Share

bab 8. Dada bergemuruh

Saat Hans selesai menelepon entah mengapa rasa di dalam dadanya berdegub dengan kencang,

Dan dia pun memgang dadanya dengan kedua tangannya.

"Kenapa jantung ku berdetak tak karuan."

Dan dia pun menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkan kembali.

Itu di lakukannya untuk menetralkan senam jantungnya yang lumayan cepat.

Tok too tok..

Suara orang yang mengetuk pintu.

"Masuk." seru Hans dari dalam rungannya.

Dan ternyata yang masuk adalah Vania.

"Selamat siang bapak, ada apa bapak memanggil saya?" tanya Vania sambil berdiri di depan Hans.

Hans pun yang tengah duduk dia pun menatap dari bawah tubuh Vania.

Dia menatap kaki Vania lalu tatapan itu menjalar sampai atas.

"Apa kamu yang bernama Vania?" tanya Hans.

Dan Vania pun menganggukan kepalanya.

Dan Hans pun mempersilahkan duduk.

"Aku ingin mengetahui siapa kamu?" lanjut Hans.

Dan Vania yang mendengar itu dia pun mengerutkan dahinya, "Mati aku, apa jangan-jangan dia sudah mengetahui siapa aku?" ujarnya dalam hati.

Dan Vania berpura-pura tak paham apa yang dimaksud oleh bosnya tersebut kenapa bosnya ingin mengetahui dirinya.

"Maksudnya bagaimana ya pak?" tanya Vania.

Hans yang mendengar itu dia pun langsung terkejut, dia bingung harus mengatakan apa, sejujurnya dia hanya ingin bertemu dengan Vania secara langsung untuk membuktikan siapa Vania itu, apakah benar dia sesosok wanita misterius 7 tahun lalu.

"Ya enggak, saya hanya ingin tahu siapa kamu, kenapa kamu tadi berani memberi masukan yang keras?" jawab Hans yang ngeles.

Vania hanya tersenyum kecil di sudut bibirnya mendengar itu. Dia diam tidak menjawab.

"Oh iya kamu sudah menikah?" tanya Hans langsung karena Hans sudah tak sabar untuk mengetahui siapa sosok Vania tersebut.

Vania terdiam sejanak,

Dia berpikir,,

"Sudah, saya memiliki 2 orang anak pak." jawab Vania langsung dan tak basa-basi.

Mendengar jawab Vania, Hans pun menghembuskan nafas panjangnya dan dia memejamkan matanya sejenak.

"Bapak jika tak ada kepentingan mendesak, saya ijin keluar ya," seru Vania yang memecahkan pikiran Hans saat itu.

"Ini sudah sore, kasihan kedua anak saya menunggu saya di rumah." lanjut Vania.

Dan Hans pun menganggukan kepalanya dan dia pun mempersilahkan Vania untuk keluar. "Iya silahkan kamu bisa pulang sekarang." seru Hans.

Dan Vania pun keluar dari ruangan Hans dengan langkah kaki yang cepat, setelah keluar dari ruangan Hans dia pun menghembuskan nafasnya panjang-panjang.

Dan dia pun memegang dadanya dengan kedua tangannya dan merasakan jika jantungnya berdegup begitu sangat kencang.

Dan dia pun memutuskan untuk segera pulang, "Sudah pukul 4 sore anak-anak pasti menungguku," Sambil melihat jam yang ada di tangannya.

Vania pulang dengan menaiki taksi online, entah kenapa perasaannya begitu sangat bahagia melihat bosnya yang tak lain adalah laki-laki yang pernah bersamanya.

Vania merasa bahagia jika laki-laki yang bernama Hans tersebut belum memiliki pasangan dan yang membuat Vania jauh lebih bahagia itu karena berusaha mengulik siapa dirinya.

"Ah sialan harusnya aku berkata jujur." gerutunya pada dirinya sendiri.

Namun Vania sejenak terdiam dengan perkataannya.

Dia terus menimbang-nimbang hal apa yang harus dilakukannya.

"Jika aku harus jujur aku takut dia akan kehilangan banyak reportasinya, dan kemungkinan terjadi dia tak akan mengakui anaknya." ujarnya adalah hati.

Vania pun menatap gedung-gedung dari jendela sambil memikirkan apa yang terjadi pada dirinya.

"Atau bahkan dia bisa mengakui anaknya dan mengambil mereka disisiku, itu adalah kemungkinan bisa terjadi, entah mana ya terjadi di antara pemikiranku itu, berarti yang jelas aku harus menyembunyikan ini demi keamanan anak-anakku." lanjutnya.

Yang mulanya Vania tak mengharapkan kehadiran kedua anaknya namun hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun silih berganti tahun.

Perasaannya begitu besar kepada kedua anaknya, dan yang jelas Vania tak ingin kehilangan anaknya begitu saja karena rasa cintanya yang sudah sangat melekat sempurna.

Sebelum Vania pulang dia pun menyempatkan diri untuk membeli sebuah oleh-oleh dia membeli sebuah makanan untuk dimakan bersama dengan kedua anaknya,

Vania pun tersenyum di sudut bibinya,

Dia sangat berasa bahagia memiliki kedua buah hatinya melebihi apapun.

Dan dia pun melanjutkan perjalanan pulangnya.

Sesampai di apartemen dia membuka pintu dan disembut dengan kedua anaknya yang sedang menunggunya di ruang tamu.

"Mamaaaa," teriak mereka yang sudah menahan rindu kepada Vania.

Dan Vania pun membuka lebar-lebar kedua tangannya mereka berdua yang tengah berlari kepada dirinya.

"Ooh sayang mama juga merindukan kalian." jawab Vania sambil memeluk kedua anaknya.

Dan Vania pun menyuruh kedua anaknya untuk mengambil piring dan makan bersama,

"Ayo kita makan bersama-sama ini siapin, mama mau ganti baju dulu ya." seru Vania sambil memberikan sebuah bungkusan kresek kepada kedua anaknya.

Dan mereka pun menyiapkan apa yang diperintahkan oleh Vania, mereka anak-anak yang sangat nurut kepada orangnya.

"Sudah selesai anak-anak?" tanya vania yang keluar dari kamarnya sambil memakai sebuah baju tidur lengan panjang dan celana panjang.

Dan mereka pun makan bersama-sama.

"Oh ya mah di kantor mamah nggak ada tah om-om yang mau sama mama?" tanya Vero kepada Vania yang membuka obrolan.

Vania yang mendengar itu dia pun mengerutkan dahinya, "Siapa juga yang mau sama mama, mama sudah punya dua anak. Jadi nggak ada yang mau sama mama." jawabannya dengan enteng.

Mendengar jawaban dari mama mereka, membuat Vero dan Vino saling menatap satu sama lain,

Sepertinya mereka memiliki bahasa yang tak dimengerti, yang mengerti hanyalah mereka berdua.

Vania yang sudah tidak mood dengan makannya karena pertanyaan dari kedua anaknya dia pun lekas menghabiskan makanannya,

"Oh ya nanti piring mama dicuci ya, mau mama mau bekerja dulu supaya kita punya banyak uang dan bisa membelikan apapun barang yang kalian minta ke mama." seru Vania sambil beranjak dari duduknya.

Dan dia pun pergi meninggalkan kedua anaknya yang masih duduk sambil makan.

"Ehmm mama alasan pasti dia menghindar dari pertanyaan kita." seru Vero sambil melirikan matanya menatap kepergian mamanya dari meja makan.

Vino pun menghabiskan makanannya di piring. "Bagaimana kalau kita besok ke kantor mama tanpa sepengetahuan mama. Kita mata-matai mama bagaimana?" usul Vino kepada Vero.

Vero mendengar itu dia pun berpikir keras,

Dia takut jika mama mereka marah.

"Eh Vino kantor mama itu agak jauh loh." ujar Vero.

"Kita ini sudah besar, negara ini aman jadi nggak perlu khawatir, lagian sekolah kita nanti juga dekat dengan kantor mama."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status