kemudian, hujan kembali turun dengan derasnya. Menciptakan suara yang begitu ramai saat bertabrakan dengan atap-atap rumah warga. Ada sebagian yang menyukai dengan suaranya, ada pula yang merasa tidak nyaman. Setiap orang memiliki perasaan suka akan sesuatu dengan berbeda-beda. Tidak bisa memaksa atau menyamakan semua menjadi satu bagian. Itu adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan. Suka akan sesuatu yang membuat kita merasa lebih baik bukanlah hal yang salah. Kita punya hak untuk menikmati itu. Selama perasaan yang kita miliki tidak mengganggu orang lain. Yuda POV: Aku menatap tetesan hujan yang t
Lia POV:Aku sangat bahagia mendapatkan informasi bahwa diterima sebagai mahasiswa di Universitas Harapan Bangsa. Universitas Harapan Bangsa adalah salah satu universitas yang banyak diminati.Kampus yang memiliki banyak alumni sukses, baik di dalam dan diluar negeri. Sehingga hal itu yang membuatku tertarik dan berharap dapat diterima di universitas ini.Dan bersyukurnya, dengan usaha dan kerja kerasku mengikuti tes akademik, akhirnya aku diterima di universitas ini. Aku pun menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk kegiatan di kampus.Awal-awal aku masuk kampus, aku sudah mendapatkan surat cinta. Lucu sih karena sudah sangat lama aku tidak pernah lagi mendapatkan surat cinta.Apalagi di zaman modern sekarang!Surat cinta seperti sesuatu yang sudah tidak pernah dilakukan lagi.Surat cinta tersebut dikirimkan oleh salah satu mahasiswa fakultas teknik. Dia bernama Ari. Tapi pada saat itu aku belum merespon surat yang dia berikan. Akan tetapi tidak lama setelahnya, hampir setiap hari a
Aulia POV: Hari ini aku sangat lelah. Tugas perkuliahan mulai berat aku rasakan. Ditambah aku sudah masuk semester akhir. Aku harus sudah menyiapkan bahan skripsi dan menyelesaikan masa magangku. Terkadang aku sampai tidak mempunyai waktu untuk bermain bersama teman-temanku. Karena memang sebagian dari mereka adalah teman satu kampus. Jadi mereka pun sama-sama sedang merasakan seperti yang aku rasakan. Tapi ayolah… Otakku butuh istirahat tapi waktu tidak membiarkannya. Huft… Saat ini aku sudah berada dikamar apartemenku. Ku baringkan tubuh ini di atas kasur. Berbaring terlentang menatap langit-langit. Kututup mata dengan menggunakan tangan kananku dan mencoba untuk sedikit menenangkan pikiran. Drrt... drrt… Aku ingin beristirahat sejenak, kenapa sudah ada yang menggangguku saja sih? Dengan malas ku singkirkan tangan kanan dan membuka mata. Melihat ponsel yang berada disamping kiriku. Yuda. Terlihat nama si pengirim pesan. Sungguh sudah sangat lama kita tidak saling berbicara