Lelaki jangkung itu membuat Kiara tercengang. Bagaimana bisa, takdir berjalan seajaib ini? Berapa persen kemungkinan dua orang yang pernah bertemu sekilas di sebuah negara yang bermil-mil jauhnya, lalu bertemu lagi di negara lain?
Alaric Kanigara. Kiara masih ingat nama pemuda itu. Pemuda yang duduk di sampingnya di dalam kereta dari Cannes menuju Paris, hampir setahun lalu. Kiara tidak pernah memikirkan pemuda itu secara khusus. Sosoknya kalah oleh Bertrand LaForce yang masih saja tersimpan di sudut hati Kiara. Tetapi Kiara tidak lupa nama pemuda yang mengaku lulusan jurusan sinema dari sebuah universitas di Paris itu.
“Kiara Almira. Hm, kalau aku nggak salah ingat, kita pernah bertemu, kan?” tanya pemuda itu seraya mengulurkan tangannya pada Kiara.
Kiara menerima uluran tangan pemuda itu sembari tersenyum.
“Alaric Kanigara. Benar kan, itu namamu?” sahut Kiara.
Erghan yang baru saja mengenalkan Kiara dan Alaric terlihat heran melihat sepasang pemu
Selamat baca ya. Tungguin besok bakal update dua bab lagi. Salam, Arumi
Kiara baru saja keluar dari ruang pertemuan Star Entertainment, saat Oliver Antolin, lawan mainnya di film ini menyapanya. “Hai, Kiara. Kamu sudah ingin pulang? Ada waktu sebentar? Kita belum sempat ngobrol banyak tadi,” tanya pemuda itu. Sebelumnya, Oliver keluar lebih dulu dengan terburu-buru seusai pertemuan pertama semua pemain dan kru yang terlibat dalam film produksi Star Entertainmentterbaru ini. Ia belum sempat berbicara banyak dengan Kiara, karena harus berdiskusi dengan manajernya yang mengabarkan jadwalnya hari ini bentrok dengan jadwal pemotretan untuk sebuah majalah. Setelah urusan jadwal itu beres, ia segera kembali ke ruang pertemuan, berharap masih sempat bertemu Kiara Almira artis yang akan menjadi lawan mainnya nanti. Untunglah kedatangannya kembali bertepatan dengan Kiara yang baru saja keluar dari ruang pertemuan. “Hei, Oliver. Kamu masih di sini?. Ayo, kita ngobrol-ngobrol. Kita memang harus membicarakan tentang pe
“Sejak empat tahun lalu aku mulai belajar mencari uang untuk membantu ibuku. Untunglah, di Indonesia ini, wajah campuran asing lumayan diminati. Aku memulai akrirku dengan mengikuti berbagai audisi model iklan televisi. Mulai dari hanya menjadi figuran yang harus syuting dua hari dan dibayar lima ratus ribu, sampai kemudian aku berhasil lolos audisi iklan televisi dengan peran lebih baik. Kemudian aku juga mencoba mengikuti berbagai audisi untuk sinetron. Mungkin aku memang harus berterima kasih karena berdarah campuran Prancis. Kuakui, sepertinya itulah yang membuat aku lebih mudah lolos dalam berbagai audisi,” lanjut Oliver. Ia kembali menarik napas lega setelah bercerita panjang lebar tentang kehidupan pribadinya kepada Kiara. Kiara masih memandangi Oliver selama beberapa detik sebelum ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa setelah sejak tadi terlalu serius mendengarkan penuturan Oliver. Kiara menyadari dua hal dalam industry hiburan yang menjadi salah satu keb
Kiara bersenandung, lalu senyum-senyum sendiri, entah apa yang sedang dipikirkannya. Livia menyipitkan matanya, menatap lekat wajah Kiara, seolah ingin mengupas semua niat yang tersembunyi di balik ekpresi wajah ceria dan santai itu. Mereka baru saja usai mengepak semua perlengkapan mereka selama nanti syuting di Monte Carlo. Livia hanya membawa satu koper berukuran sedang, sementara Kiara membawa dua kopor besar karena perlengkapannya untuk syuting nanti banyak sekali. Walau sudah disediakan wardrobe yang akan dipakainya untuk keperluan syuting, tetap saja Kiara merasa ia perlu membawa perlengkapannya sendiri jika sewaktu-waktu ia merasa lebih nyaman memakai pakaian dan perlengkapannya sendiri. “Tumben, kamu kelihatan seneng banget mau syuting. Biasanya tegang, penuh tekanan, takut aktingmu nggak oke, dan lain-lain. Sekarang, kamu senyum-senyum terus, nyanyi-nyanyi dalam hati," tegur Livia. "Tentu saja aku senang dong. Syuting di Monte
Perjalanan dengan pesawat selama hampir delapan belas jam lamanya beberapa menit lagi akan berakhir. Dari atas pesawat, mulai terlihat samar gugusan pegunungan di daerah yang dikenal dengan nama Cote d'Azuryang diselimuti kabut putih tipis. Sejak awal berangkat dari Jakarta, Kiara terlihat antusias sekali memulai perjalanannya kembali ke Monte Carlo. Ia memang tidak menganggap tugasnya kali ini sebagai sebuah pekerjaan. Kiara menganggap ini adalah kesempatan merasakan keindahan Monte Carlo lebih lama. Ia sudah punya rencana, akan mengelilingi kota itu lebih detail lagi. Merasakan keindahan serta suasananya yang megah dan glamor. Pesawat yang mereka tumpangi mendarat di bandara Internasional Nice Côte-d'Azur. Bandara ini terletak di Kota Nice, berjarak kurang lebih empat puluh kilometer dari Monte Carlo. Dari bandara ini, perjalanan akan dilanjutkan melalui darat. Rombongan film “Theodore dan Almira” yang berangkat cukup banyak.
Kiara berdecak kagum melihat pemandangan serba ‘wah’ yang ada di sekelilingnya. Monte Carlo memang bergelimang kemakmuran dan terkesan glamor. Selain mewah, Monte Carlo juga menawarkan suasana romantis yang tak terjelaskan, hanya bisa dirasakan oleh Kiara. Lagi-lagi, ia kembali teringat pada Bertrand LaForce, lelaki Prancis yang telah meninggalkannya diam-diam tanpa pesan di kota ini. Akhirnya, setelah melewati berbagai bangunan indah itu, bus yang mereka tumpangi memasuki sebuah hotel yang cukup besar terletak agak di tepian tebing. Membuat pemandangan latar belakang hotel itu demikian indah, laut lepas yang bergelombang dengan beberapa kapal mewah hilir mudik di permukaannya. Kiara menghela napas lega setelah akhirnya bus berhenti. Ia sudah tidak sabar ingin segera menuju kamar yang akan ditempatinya bersama Livia. Ia beruntung, mendapat kamar menghadap laut. Pemandangan dari jendela kamarnya luar biasa indah. Bangunan hotel ini terletak di tempat l
Esok harinya, Livia membangunkan Kiara dengan mengguncang bahunya cukup keras. Kiara mengerjap beberapa kali, tampak masih enggan bangun. "Ra, cepetan bangun, mandi, sarapan! Pak sutradara udah nelpon. Kamu harus siap di lobi hotel jam setengah delapan!" ujar Livia. "Hah? Ngapain sih pagi-pagi amat? Hari ini belum mulai syuting, kan?" sahut Kiara dengan suara malas. "Hari ini survei lokasi. Kata Pak sutradara bakal seharian. Karena itu harus berangkat pagi-pagi. Dia bilang rencananya malah mau ngajak berangkat jam setengah enam supaya sekalian lihat sunrise." Livia menjelaskan. "Aduuh! Hari pertama nyampe udah disuruh bangun setengah enam? Gila dia. Memangnya dia yang bayar aku?" bantah Kiara. "Ini udah hari kedua kita di sini, Ra," ralat Livia. "Iya, tapi kan ini pagi pertama." "Ya udah, kan dia udah berubah pikiran. Cukup pengertian akhirnya dimundurin jadi jam setengah delapan. Cep
Setelah beberapa menit berjalan, Kiara melirik Alaric yang belum menjelaskan apa-apa lagi. “Kita akan ke mana?” tanya Kiara yang mulai merasa perjalanan mereka tidak juga mencapai tujuan. “Kita berkunjung ke Istana Monaco dulu. Itu akan menjadi lokasi syuting adegan Theodore dan Almira janji bertemu untuk yang ketiga kalinya,” jawab Alaric. “Istana itu masih jauh, ya?” tanya Kiara lagi, ia mulai merasa cemas melihat pandangan di depannya tidak menunjukkan adanya bangunan berupa istana. “Ayolah, Kiara. Nikmati pemandangan sekeliling kita. Perhatikan bangunan-bangunan di sini. Resapi suasananya. Ini kesempatan bagi kamu dan Oliver untuk mencoba memahami lokasi syuting kalian nanti,” jawab Alaric tanpa menoleh kepada Kiara. Ia masih saja berjalan denga
“Saat kecil dulu aku belum memikirkan pangeran tampan.” Kiara mnejawab pertnyaan Oliver. “Dan sekarang? Pasti kamu berharap di istana khayalanmu itu ada seorang pangeran tampan yang menunggumu dengan setia, kan?” Oliver bertanya lagi. “Oliver, itu semua hanya khayalanku di masa kecil. Sekarang tentu saja aku nggak pernah berkhayal lagi.” “Ohya? Serius? Kamu nggak pernah berkhayal suatu hari nanti bertemu dengan seorang lelaki tampan yang menyerupai pangeran khayalanmu?” Kiara tertegun. Sepertinya ucapan Oliver ada benarnya. Aneh, ia berharap selama ia berada di Monte Carlo, secara kebetulan ia bisa bertemu lagi dengan Bertrand LaForce, lelaki Prancis yang telah menorehkan kenangan tak terlupakan selama setengah hari di Nice dan Monte Carlo.