Share

2. Kenyataan pahit

Setelah semua pekerjaan rumah dan menjemur pakaian rampung, aku merebahkan tubuhku sebentar di sofa sembari memainkan gawaiku.

Entah kenapa aku masih merasa sebal dengan Mas Bowo. Karna sudah ketiga kalinya, Mas Bowo tak mengajak ku untuk berunding mengenai masalah pemberian uang kepada ibu.

Padahal aku sama sekali tak pernah mempermasalahkan berapa pun besar jumlah uang yang akan diberi ke ibu bila dia jujur padaku..

Kulirik jam dinding sudah menunjuk kan pukul 10, bergegas diri ini bangkit dan menuju dapur. Karena hari ini aku menerima pesanan 15 box donat yang harus aku antar pukul 2 siang.

"Assalamualaikum..." Ku dengar suara Anita yang baru saja pulang sekolah

"Waalaikumsalam. Nit, habis ini bantuin ibuk bikin donat ya soalnya sebentar lagi mau ibuk kirim ke pelanggan." 

"Iya Buk, Anita ganti baju terus makan dulu. Laper." 

Aku mengangguk dan membiarkan Anita pergi. Ya, aku hanya memiliki seorang putri bernama Anita. Bukan karena aku tidak berniat memiliki anak lagi, tapi karena Allah belum kembali memberikan ku rejeki anak. Padahal aku pun juga sangat berharap ingin memiliki anak kembali. Apalagi Anita sudah besar kelas 1 SMA.

Setelah hampir tiga jam lebih, pesanan donat sudah selesai kukerjakan. Kutinggalkan kesibukan ku, dan bergegas menjalankan sholat dhuhur.

"Ibu pergi dulu ngantar pesanan donat dulu Nit. Assalamualaikum.."

"Iya Bu, hati-hati." Kustater sepeda ku kerumah pelanggan. Tak lupa juga ku bawakan donat untuk ibu mertua dan adik iparku

*****

 Tok tok tok... 

Kuketuk pintu rumah mertuaku berulang-ulang. Tapi tetap tidak ada jawaban. Apa mungkin mereka sedang tidur siang?

Aku berinisiatif mengetuk pintu sebelah  rumah ibu, yang mana pintu itu terhubung keruang makan. Tapi, belum sempat aku mengetuk sayup-sayup terdengar suara orang sedang mengobrol.

"Lah, kita manfaatkan saja sakit ibu ini. Lumayan kan bu, jatah yang diberikan Mas Bowo jadi lebih banyak dari sebelum ibu sakit" kudengar Lusi berbicara kepada ibu

"Hahaha iya bener Lus. Tapi Ibuk capek pura-pura gak bisa jalan dan harus duduk di kursi roda. Gak enak tau." 

Deg,, sial. Jadi selama ini aku kena tipu mertua dan iparku. Tanpa terasa aku mengepalkan tanganku. Tapi tetap kucoba untuk mendengarkan perbincangan mereka

"Halah, gak apa-apa kali Bu. Lagian kan, Ibu pura-puranya pas ada Mbak Ida aja kok."

"Iya juga sih. Ya gimana lagi, uang Ida kan banyak. Soalnya pesanan kue si Ida laris manis. Jadi bisa kita manfaatin." Kudengar mereka berdua tertawa bersama

Kurasakan hatiku bergejolak menahan amarah. Hingga aku putuskan untuk cepat-cepat memberikan kue dan pergi

"Assalamualaikum.. Buk, ini Ida." 

"Wa-waalaikumsalam.. iya sebentar mbak, aku bukain pintu dulu."

Kemudian Lusi membukakan pintu. Dan terlihat ibu sedang duduk dikursi meja makan

"Mbak Ida uda lama disini?" Tanya nya sedikit gugup

"Ga kok, barusan. Lagian aku ketuk pintu depan berulang kali ga ada jawaban."

"Masuk dulu Da, siapin minum Lus buat Mbak mu." Kata ibu

"Ga usah Bu, aku langsung pamit pulang aja. Lagian udah mau sore, kasian Anita ditinggal sendirian. Bentar lagi Mas Bowo juga pulang. Ini, aku bawain donat soalnya sekalian tadi kirim ke  rumah pelanggan." Kuserahkan bingkisan donat itu ke Lusi

"Waaah enak nih.. Makasih ya mbak. Sering-sering aja kirim kue buatan mbak kesini." Aku hanya menanggapinya dengan senyum kecut

"Yasudah aku pamit dulu Bu, lus. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab mereka serentak

Akhirnya ku balik kan badan dan meninggalkan rumah ibu

******

Ya allah apa kurangnya aku sama Ibu dan Lusi. Hingga mereka membohongiku seperti ini. Padahaldari awal menikah, aku tak pernah meminta apapun kepada Mas Bowo, bahkan berapa gajinya pun aku tak tahu.

Aku hanya diberi separuh dari gajinya, mungkin. Dan separuhnya lagi entahlah kemana. Karna Mas Bowo tak pernah jujur padaku. Walaupun aku bertanya berkali-kali. Dan itu selalu membuat kita bertengkar. Sehingga aku pun malas dan tak pernah lagi bertanya tentang gajinya.

Apalagi saat ibu sakit dan tak bisa berjalan. Mas Bowo tak segan-segan memberikan uang lebih pada ibu tanpa memberitahuku terlebih dahulu dan tanpa mau tau bagaimana aku harus ekstra mengatur keuangan keluarga. Sungguh, dia jahat sekali kepada istrinya

Hingga pada saat Anita kelas 1SD,  aku memutuskan membuka pesanan kue, sesuai dengan kemampuan ku untuk membantu Mas Bowo. Ya meskipun gaji yang diberikan Mas Bowo sedikit, tapi bisa mencukupi kebutuhan kita ber3 untuk hidup hemat, walaupun kadang aku juga harus menambah sedikit dari hasil jualan ku. Dan dari hasil jualan ku, aku tabung untuk masa depan Anita dan memberi sedikit rejeki untuk orang tuaku kala aku berkunjung kerumah mereka. Tak lupa, akupun juga masih ikut memberi ibu mertua.

Tak terasa air mataku jatuh tanpa bisa kuhentikan.

"Ibu nangis kenapa?"

"Umm ga kenapa-kenapa nduk. Ibu mau mandi dulu. Sekalian mau sholat ashar. Kamu sudah sholat? Kalau belum cepat sholat sana." Kataku sambil menghapus air mata dan meninggalkan Anita. Takut kalau dia akan bertanya lebih padaku

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Marno Anong
ini yang berbohong keluarga suami,
goodnovel comment avatar
Rahmat Setiawan
sedangkan ini seorang istri yang menceritakan kisah hidupnya,. seharusnya dari awal itu peran istri yang tersakiti oleh suaminya dalam rumah tangga, tetapi harus menjadi istri yang terbaik bagi suaminya, walaupun dalam keadaan kekurangan atau pun kesusahan,.
goodnovel comment avatar
Rahmat Setiawan
jadi ceritanya saling berbohong istri kepada suami, suami berbohong kepada istri jadi ceritanya hanya mencari kesalahan dan saling menyalahkan, ceritanya peran utama seorang istri apa suami atau anaknya,. jadi bingung pembacanya,..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status